Jujur, Nana sebenarnya nggak pernah ke pikiran dia bakal 'kabur' dari rumah. Tapi mengingat betapa takutnya dia waktu ngelihat kamar Kia, Nana nggak bisa bertahan lagi ada di rumahnya.
Di hari keempat Kia telah meninggalkan dunia, Nana langsung packing bajunya yang dia masukin ke dalem tas sekolah. Kebetulan, Jean lewat dan pemandangan itu tentu saja mencuri perhatiannya.
"Maneh mau ke mana anjir?!" teriaknya, agak syok.
Nana ini anak baik-baik, meski sering cabut dari kelas, dia gak pernah sekali pun punya riwayat cabut dari rumah. Makanya waktu lihat Adik tirinya itu masukin baju ke dalem tas, Jean agak panik.
"Kabur," balas Nana singkat.
"Serius?!"
"Berisik."
"Serius, Na?!"
"Iya, Jean!"
"Terus gimana kalo Bunda-"
"Ya jangan sampe Bunda tahu. Maneh jangan bocorin ini ke Bunda ya, awas aja. Ku urang sunatan siah!" ancam Nana dengan nada ketus. (Aku sunat loh!)
"Lo sini deh, duduk dulu. Gue mau ngomong sama lo." Akhirnya Jean bisa tenang setelah beberapa kali menghembuskan napas panjang.
"Males," sahut Nana ketus.
"Ini tentang Kia."
Baru deh, bassist Dreamies itu menoleh dengan cepat ke arah Kakak tirinya yang ada di ambang pintu kamar.
"Kia kenapa emangnya?" Ada nada khawatir dan penasaran dalam suara Nana yang wajahnya kelihatan super datar itu.
"Duduk dulu, makanya."
Jean masuk ke kamar Adiknya itu, duduk di tepi kasur dan menepuk space kosong di sampingnya. Nana menurut, kalau bersebelahan begini, mereka baru kelihatan seperti Kakak-Adik betulan.
Jean menyodorkan sebuah buku catatan warna pink yang dia pegang dari tadi.
"Ini diary-nya Kia. Katanya jangan sampe lo tahu soalnya dia malu, belum pernah gue buka," jelasnya.
Nana menatap heran buku itu. Seingatnya, itu adalah hadiah ulang tahun darinya waktu Kia menginjak umur tiga belas tahun. Tapi kenapa buku itu bisa ada di tangan Jean?
"Tapi kenapa-"
"Bukunya bisa ada di gue?" potong Jean, "Lo harus tahu kalo Kia sama gue bukan cuma partner rebutan remote TV, kita juga sering ngobrol sebenernya -cuman emang lo-nya aja yang gak pernah lihat. Kia suka cerita, tapi lo gak boleh tahu soalnya dia takut bikin lo sedih. Katanya, udah cukup dia jadi beban lo, dia gak boleh bikin lo sedih juga," lanjutnya.
"Terus gue saranin buat tulis aja apa yang dia pengen curhatin ke lo di buku diary atau apa kek, in case kalau suatu saat dia udah gak ada, Lo masih bisa baca ceritanya," cerita Jean lagi.
"Lo jahat banget bilang gitu ke dia, tapi makasih udah kasih saran itu. Gue bakal baca bukunya nanti."
Nana rasanya mau nangis, tapi karena ada Jean jadi air mata itu tertahan di pelupuk matanya.
"Terus lo jadi kabur?"
"Jadi."
"Kenapa? Lo gak takut Bunda nyariin?"
"Gue takut, Je. Setiap sudut rumah ini ngingetin gue sama Kia, gue gak tahu gue sanggup atau nggak buat ngelupain kejadian itu." Akhirnya Nana curhat juga. Meski agak ketus, ada nada sedih terselip di sana.