BOOM
Sebuah ledakan kecil di sisi minibus membuat seisi penumpangnya terkejut. Mereka semua hampir tiba di pos terakhir. Sebelum para tentara bersiaga dan melontarkan serangannya terhadap mereka. Keputusan yang salah karena tak jadi ke pos sebelumnya dan justru ke sini. Mereka pun harus menjadi bulan-bulanan bala tentara di sini.
Jin tengah mengendalikan minibusnya yang terombang ambing menghindari ledakan. Meskipudn daya ledak kecil, tapi jika sampai terkena badan minibus dan mobil di belakangnya. Bisa berakibat fatal pada mereka. Terluka? tentu. Lebih parahnya lagi adalah mati.
"Apasih maksud tentara itu?!" Yeonjun menggeram marah. Dia ingat saat pertama kali, para tentara hanya mewaspadai mereka karena takut terinfeksi. Namun sekarang apalagi yang membuat aparat militer itu tanpa segan menyerang mereka.
Soobin yang berada di sisi Yeonjun mendengus geli. Rupanya memang sudah direncanakan. Agaknya kecurigaan mereka semua benar. "Ansan bukanlah tempat pengungsian." celetuk Soobin.
"Maksudnya?"
"Firasatku, tidak mungkin Ansan bisa bertahan kalau tidak direncanakan apalagi pusatnya. Sangat aneh. Seoul saja sudah jadi kota mati," jelas Soobin seraya menatap tajam ke salah satu sosok yang berada di kerumunan tentara tersebut.
Sosok yang dikiranya telah mati kehabisan darah dan satu sosok yang memang telah dicurigainya sejak pertama kali menginjakkan kaki ke Ansan. "Kita dijebak ternyata," Soobin menyimpulkan.
Minibus yang mereka tumpangi bergerak zig-zag menghindari lemparan bom berdaya ledak rendah tersebut. Jin tak mau kendaraan ini hancur berkeping-keping karena tentara sialan. Jungsoo yang berada di pangkuan Yeonjun menutup kedua telinganya dengan telapak tangan sembari memejamkan matanya. Tubuh mungilnya bergetar.
Yeonjun menggertakkan giginya, para tentara itu telah membuat anaknya ketakutan. "Lebih baik kita turun," usul Soobin saat melihat jarak mereka dengan barisan benteng tentara cukup dekat. Jin mengangguk mengerti dan memarkirkan minibus di tempat yang aman, yaitu di antara gedung-gedung yang berdiri kokoh.
Setelah itu Soobin dan lainnya turun dari kendaraan tersebut. Disusul rombongan yang menggunakan mobil. "Kayanya kita harus terbiasa untuk membantai manusia," celetuk Changbin seraya mengelus-ngelus senjata kesayangannya.
"Sepertinya lebih cocok dipanggil sampah," timpal Daniel.
Meskipun dia seorang zombie. Tetap saja, dia eneg sama kelakuan tentara yang membela musuh. "Bin, apa kamu nggak papa?" tanya Daniel kepada Soobin yang mengasah katananya. Ia tahu kalau di antara puluhan tentara di sana ada seseorang yang membuat Soobin dilanda kebingungan. Siapa lagi kalau bukan Vernon.
Di satu sisi Soobin marah karena Vernon membela musuh dan membunuh ibunya tepat di depan matanya. Namun di sisi lain, Vernon adalah sahabatnya dari kecil. Membunuhnya atau tidak, itu tetap saja membuatnya dilema.
"Maksudnya nggak papa?" tanya Yeonjun ketika Soobin tak merespon pertanyaan Daniel. Soobin menatap teduh Yeonjun yang menaikkan sebelah alisnya. "Tak apa.." balasnya seraya mengubah katananya menjadi pulpen. "Njin.. siapin pisau itu di lempar," titahnya kepada Hyunjin.
"Buat apa?"
"Nusuk kepala mu."
"Yang bener elah," Hyunjin merengut karena balasan dari Soobin yang membuatnya ingin melemparkan pisaunya ke kepala si namja kelinci. "Firasat ku, salah satu tentara bakal ngelempar bom ke sini. Jadi, sebelum di lempar... dibunuh saja duluan, terus bom nya meledak di bala nya dong." Penjelasan Soobin panjang lebar disertai senyum miring yang membuat siapapun bergidik ngeri. Senyumannya mirip sekali dengan psikopat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Be Afraid [Soojun]
Fanfiction[LENGKAP] Suasana yang awalnya tenang kian memburuk saat berita menyebar tentang wabah zombie yang perlahan melahap seisi kota. Apakah mereka semua selamat atau justru akan menjadi sekumpulan pemakan daging manusia itu? Soojun Shipper-!! Homophobic...