Sebetulnya, sekolah Dreamies juga rajin mengadakan pensi setiap tahun, tapi mereka mengadakannya setiap kelulusan kelas 12. Jadi, undangan pensi ini datang dari sekolah negeri yang -setahu Mark, elite. Isinya anak-anak bau duit yang sepatunya bisa seharga uang jajan Mark selama satu bulan, tapi sejauh ini Mark bisa menyimpulkan kalau mereka ini orang ramah yang nggak sombong, apalagi superior. Soalnya selama mereka ngobrol di backstage, para panitia ini penuh senyum dan nada lembut yang khas anak baik-baik.
"Punten, kak. Kak Juna sama kak Rechan-nya udah datang belum ya? Soalnya bentar lagi tampil," kata salah seorang gadis berkuncir kuda yang Mark yakini sebagai seorang panitia.
"Belum, nanti kita coba hubungi lagi, ya," kata Mark, berusaha menenangkan walau dia aja gak tahu kapan Injun sama Echan datang.
"Oke, kalau bisa secepatnya ya, kak." Setelah mengatakan itu, dia pergi menghampiri teman-temannya lagi.
Mark mengetukkan jarinya gusar. Injun dan Echan sudah berangkat dari setengah jam yang lalu, tapi mereka belum muncul juga.
"Ai si Echan sama si Injun kunaon ceunah belum datang wae?" Nana mulai jengkel. (Si Echan sama si Injun kenapa katanya belum datang terus?)
"Gak tahu, udah di PC sama urang tapi gak aktif." Mark menanggapi dengan nada khawatir.
Ini panggung perdana mereka setelah menandatangani kontrak dengan agensi. Kalau panggung ini gagal, bukan hanya Dreamies yang karirnya merosot, agensi mereka juga.
"Ck, kebiasaan pisan." Nana berdecak tak suka, dia meninggalkan Mark yang menatap pada pintu masuk backstage dengan kekesalan yang menumpuk.
Ketua Dreamies itu akhirnya memutuskan untuk menelepon Echan, walau akhirnya tak diangkat. Tapi waktu Mark menelepon Injun, vokalis Dreamies itu mengangkatnya.
"Ha-."
"Mark, sori pisan ieu mah. Kita telat gara-gara ditilang, aduh, malu pisan anjrit. Nanti urang ceritain weh nya, ini urang sama si Injun ngebut da." Yang terdengar malah suara Echan. (Mark, sori banget ini mah)
"Iya, iya. Cepet atuhlah, lima belas menit lagi kita tampil."
"Heeh, ke si Injun cinah make nos nya. Geus heula ah, urang capek gogorowokan." (Iya, nanti si Injun suruh pake NOS ya. Udah dulu ah, gue capek teriak-teriak)
"Tiati."
"Yo."
Telepon penuh kebisingan angin itu ditutup. Mark menghela napas kasar, diam-diam membatin, "si Echan bikin ulah apalagi ya Tuhan."
***
Untungnya, Dreamies tampil dengan sempurna. Echan dan Injun datang di menit-menit terakhir dengan wajah penuh keringat dan napas yang ngos-ngosan. Sekarang mereka ada di backstage lagi, sedang istirahat dan akan tampil lagi di ujung acara nanti.
"Ai maneh kunaon nepi ka telat kitu?" tanya Jeno, nasi kotak -yang diberi panitia-punya dia sudah habis duluan. Jadi Jeno berinisiatif bertanya mewakili teman-temannya. (Lo kenapa kok bisa sampe telat gitu?)
"HAHAHAHAHA ANJIR KOCAK PISAN TADI SIAH." Injun tertawa terbahak-bahak, untung dia tidak tersedak. "Jadi, ya. Kan urang jemput si Echan da motornya dipinjem A' Juan, terus dia juga gak punya ongkos. Ngebut tuh di jalan, da telat kan. Di tengah jalan si Echan ngomong 'Jun, Jun hayu balik deui, di depan ada polisi' ternyata bener anjir! Urang gak sadar."
"TAH, pek teh urang sama si kampret gak pake helm anying! Pantes hulu urang hihiliwiran, Naha asa tiis ieu teh," lanjut Echan sepenuh nafsu. (*)