Episode 30

75 20 6
                                    

Seluruh siswa kelas XI Bahasa-5 kecuali Ailin, Jovan, Arius, Aldov, Alsa, Nadila, dan Prisilla, telah tiba di rumah Zalova Ray yang seperti sebuah istana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seluruh siswa kelas XI Bahasa-5 kecuali Ailin, Jovan, Arius, Aldov, Alsa, Nadila, dan Prisilla, telah tiba di rumah Zalova Ray yang seperti sebuah istana. Begitu besar dan megah meski sudah ditinggal puluhan tahun serta tak lagi terawat. Mereka yang kini mengenakan baju berwarna hitam seraya membawa lilin merah, yakin bahwa dahulunya rumah berarsitektur Eropa ini sangatlah nyaman, hangat, penuh kebahagian, cinta dan kasih sayang.

Terlihat sebagian dari mereka menyalakan lilin-lilin yang digunakan sebagai penerangan, sebagian lagi berbenah-benah agar nyaman saat menggelar ritual, dan sebagian lagi menyiapkan perlengkapan dan semacamnya.

"Aku takut,'' ucap Ara sambil memegang erat-erat lilin hingga patah. 

Terlihat tubuhnya bergemetar hebat, keringat dingin keluar begitu deras sama halnya dengan teman-temannya. Terlebih suasana di dalam rumah ini sungguh mencekam, terasa begitu dingin dan mengerikan. Seluruh buluk kuduk mereka meremang, belum lagi rumah ini banyak ramat dan kotor, serta bergenangan air.

Cricit ... cricit ... cricit ... tikus berlarian ke sana kemari dengan jumlah yang lumayan banyak dan terlihat kelalawar-kelalawar bergantungan, begitu pun dengan laba-laba yang tengah membuat jaring, lalu salah satunya punggung laba-laba bermata manusia dengan warna merah menyala sehingga sebagian siswa kelas bahasa-5 menjerit-jerit ketakutan.

"Tenang, jangan takut!'' ucap Nyai Sarah seorang paranormal yang akan memimpin ritual pengusiran iblis.

Seketika mereka berhenti menjerit-jerit sambil menelan ludah dan mengelap keringat. Terlihat Vanya tertegun dalam afsun melihat sebuah lukisan yang terpasang di dinding. Lukisan itu memiliki atmosfer yang begitu kuat sehingga membuat Vanya tak bisa berpaling. Indah dan menawannya seorang perempuan yang ada di dalam lukisan tersebut, kecantikannya seperti dewi Venus yang tercipta dari pengebirian raja langit. Dia begitu magik, gaib, dan penuh kesucian, pikirnya seraya menyemburatkan senyuman.

Betulkan seorang malaikat itu telah menjadi iblis? Bagaimana bisa kesejukan hatinya menjadi api? Matanya yang seperti lautan menjadi panah kematian? Dan tangannya yang melahirkan melodi menjadi melahirkan jeritan-jeritan kesakitan? Pikirnya lagi yang belum mengalihkan pandangan dari lukisan Ray yang tengah tersenyum seraya memegang setangkai bunga matahari, mengenakan dress rancangan Christian Dior yang terkesan sederhana namun tetap glamor.

Tak lama dari itu, lukisan tersebut mengeluarkan cairan berwarna merah darah dari matanya membuat Vanya kaget setengah mati dan berteriak sekencang-kencangnya.

"Vanya, ada apa?'' tanya Ara panik bukan main sambil memegang bahunya yang kini tengah menunduk seraya menutup mata dengan kedua telapak tangan.

Vanya melepaskan kedua tangannya dengan napas terengah-engah. "Aku liat lukisannya ngeluarin darah, Ra.''

"Hah? Serius?'' tanya Ara semakin takut.

"Iya.''

"Tolong letakkan semua hal kesukaan Zalova Ray!'' pinta Nyai Sarah kepada mereka.

Tahun Kabisat (New Version) -End-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang