10. H-1

691 116 4
                                    

     Besok hari di mana kompetisi dimulai, Jindra deg-degan luar biasa bahkan dari masih sekolah tadi. Waktu latihan, dia beberapa kali salah karena deg-degan parah.

Akhirnya Mark memajukan jam istirahat, Jindra pergi ke balkon lantai dua, memilih buat minum teh pucuk sambil natap atap sekolahnya yang kelihatan dari sana.

“Kenapa dek?” tanya Mark. Iya, Mark ini emang biasa manggil Lele sama Jindra pake dek, alasannya ‘kan mereka adek urang’.

“Deg-degan, A. Gelo ieu mah Jindra lila-lila.” (gila ini Jindra lama-lama)

Mark tertawa sejenak, “Nanaonan make jeung gelo? Santai, Dek. Just chill and enjoy.” (ngapain kok jadi gila?)

Mark menepuk pundak Jindra lalu pergi meninggalkan Jindra di balkon. “A, you can not understand. INI JINDRA BISA GILA A.”

Jindra meneriaki Mark yang malah tertawa terbahak-bahak.

Kunaon ceunah si bontot?” tanya Echan.
(Kenapa tuh si bungsu?)

Mark yang baru datang langsung duduk, bergabung bersama sahabatnya yang tengah makan pizza hasil traktiran Lele.

“Biasa, demam panggung.”

Kumaha eta teh Jun?” Echan beralih pada Injun.
(Gimana itu teh Jun?)

“Itu teh situasi di mana kita deg-degan pisan waktu mau tampil di panggung, gitu, mun teu salah.” Habis ngomong gitu Injun langsung ngambil satu slice pizza, takut kehabisan karena ada Echan si black hole.
(Kalau gak salah)

“Berarti bener,” sahut Nana.

Lele tidak ikut ngobrol, malah mengambil dua slice pizza. Kemudian menghampiri Jindra yang masih megangin kepalanya, pusing dengan perasaannya sendiri.

Tanpa ngomong apa pun Lele menyodorkan satu slice pizza ke depan Jindra.

“Kenapa sih kamu Ji? Kayak orang frustrasi tahu gak?” kata Lele sambil mendaratkan bokongnya di samping Jindra.

“Jindra pusing Le, besok kompetisi kan ya. Gak siap Jindra.”

Lele tertawa kecil tanpa suara, menepuk bahu teman sebayanya itu.

“Siap gak siap harus siap Ji. Kamu memutuskan buat ikut band ini berarti kamu harus siap menanggung risikonya. Entah itu senang atau sedih, baik atau buruk, gagal atau sukses. Kamu harus tanggung risikonya sendiri.” Lele menatap atap sekolahnya yang terlihat dari sana.

Jindra dibuat kagum dengan apa yang dilontarkan Lele, membuatnya hanya bisa menghabiskan pizza yang diberikan Lele sambil merenungkan perkataan si cowok kaya itu.

***

     Kalian pikir mama Jeno sudah menyerah? Oh, tentu saja belum. Semangatnya untuk menghancurkan Dreamies serupa semangat penjajah untuk menaklukkan Indonesia. Pulang dari latihan, Jeno diikuti dua mobil yang ia yakini sebagai orang suruhan mamanya. Jeno menepikan motornya, kemudian dua mobil itu mengikuti.

“Keluar anjing sini,” kata Jeno pada kedua mobil itu. Dia udah gak tahan sama kelakuan mamanya.

“Maaf Tuan Muda, ini perintah Nyonya,” kata salah satu dari empat orang berjas yang keluar dari mobil-mobil itu.

Jeno memijat pangkal hidungnya. “Buat apa sih jing?” tanya Jeno frustrasi.

“Nyonya menyuruh Anda untuk—“

Sebelum pria berjas itu menjelaskan maksud dan tujuannya datang, Jeno sudah lebih dulu mengangguk, membuat keempatnya hanya bisa tertunduk.

“Gak usah ngikutin saya lagi. Bilang sama bos kalian, sekeras apa pun dia berusaha, dia gak bisa menjatuhkan saya,” kata Jeno sambil berjalan ke motornya dan memakai helmnya lagi.

Yo Dream! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang