Debaran Makan Malam (Part 2)

25 2 0
                                    

Aku terus mensugesti diri untuk bersikap biasa saja. Tapi tetap saja pikiran-pikiran itu berputar di otakku. Mengapa Dana kembali lagi setelah empat tahun berlalu? Apa dia menyesal dan ingin mengajakku balikan? Tapi kenapa harus aku? Kenapa secepat ini? Kenapa hanya butuh waktu tiga hari? Jawaban apa yang harus kukatakan jika dia benar-benar mengajakku balikan? Segala pertanyaan itu terus berputar di otakku dan aku tidak dapat mengontrolnya.

Dana mengajakku makan malam pukul tujuh. Tapi aku sudah berdandan dari pukul lima. Yang kemudian harus kuhapus karena berwudhu untuk melaksanakan sholat maghrib. Makeup ku memang tidak waterproof. Usai sholat maghrib, aku kembali memoles makeup minimalis agar terlihat glowing natural. Aku ingin membuat Dana menyesal sudah mencampakkanku dulunya.

Pukul tujuh lebih sepuluh menit, suara motor laki terdengar berhenti di depan rumahku. Benar saja, itu suara motor yang dikendarai Dana. Aku mengintip dari jendela. Dana terlihat makin berisi dibanding empat tahun lalu saat kami terakhir bertemu. Ia juga terlihat makin gagah saat turun dari motor Yamaha XSR 155 nya. Jaman dulu dia cuma pake motor beat. Ganteng doank jemput cewe pake beat.

Tok tok tok...

“Assalamualaikum” suara berat Dana terdengar hingga ke ruang tamu tempatku menunggunya sejak pukul enam sore tadi. Aku membuka pagar dan mempersilahkan Dana masuk. Suasana jadi canggung seketika. Basa-basi, aku menyuruhnya duduk di ruang tamu dan menawarkan minuman. Namun ia menolak. “Nggak usah minum, Ndis. Kita langsung makan dulu aja, ya. Aku udah laper”

Aku berjalan mengekor dibelakang Dana. Ia memakai kembali helmnya dengan gerakan slow motion dalam pandanganku. Dana belum kehilangan pesona flamboyannya. Bahkan hanya memakai helm pun dia terlihat sangat keren.

“Ndis,” sahutnya menyadarkanku dari lamunan. “Helm.”

“Hah? Apa?” tanyaku gelagapan.

“Helm, Ndis. Kamu nggak pake helm. Mau sodakoh ke polisi?”

Aku terkekeh salah tingkah. Segera aku berlari kedalam rumah mengambil helmku. Sesampainya di depan, Dana bergerak ke depanku. Wajahnya mendekat tepat ke wajahku. Tunggu... Aku belum siap dicium!

The Baker (Life isn't always as sweet as a cake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang