Episode 41 🔞

82 21 3
                                    

Hai teman-teman, gimana kabarnya? Semoga sehat selalu dan senantiasa bahagia.

Jangan lupa vote dan komen ya. 

Ya, yang membunuh Elva adalah Nadila karena ia sangat-sangat membencinya, begitupula kepada Audri dan Lisi sebab telah merusak boneka sang ayah yang baginya adalah karya terindah dan terbaik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ya, yang membunuh Elva adalah Nadila karena ia sangat-sangat membencinya, begitupula kepada Audri dan Lisi sebab telah merusak boneka sang ayah yang baginya adalah karya terindah dan terbaik. Sebuah karya yang harus dihargai dan disayangi. Ia juga benci mereka karena telah memperlakukan dirinya dan orang lain dengan buruk, maka baginya mereka pantas mati. Dan ia selalu menunggu waktu ini, waktu puncak permainan tergelar agar dapat membunuh Lisi dan Audri tanpa takut harus menanggung beberapa hal dari apa yang telah diperbuat. Takut dibenci oleh orang lain sebagai kriminal terutama oleh ibu dan ayahnya. Takut ketahuan ketika sedang membunuh meski mendapatkan kepuasan. Selain itu terlalu rumit dan merepotkan, harus memikirkan dan mempersiapkan banyak hal sematang mungkin agar tak ketahuan.

Pusingnya cara memikirkan untuk memasukkan campuran flunitrazepam ke dalam air atau suatu hal yang bisa diminum oleh keluarga Elva. Ia pun mencari informasi mengenai kebiasaan keluarganya, apakah suka makan di luar di waktu-waktu tertentu? Apakah suka memesan makanan secara online? Dan ketika ia membuka instagram milik Elva, ternyata hampir setiap malam mereka suka memesan pizza beserta minuman untuk satu keluarga karena ibunya sangat menyukai makanan tersebut. 

Nadila pun memanfaatkannya dan ketika kurir mengantarkan pizza dan minuman ia telah mengenakan topeng yang telah dibuatnya dari silikon yang sangat menyerupai wajah Elva untuk mengecoh kurirnya jika polisi menanyai siapa penerimanya. Lalu ia dengan segera memasukkan cairan flunitrazepam dengan penuh kehati-hatian dan memastikan tak meninggalkan jejak sidik jari ataupun hal lain. Sehabis itu ia dengan segera menyimpan di depan pintu, mengetuk, lalu bersembunyi. Setelah memastikan orang tuanya beserta asisten dan tukang kebunnya tak sadarkan diri, ia pun masuk ke dalam dan menyeret kedua orang tua beserta asisten rumah tangga dan tukang kebunnya ke dalam kamar, seolah-olah mereka telah tertidur lelap.

Lantas  dengan segera keluar, menanti Elva pulang dari rumah Audri dan ia pulang sekitaran jam 11 malaman, berkisar satu jam dari dirinya setelah memindahkan mereka. Sementara ia bersembunyi di gudang belakang rumah dan setelah Elva menyalakan lampu kamarnya, ia dengan segera bersiap-siap untuk melancarkan aksinya.

Saat ia memerhatikan kamar Elva, jendelanya masih terbuka dan ketika itulah Elva dengan wajah ketakutan menampakkan diri lantas ia dengan segera bergegas ke pintu utama, dan seakan semesta memihak pintunya tak dikunci oleh Elva. Maka, aksi pembunuhan pun dimulai dan sehabis dari sekolah dan menghabisi nyawanya, ia kembali ke rumah Elva untuk memastikan tak ada sedikit pun yang tertinggal di sana, yang bisa saja menjadikannya seketika tersangka. Setelah semua aman, ia pun segera bergegas pulang dan selanjutnya memikirkan cara untuk membunuh Audri dan Lisi, namun seketika ia teringat tentang permainan iblis dan ia berencana akan membunuhnya di puncak permainan yang selalu disebut kutukan tahun kabisat itu seperti sekarang kepada Lisi yang tengah disayat-sayat wajah cantik nan memesonanya.

"Apa yang buat Lisi dan sahabat Lisi angkuh, suka ngerendahin sama ngeremehin orang lain? Dila mau ngancurin itu semua. Wajah ini ?''

Sekali lagi Nadila yang sudah memaku kedua tangan dan kaki Lisi di tembok menyayat wajahnya penuh dengan hasrat dan kepuasan.

"Atau semua tubuh Lisi?'' Nadila menelusuri setiap inci tubuh Lisi dengan pisau, lalu ia sayat kembali wajahnya berulang-ulang.

"Aku mohon hentiin La, sakit,'' jerit Lisi tak kuat lagi menahan sakit yang terus mendera bersama rasa perih yang tak terkira.

"Sakit?'' tanya Nadila seraya mengerutkan dahi. "Lebih sakit mana heuh, nggak dihargai karya orang tuanya, dibully secara fisik dan verbal. Sakit mana dari ini semua?'' teriak Nadila seraya menusuk mata kirinya dengan keras sehingga jeritan keluar dari mulut Lisi lebih keras lagi. Darah tak hentinya berhenti, begitupula dengan air mata.

"Maafin aku!''

"Maafin, Lisi bilang? Nggak ada maaf buat orang kayak Lisi.'' Nadila kembali menyayat wajah Lisi sehingga jeritan kembali terdengar, lantas ia membakar tubuhnya penuh kepuasan dan kini isak tangisan dan jeritan Lisi terdengar seperti lantunan paganini caprice yang selalu didengarnya setiap malam sebelum tidur.

"Semuanya, nggak ada yang terlambat buat berteman dengan bener-bener. Maka dari itu, mari kita berjuang bersama buat bertahan sampai akhir, agar kita kembali dan memulai awal yang baru, " tutur Ailin sambil menangis dengan deras.

Sementara itu temannya yang lain tengah berusaha membuat Orion, Aldov, Alsa, untuk mengaku bahwa dirinya adalah roh kesepian dan harus segera menyelesaikan permainan ini dan sebagian lagi berusaha membunuh boneka iblis, keadaan pun menjadi semakin kacau.

"Aku mohon teman-teman, kita udah sejauh ini. Jangan biarin usaha kita sia-sia!'' Ailin menghela napas dan ia sangat-sangat berharap bahwa teman-temannya akan mendengarkannya dan mereka mampu bertahan sampai akhir. "Dan maafin aku!" Ailin mematikan microfondnya dan beranjak keluar dari ruangan tersebut.

Saat ia dan Danista kembali, betapa kagetnya bukan main karena semua teman-temannya sudah terbunuh. 

Terlihat Ailin menatap semua mayat teman-temannya penuh sesal, semuanya tak bisa dikendalikan dan sangat kacau. Semua hal yang sudah direncanakan benar-benar berantakan dan tak pernah terealisasikan. Ia benci hal ini, ia benci dirinya karena tak bisa menyelamatkan teman-temannya dan menyelesaikan permainannya, dan jelas maka di tahun kabisat berikutnya kutukan ini bakal kembali tergelar. Bagaimana ini? pikirnya yang sekarang benar-benar pasrah tersebab merasa tak ada jalan lain lagi selain mati seperti yang lain. 

Tak ... tak ... tak ... terdengar ada suara seseorang menuruni anak tangga bangunan kelas Bahasa, lalu tak lama terlihatlah seorang perempuan yang tak begitu asing dengan seiring angin menyapa dengan kencang dan waktu seolah berhenti berdenting, sangat dingin dan hening. Semua siswa yang masih tersisa tertegun diam memerhatikan direktur.

"Direktur?'' 

"Direktur?'' 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tahun Kabisat (New Version) -End-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang