Episode 47 🔞

105 21 6
                                    

Selamat malam teman-teman, apa kabarnya? Aku harap kalian selalu baik-baik saja.

Sudah sejauh ini bagaimana kesannya saat membaca ceritaku? 

Aku sangat berharap kalian sangat menyukainya, lalu meninggalkan jejak berupa vote dan komen.

Aku sangat berharap kalian sangat menyukainya, lalu meninggalkan jejak berupa vote dan komen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"

"Dengan senang hati, Ray!'' tutur Nadila yang belum memupuskan senyumannya.

"Baiklah, sepenuhnya pengeksekusian untuk kematian mereka Ray serahkan kepada Nadila.''

"Apa-apaan ini Dila?''

"Sejak awal Dila selalu muak sama semua siswa kelas XI Bahasa-5 yang individualis, apatis, gak pernah mau ngehargain orang lain, suka ngebully tanpa memikirkan perasaan dan rasa sakit orang lain.''

"Kita memang salah, maka dari itu kita harus perbaiki semuanya bukan malah menambah permasalahan dan kebencian," bujuk Vanya.

"Iya La, kita perbaiki semuanya,'' ujar Alsa mencoba memberi pengertian.

"Ingat Dila, penyesalan itu menakutkan,'' tutur Prisilla. "Kita teman dan sudah seharusnya kita bisa kerja sama. Kita mulai yang baru Dila.''

"Nggak!'' tegas Nadila yang kemudian mata sebelah kirinya berubah menjadi warna merah.

Jika boneka iblis sebelumnya dikendalikan tanpa sebuah kesadaran, maka kali ini Nadila sebagai boneka iblis yang berbeda. Ia tetap memiliki kesadaran dan apa yang akan dilakukannya berasal dari jiwanya. Dari kesakitan-kesakitan serta kebenciannya selama ini terhadap semua siswa kelas XI Bahasa-5.

Mereka pun menatap Ray tajam-tajam dengan penuh kebencian sehingga tak hentinya dalam hati mengutuk-ngutuk.

Rasa takut dan kengerian menyusup kembali ke setiap pori-pori kulit mereka, mengalir deras di pembuluh darah dan mendidih di ubun-ubun. Mereka tak bisa membayangkan seperti apa kematian menghampiri dan memeluk. Namun yang pasti, suatu kematian yang sangat menyeramkan dan menyedihkan.

Mereka ingin lari, tetapi tak bisa. Sebab, ke mana pun mereka berlari hanya akan menemukan tempat yang sama, yaitu lembah kematian.

Terlihat Arius memegang kepalanya yang terasa mau pecah, memikirkan cara untuk lolos, meski ia tahu tak akan ada kebebasan untuknya dan teman-temannya. Harus bagaimana ini, Tuhan? Tanyanya dalam hati resah, panik, dan takut bukan main.

"Ray, gimana kalau kita bermain catur lagi kayak tadi?'' saran Jovan merasa tak ada pilihan lagi selain hal tersebut, setidaknya ia bisa mengulur-ulur waktu hingga fajar tiba. "Bukankah permainanku lumayan? Aku mau tahu seberapa jagonya kamu.''

"Tidak Jo, Ray sudah tak ingin bermain-main lebih lama lagi. Ray ... mau kalian mati sekarang juga!"

Lantas ia menyuruh Nadila untuk membunuh mereka. Terlihat Nadila pun mengeluarkan benang merah di tangannya yang kemudian melilit tubuh Misbah. Perlahan-lahan benang tersebut menjadi sangat tajam dan menggores kulit Misbah sehingga berdarah. Terlihat kedua tangan dan kakinya hampir putus. Rasa sakit pun menjalar bersama rasa perih yang tak terkira, terlebih benang itu juga melilit lehernya dan ia hanya bisa meringis seraya terisak, menahan sakit dan meminta ampun.

Tahun Kabisat (New Version) -End-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang