Coklat Untuk Tita (Part 4)

44 4 0
                                    

PRYANG!!!!

Suara kaca jatuh tiba-tiba mengagetkan kami. Yang terpikir pertama kali olehku adalah Bayu! Bayu tidak ada di tempat! Tita segera berlari ke arah sumber suara di dapur dan mendapati Baju belepotan coklat di wajah, tangan dan bajunya.

“Astaga, Bayu! Kamu ngapain?!” teriak Tita kaget.

“Aku mau bikin ini loh, ma” jawab Bayu tanpa dosa. Kulihat kelima kotak dessert box berpindah ke loyang kaca besar yang sekarang sudah hancur berkeping-keping. Tita tak dapat menahan amarahnya.

“Kamu itu kenapa mesti bikin ulah, sih?! Hah?! Ini makanan bukan mainan! Kenapa diacak-acak?!” seru Tita sambil memukul Bayu yang mulai menangis.

“Maaf, ma, maaf. Bayu mau bikin kue, ma...”

“Itu kue mama! Oleh-oleh dari tante! Kenapa kamu rusak semua!”

“Maaf, ma... Maaf...”

“Mulai sekarang jangan pegang-pegang barang mama lagi! Jangan pegang kue mama! Mama gak mau beliin kamu coklat lagi kalo dibuat mainan kayak gini!”

Bayu menangis makin keras seiring pukulan dari Tita yang belum berhenti. Bocah itu lalu berlari ke arahku, meminta pertolongan. Ia bersembunyi dibalik tubuhku.

“Ta... Udah, ya?” ujarku pelan berusaha menenangkan keduanya. Tita terlihat memegang dahinya. Ekspresi wajahnya bercampur antara kaget, marah, juga menyesal.

Sorry, Ndis. Aku gak bisa ngontrol emosiku. Aku paling nggak suka kalau dia ngacak-ngacak makanan. Aku berkali-kali bilang jangan acak-acak makanan. Kondisi financialku kacau. Belum tentu besok kami bisa makan. Tapi ini dia malah....” Tita tak dapat menyelesaikan kata-katanya.

Aku hanya bisa memeluk Bayu yang masih menangis. Dihadapanku, Tita terduduk dan menangis juga. Melihat ibunya menangis, Bayu melepaskan pelukanku dan berjalan ke arah ibunya. “Maafin Bayu, ya, Ma. Besok Bayu beliin mama kue coklat lagi, ya.”

Tita terisak sambil memeluk putra semata wayangnya. “Bayu kenapa ngacak-ngacak makanan sih, nak? Sekarang semua kuenya hancur nggak ada yang bisa dimakan.”

“Bayu Cuma mau bikinin mama kue kayak papa, Ma. Kan Mama sama papa dulu suka taruh kue disini” kata bocah kecil itu sambil menunjuk loyang kaca yang pecah. “Sekarang kan Papa udah nggak ada. Makanya Bayu mau bikin kue coklat buat mama. Papa bilang, Bayu harus jagain mama kalo papa pergi. Bayu harus bahagiain mama. Kan, mama bilang mama bahagia kalo makan kue coklat. Besok kalo Bayu sudah besar, Bayu beliin mama kue coklat yang banyak, ya”

Tangis Tita makin keras mendengar penjelasan Bayu. Akupun tak dapat menahan air mataku. Anak sekecil itu, sudah bisa peka dengan keadaan ibunya. Sudah memiliki pemikiran untuk membahagiakan ibunya meski hanya dengan seloyang kue coklat.

“Anakmu luar biasa, Ta,” ujarku pelan sambil memeluk Tita yang makin terisak. “Kamu berhasil mendidiknya jadi pria sejati yang bisa membahagiakan ibunya. Hebat, Ta.”

The Baker (Life isn't always as sweet as a cake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang