Episode 1

1.2K 210 19
                                    

Selamat malam teman-teman, apa kabarnya? Aku harap kalian selalu baik-baik saja dan tentunya selalu bahagia. Selamat datang di episode pertama dengan cerita versi baru, aku harap kalian suka dan dengan senang hati akan membacanya sampai selesai. Akhirnya setelah berbulan-bulan merevisi dan ganti alur selesai juga dan bisa up malem ini. Yosh.

Kalian bisa ramaikan dengan spam emot tengkoran atau kata yosh sebagai tanda antusias kalian.

Bisa absen dulu gak nih, dari mana aja dan baca jam berapa?

Bisa baca cerita ini jalur apa sih kalau boleh tahu?

Siapkan buat baca dan komen di setiap paragraf?

Ok, kalau siap yu, gas!

Oh iya, jangan diskip ya hanya karena alur berubah secara signifikan di episode 3, karena ada yang direvisi dan ditambahin.

Gimana, udah siap buat nebak semua misteri di dalamnya?

Kukira semuanya akan tetap sama seperti hari biasanya, aku dengan duniaku, mereka dengan dunia yang diciptakannya masing-masing seperti: keeksistensiannya, kesepian, kesakitan, luka dan kebahagiaannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kukira semuanya akan tetap sama seperti hari biasanya, aku dengan duniaku, mereka dengan dunia yang diciptakannya masing-masing seperti: keeksistensiannya, kesepian, kesakitan, luka dan kebahagiaannya. Lalu... pada akhirnya hari yang mengubah segalanya tiba.

~Ailin Wajdi~

Ke mana pun berlari, aku hanya akan menemukan tempat yang dipenuhi oleh warna kematian, begitu hitam pekat yang bersanding dengan darah berpaluh. Menelusuk, mengubrak-abrik roma hidung sehingga membuat perut terasa begitu mual. Seolah-olah dipaksa untuk mengeluarkan seluruh isinya. Menjadikan kepala berpendar. Tak ada jalan untuk pulang dan waktu berjalan amat lambat, seolah-olah berkonspirasi untuk membuatku terus dipalu ketakutan, dibui keresahan.

Tuhan, jangan biarkan hamba bebal ini mati sekarang seperti teman-teman yang telah dahulu terbunuh secara brutal. Sungguh aku masih ingin hidup untuk melewati masa-masa bersama orang tua, teman-teman dari kelas lain dan tentunya untuk memperbaiki serta mengubah banyak hal. Meraih impian. Memperbaiki hubungan.

Tak ada lagi bunga matahari yang bersyair dan bernyanyi bersama kelembutan serta kehangatannya, selain daun yang berembun. Seketika aku berhenti, membulatkan mata dengan sempurna, nyaris keluar.

Jantungku semakin bergemuruh, bertambah riuh. Kengerian yang sedari tadi memenuhi darah mendesak-desak, mengalir deras dan lebih cepat ke kepala hingga mendidih di sana. Kutelan saliva seiring menelusuri setiap sudut bangunan sekolah, mencari keberadaan roh kesepian yang tengah bersenandung lagu menyedihkan itu.

Tak ada lagi angin yang berbisik melalui daun jendela, selain tangisan gagak. Tak ada lagi warna jingga, selain hitam. Suaranya di lorong perpustakaan dan mulai mendekat, maka melanjutkan langkah adalah hal tepat. Ah tidak, suaranya sekarang berpindah dari arah yang akan kutuju. Tak ada lagi rembulan dan bintang yang mendengarkan kisah tak berjudul, selain kunang-kunang yang terbang semakin jauh dan malam yang merana. Tiba-tiba suaranya terdengar dari arah koperasi, maka refleks kuhadap kiri.

Tahun Kabisat (New Version) -End-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang