Koko Vian: Na, ini kafe kamu udah jadi. Mau mulai kapan?
Nggak ada kata yang bisa mendeskripsikan perasaan Nana pagi itu. Matanya yang semula cuma terbuka setengah, sekarang langsung sadar sepenuhnya. Selama Jeno sakit, latihan Dreamies untuk album debut tentu ditiadakan, untuk mengisi waktu luang itu Nana dan Koko Kavi melanjutkan pembangunan kafe yang sempat tertunda. Mereka mengecek proses dekorasi interior, mencari investor, dan mengajak beberapa orang terkenal untuk mengiklankan kafe Nana.
Nana: tiga hari lagi ya, Ko? Aku mau siapin mental dulu
Koko Vian: wkwkwk yoi, santuy aja. Lagian kan yang punyanya lo jadi gue ngikutin lo aja
Hari ini kegiatan Nana juga nggak jauh-jauh dari menjenguk Jeno dan ketemu sama anggota Dreamies yang lain. Pulang sekolah, mereka ke rumah sakit dan makan ayam geprek yang dimasakin Mamanya Jeno. Cowok korban tonjok Jean itu kelihatan hampir pulih, mukanya udah nggak sebengkak dulu dan udah bisa duduk dengan nyaman. Jeno juga kelihatan bahagia karena bisa kumpul dengan Mamanya lagi, harap Nana cuma satu; semoga keluarga sahabatnya itu selalu harmonis.
Tuh kan, gara-gara terlalu fokus sama perkembangan kesehatan Jeno, Nana jadi lupa mau ngasih pengumuman penting buat Dreamies. Momennya tepat sama Mama Jeno yang lagi keluar (mau beli cemilan katanya, fyi Papa Jeno lagi kerja). Dia tiba-tiba berdiri, mengundang perhatian sahabat-sahabatnya.
"Ada apa, Na? Kebelet?" Mark bertanya paling dulu.
"Nggak. Ini ada pengumuman penting."
"Pengumuman apa? UN digeser jadi besok?" Ini Lele yang bertanya.
"Bukan. Kata Ko Vian, kafe urang udah jadi, udah bisa dibuka. Urang rencananya sih mau buka tiga hari lagi, kalian mau dateng kan?" Nana akhirnya angkat bicara.
"WAH ANJIR KEREN. Iyalah, kita-kita pasti dateng!" Seperti biasa, Echan jadi yang paling heboh reaksinya.
"Selamat ya, bro. Impian Kia terwujud. Maneh Kakak yang baik, Kakak yang sempurna." Mark menepuk pundaknya dengan sorot bangga.
Echan naik ke kursi yang biasanya diduduki "TIGA KALI SORAK UNTUK JEVIAN, HIP HIP?"
"HORE."
"HIP HIP?"
"HORE."
"HIP–"
"Punten, A. Jangan kenceng-kenceng ya suaranya, takut mengganggu pasien lain."
Echan yang tadinya berteriak sambil berdiri dan mengangkat kepalan tangannya ke udara langsung duduk diam. Sementara para member Dreamies menahan tawa.
"Pecicilan sih, dimarahin kan sama Bu Suster," kata Injun.
"Kompor mulu si anjir," celetuk Nana.
"Udah ah, udah. Nanti dimarahin suster lagi. Sekarang mah kita rundingin weh ini kafe jadinya mau gimana," lerai Mark.
Mereka berakhir diskusi dadakan, yang mana mencapai mufakat kalau Dreamies setuju jadi staff dadakan kalau dibutuhkan.
"Urang setuju sih kalau part time atau jadi staff dadakan, tapi ada buruhnya kan? Masa iya kerja gak dibayar, nanti maneh melanggar hak asasi manusia," kata Injun yang mendadak jadi cerdas.
"Iya, anjir. Tenang aja sama gue mah. Terjamin lahir-batin."
"Ini soft opening apa langsung grand opening, Na?" Mark bertanya.
"Langsung grand opening sih."
"Ya udah, jadi fiks ya bakal pada dateng. Jangan ngaret, apalagi maneh, Chan."
"Hadeuh, urang lagi, urang lagi. Ini urang diem loh???" Echan angkat suara, membuat teman-temannya menahan tawa.
***
Tepat tiga hari setelah diskusi di itu. Dreamies menghadiri grand opening BungsuNa dalam formasi lengkap, tanpa diduga, banyak juga teman sekolah dan fans mereka yang datang. Acara itu lebih meriah dari yang Nana bayangkan. Sayangnya, cuma bang Jae dan A' Juan yang bisa datang, sementara kak Doy dan kak Tirta sedang ada urusan. Nana nggak masalah, karena yang terpenting buat dia adalah sahabatnya dan keluarga.
"Congrats, bro. Gue mengaku kalah kali ini." Jean tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya, mereka ada di halaman kafe, menatap pada karangan bunga yang berjajar.
"Tumben?" Nana menatap Kakak tirinya itu dengan pandangan tidak percaya.
"Lo berhasil mewujudkan keinginan terakhir Kia, sedangkan gue, boro-boro mewujudkan, punya niat aja kagak. Gue tahu gue kakak yang payah, jadi khusus buat hari ini, gue mengaku kalah."
Buat ukuran seorang Jeandra yang gengsinya setinggi langit, kalimat di atas adalah kalimat yang nggak pernah Nana dengar. Mau waktu mereka masih akur atau bahkan ketika hubungan keduanya jadi buruk kayak sekarang. Nana rasa hari ini adalah salah satu hari bersejarah lainnya.
"Kita udah setuju kalau Kia nggak memihak siapapun. Dia seneng ada di deket gue, juga di deket lo. Jadi, gue rasa kafe ini bakal berisi tentang Kia. Makanan kesukaannya, minuman favoritnya, warna yang dia senangi, semuanya gue bangun berdasarkan kepribadian adik gue. Jadi gue harap, kafe ini vibes-nya kayak Kia. Soalnya gue nggak bisa lihat dia lagi, yang bisa gue lakukan cuma mengenangnya, lewat kafe ini," jelas Nana panjang lebar.
Mata cowok itu berkaca-kaca, bisa saja sudah menangis hebat kalau nggak ada Jean di sana. Kakak tirinya itu memilih diam dan menatap penuh arti pada bangunan kafe yang baru saja rampung beberapa hari lalu. Dia juga bakal melakukan itu; mengenang Kia lewat BungsuNa.
***
Kembalinya Jeno ke rumah menandakan kalau kondisinya sudah cukup fit buat masuk sekolah dan melakukan aktivitas seperti biasa. Hal itu disambut baik oleh sahabat-sahabatnya dan agensi. Pak Damar bahkan memberikannya bingkisan berisi coklat, dengan secarik kertas yang isinya; dia gak tahu Jeno suka apa, jadi coklat aja. Karena kata Jae, si pemuda mata bulan sabit itu suka yang manis-manis.
Kembalinya Jeno juga menandakan kalau kegiatan Dreamies akan dilanjutkan. Entah itu pembahasan lebih lanjut tentang mini album debut mereka atau tentang kostum, pemotretan, dan pencocokan jadwal dengan sekolah (karena mereka masih pelajar).
"ADDOOOHH PUSING." Echan jadi orang pertama yang mengeluh.
"Hakan tah not angka! Lagian berlagak banget mau nerima tawaran agensi buat bikin album." Injun memulai sesi julidnya. (Makan tuh not angka!)
"Ya maneh juga ngapain setuju?!"
"Karena urang udah siap dibikin pusing dan overthinking!"
Echan skakmat. Dia gak suka situasi ini, tapi apa yang dikatakan Injun benar. Kalau membuat album dan debut sebagai band secara resmi adalah hal yang bikin pusing dan nambah bahan overthinking.
Fyi, mereka ini udah dibagiin script lagu yang bakal mereka mainkan. Total ada lima lagu dan Echan sebagai vokalis dibuat pusing dengan not angka yang jarang ia lihat, apalagi keseluruhan lirik lagunya berbahasa Inggris. Makin pusing kepala Echan.
"Dibikin enjoy aja, jangan dijadiin beban. Lama-lama pasti terbiasa kok, kalau ada yang susah bilang urang aja." Si ketua akhirnya angkat suara.
Akhirnya karena cuma Mark yang punya 'ilmu lebih' di dunia permusikan, ketua Dreamies itu memutuskan buat memanggil Jae dan Tirta. Kedua pria itu diminta untuk mengajarkan yang lain soal not angka yang udah kayak rumus matematika. Tirta dan Jae hanya bisa pasrah, semoga mereka dimudahkan oleh Yang Maha Kuasa.
TBC
Catatan:
Kalau chapter ini nggak nyambung, maafkan saya. Ke depannya saya akan berusaha lebih keras-!Saya ke mana saja? Jujur, mencari ide untuk chapter ini. Jadi begitu, cuy. Fyi, cerita ini udah mendekati ending.