Episode 3

296 50 5
                                    

Masih bisa buat lanjut? 

Yuk, kita lanjut,

komen setiap paragraf ya dan jangan lupa vote sama sharenya.

Manusia pada dasarnya selalu berada dalam penjara dan tak pernah memiliki jaminan kebebasan, segalanya adalah aturan, hukuman, dan bahkan kutukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Manusia pada dasarnya selalu berada dalam penjara dan tak pernah memiliki jaminan kebebasan, segalanya adalah aturan, hukuman, dan bahkan kutukan.

~Arius~

Jam pelajaran pertama kini tengah berlangsung dan terlihat Arius tak hentinya memerhatikan buku tanpa pengarang serta judul di atas meja Ailin itu sambil mengingat-ingat kapan dirinya melihat dan membacanya?

Ya, meski kepalanya jangar sedari tadi ia tetap berusaha karena merasa bahwa buku itu memiliki hubungan yang erat dengan mimpi buruknya, bekas cakaran dan lebam-lebam di tubuhnya, dengan tanda di dada kirinya, dan dengan kutukan tahun kabisat.

Airus pun membeliakkan mata sambil memegang dada kirinya, kini ia teringat kapan dan di mana membaca buku itu. Semua isi dari buku itu mulai dari prolog sampai epilog terangkai dengan baik di dalam otaknya.

Lantas, ia beranjak dan meminta izin kepada guru untuk pergi ke toilet karena ingin menenangkan diri dan mencoba untuk menerima kenyataan pahit yang menghantamnya saat ini.

Tak sampai lima menit, ia sampai dan langsung membuka pintu toilet serta memasukinya. Ketika itulah ia mendengar suara air menetes dari kran begitu jelas,  clak ... clak ... calak ... sebab lenggang, tak ada siapapun selain dirinya. Entah ke mana siswa yang lain? Mungkin sibuk mencuri-curi untuk bermain android. Sibuk berbisik-bisik menggosipkan orang lain. Membicarakan idol dari Negeri Ginseng, oppa-oppa. Berpusing-pusing menyelesaikan perkara algoritma dan semacamnya. Memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan lagu paling indah atau bahkan menyebalkan. Mengingat-ingat kata perkata yang telah lampau dicatat dan dibaca untuk ditulis kembali dalam bentuk jawaban dan sebagainya.

Arius membasuh wajah yang lantas ditatap dengan lekat-lekat di dalam cermin, kemudian menghela napas panjang sambil menyisir rambut dengan prustasi.

Terlihat di matanya ada keresahan, kesepian, kesedihan dan ketakutan yang amat dalam. Ia ingin lari dari itu semua, tetapi tak bisa, sebab sudah telanjur. Dan setelah dibui, tak ada kebebasan tanpa imbalan walau tak bersalah dan tak semestinya terlibat.

Ia melonggarkan dasi, lalu membuka kancing seragam dan menyingkapkannya, menampakkan sebuah lingkaran berukuran cincin dan berwarna merah di atas dada kirinya yang bidang.

Terlihat pula di dada kanannya terdapat bekas cakaran yang sudah menghitam, yang entah kenapa secara tiba-tiba ada setelah bangun dari mimpi buruk yang amat mengerikan serta menakutkan.

Ia bergumam sambil meneteskan air mata, "Kenapa?'' Sekali lagi ia menghela napas dan kali ini helaannya sangat kasar. "Kenapa harus masuk dalam jeratan kayak gini?'' teriaknya geram seraya mencoba menghapus tanda di dadanya dengan cara membakarnya dengan korek yang selalu ia bawa untuk merokok. Namun, semuanya percuma selain rasa sakit yang didapatkan. "Arghh,'' teriaknnya merasa kesakitan.

Tahun Kabisat (New Version) -End-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang