Pesanan Paling Jauh (Part 3)

29 2 0
                                    

"Assalamualai....."

Kriet....

Belum selesai aku mengucap salam, pintu rumah terbuka.

"Wa alaikum salam," sahut pemilik suara. "Maaf lama bukanya, kak, tadi masih sholat. Ayo masuk dulu."

Aku melangkah menuju ruang tamu yang luas dengan kursi berukiran kayu yang terlihat megah. Deretan lukisan di dinding serta hiasan kepala rusa menambah suasana maskulin. Berbanding terbalik dengan gadis yang membukakan pintu tadi, terlihat amat feminin dengan rambut panjang dan daster selutut. Gadis berwajah imut itu sepertinya masih belia, mungkin masih SMA.

"Susah ya cari rumahnya, kak?" tanyanya sambil mempersilahkanku duduk.

"Lumayan. Jalannya horor. Hehehe." Jawabku malu-malu.

"Iya, kak. Makanya aku sering kesulitan kalau pesan online. Kurirnya sering gak nyampe. Ujung-ujungnya cancel atau aku harus ke kantornya buat ambil sendiri."

"Ya mau nyampe gimana, dek. Sinyal aja tiba-tiba hilang. Nggak bisa telfon nanya rute."

"Ah ya ampun, iya kak! Disini hanya bisa menggunakan sinyal dari kartu simerah. Selain itu pasti nggak dapet sinyal. Nomer kakak pake sikuning, kan, ya?"

"Oh, pantes. Aku pikir tadi sinyalku hilang karena masuk ke dunia lain."

Gadis belia di depanku tertawa pelan. "Oh iya, kakak mau minum apa?"

Aku menggeleng, "nggak usah, dek, saya mau numpang sholat aja"

Gadis itu lalu mengantarku keluar rumah, menuju sebuah surau kecil di belakang rumahnya. Luar biasa, rumah ini seperti villa yang megah. Bahkan musholla saja ada bangunan sendiri di luar bangunan utama. Dari situ juga aku tau bahwa di belakang rumah utama ada beberapa deretan rumah dengan ukuran kecil seperti rumah pekerja.

Aku segera mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat maghrib, mumpung masih sempat. Seusai sholat, gadis itu tak terlihat lagi. Mungkin sudah kembali ke rumah utama. Baiknya aku juga segera berpamitan.

"Makan dulu, kak"

Astaga! Tiba-tiba gadis itu ada di belakangku!

"Dek, Yaa Allah, kamu ngagetin aja!" seruku kaget.

"Makan dulu sebelum pulang, kak" ajaknya lagi.

"Nggak usah, dek, makasih. Kakak langsung pulang aja, ya"

"Kalau gitu minum dulu tehnya, kak"

"Waduh, dek, jadi ngerepotin."

Karena sudah dibuatkan makan dan teh, aku tak enak jika menolak keduanya. Maka aku mengekor di belakangnya, kembali ke ruang tamu rumah utama. Baiknya aku segera minum tehnya dan bergegas pulang.

The Baker (Life isn't always as sweet as a cake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang