Tart Rasa Oppa (Part 3)

36 3 0
                                    

Hari sudah sore ketika aku pulang dari mengantar kue. Ku katakan pada ibuku bahwa aku sedang kurang enak badan. Jadi aku mengurung diri dalam kamar sambil mendekap setoples besar keripik singkong. Lebih baik ku fokuskan saja konsentrasiku pada si tampan Ji Pyong. Tapi pada kenyataannya, konsentrasiku buyar. Ingatanku kembali pada masa itu, dimana aku masih bersamanya.

***

Nama aslinya Dana, tapi ia mendapat nama panggilan Flamboyan. Nama yang disematkan ketika sama-sama mengikuti UKM kesenian di kampus dulu. Dia juga orang yang pernah mengisi hatiku selama tiga tahun pertamaku kuliah. Sebenarnya dia kakak tingkat setahun diatasku, tapi kami mengikuti penerimaan anggota baru UKM Kesenian di tahun yang sama.

Sesuai nama panggilannya, ia memang seorang pria yang flamboyan. Sangat mudah baginya memikat hati wanita, termasuk hatiku. Banyak teman perempuanku yang naksir padanya karena dia amat baik dan perhatian hampir ke semua orang. Mulai dari mentraktir makan siang, mengantar jemput, hingga yang membuat para perempuan meleleh, dia tak segan membeli pembalut dan kiranti saat ada teman perempuannya yang mengalami nyeri datang bulan dadakan. Tapi entah kenapa pada akhirnya dia memilihku sebagai kekasihnya.

Pada akhirnya kami pacaran saat resmi menjadi anggota UKM. Aku masih berstatus mahasiswa baru dan dia mahasiswa semester tiga. Kami menjalani semua program kerja bersama-sama selama tiga tahun. Tiga tahun bersamanya adalah masa-masa yang indah, meski selama itu aku juga sering makan hati karena banyak sekali perempuan yang ada didekatnya. Hingga akhirnya dia memutuskanku secara sepihak dengan alasan ingin fokus mengerjakan skripsi.

“Aku sudah semester delapan sekarang,” katanya saat itu. “Teman-temanku sudah banyak yang lulus. Aku harus mengejar ketertinggalan. Maafkan aku, Dandelion”

Aku patah hati. Saking sakitnya, aku bahkan tak berani menampakkan diri ke sekrerariat UKM, karena terlalu banyak kenangan bersamanya disana. Selalu terbayang saat-saat kami latihan teater bersama. Saat ia membacakan puisi diatas panggung yang kemudian di elu-elukan para wanita. Saat ia menungguku di back stage ketika sedang tampil dengan bandku. Kini semua hanya tinggal kenangan.

The Baker (Life isn't always as sweet as a cake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang