18. Overthinting

688 111 0
                                    

     Bohong kalau besoknya Injun nggak ke pikiran sama perceraian kedua orang tuanya. Kayak yang Mark bilang, nggak ada yang baik-baik aja dari perceraian dan Injun juga gitu. Walau selama yang Mark pantau, Injun kelihatan nggak aneh, masih bacot dan menyebalkan seperti biasa.

“Chan, Chan, cecan arah jam tiga,” bisik Injun pada Echan yang sedang main game di sebelahnya.

Echan menoleh, tapi Injun malah menggeplak kepala belakangnya.

“Jam tiga goblok, itu mah jam sembilan.”

Echan memutar kepalanya ke arah yang benar, langsung melotot waktu orang berambut panjang—yang Injun bilang cewek cantik—itu menoleh.

“ANYING RENANDRA DIEU SIAH,” teriak Echan sambil mengejar Injun yang sudah berlari lebih dulu.
(ANYING RENANDRA SINI LO)

Itu tadi bapak-bapak berambut panjang, bukan cewek cantik seperti yang Injun bilang. Sisanya malah menertawakan, tanpa mau membantu Injun yang kepalanya udah ada di ketiak Echan.

“ECHAN BAUUUU,” protes Injun.

Yeuh, bau yeuh.” (Nih, bau nih)

Echan dengan sengaja memberinya ketiak, biar Injun mencium semerbak bau dari ketiak Echan.

“MARK *TULUNG URANG MARK.” Injun akhirnya meminta bantuan.
(*Tolong)

Hakan tah kelek si Echan.” Bukannya membantu, Mark malah ikut mengolok-olok. (Makan tuh kelek si Echan)

“SOLIMI SIAH, JI BANTU URANG JI, *BURU! BAU BANGKE SEDANG MENGINVASI.”
(*buru = cepet)

“Jindra nggak ikut campur ya, A.”

Injun akhirnya pasrah diberi ketiak Echan yang baunya semerbak, macam bunga bangke.

“BANGKE KALYAN SEMUAH.”

***

     Di dalam ruangan Ibu Echan ada Mark, Jeno dan Nana. Mereka bakal giliran menjenguk, walau Injun udah ditawarin sama Mark, dia lebih memilih terakhiran. Bukannya menunggu di depan ruangan kayak yang lain, Injun malah pergi ke taman rumah sakit, ada banyak orang lalu lalang, yang pake kursi roda, yang bawa infus, yang sehat-sehat aja, ada juga yang mukanya frustrasi kayak Injun sekarang.

Dia duduk di bangku taman, nggak ngapa-ngapain, cuman tarik dan buang napas. Lalu tiba-tiba ada tangan yang menyodorkan botol minuman bersoda.

“Di sini nggak ada jus mangga dan urang tahu maneh nggak suka kopi,” katanya, lalu duduk di samping Injun.

Injun menerima, lalu meneguk isinya.

“Ada apa sih? Kok kayaknya ada sesuatu tapi urang nggak tahu, gitu,” kata Echan.

Injun menggeleng, “Gak ada apa-apa.”

“Ck, gak mempan bohong sama urang,” sahut Echan cepat, ia kemudian meneguk minuman miliknya.

“Chan—“

“Kalo maneh nggak cerita, urang ngerasa gak berguna banget jadi temen. Maneh tahu, urang di sini buat nemenin maneh di saat kayak gini,” potong Echan, ia menatap Injun dengan tampang serius.

“Tapi kalo urang cerita nanti malah nambah beban, urang cukup jadi beban negara aja, jangan jadi beban maneh juga.”

“Siapa sih anjir yang nganggap maneh beban?” tanya Echan agak kesal.

Yo Dream! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang