Selamat malam teman-teman. Senengnya aku bisa up lagi, gimana udah siap lanjut?
Ok, yuk kita lanjut baca ceritanya. Aku harap kalian suka dengan cerita yang aku tulis, jangan lupa vote, komen, dan share sebagai apresiasi kalian kepada penulis. Dan aku harap kalian dapat membacanya sampai akhir.
Manusia adalah makhluk yang paling layak untuk dikutuk!
~Ailin~
Kring ... bel istirahat berbunyi, sebagian siswa-siswi kelas XI Bahasa-5 beranjak dari kelas. Ada yang ke perpustakaan, lapangan, atap, dan kantin, termasuk Ailin yang kini tengah melihat Lisi, Audri, dan Elva sedang merusak boneka pemberian Nadila dengan cara mematahkan tangan, kaki, dan leher boneka tersebut. Lantas, mereka membuangnya ke tong sampah secara gamblang di hadapannya langsung hingga Nadila menangis terisak-isak. Bagaimana tidak sakit? Karya ayahnya sama sekali tak dihargai, padahal ia membuatnya penuh cinta dan kasih sayang serta syukur yang luar biasa. Sedih dan marah pastinya.
"Kenapa? Kenapa kalian rusak? Padahal bonekanya dibikin dengan penuh syukur dan kebahagiaan,'' isak Nadila dengan suara tersenggal-senggal.
"Kenapa?" tanya Audri sambil menyeringai.
"Ya, kenapa?''
"Kamu mau tahu kenapa?'' Terlihat Audri tersenyum sarkastis. "Biar aku jelasin! Aku nggak butuh boneka jelek kayak gitu. Aku nggak sudi nyimpennya. Aku jijik sama sampah itu.'' Tunjuknya seraya membeliakkan mata.
Nadila tertunduk seraya mengepal tangan, rasanya ia ingin menghajar Audri dan kedua sahabatnya. Lalu, Lisi melepaskan kupluknya sehingga kepalanya yang botak nampak, sedangkan Elva mencoret-coret kepalanya.
"Wow, indah banget rambut yang udah aku buat,'' seloroh Elva sambil tersenyum, lalu tertawa ngakak. "Tunggu! Aku rasa ada yang kurang,'' ujarnya seraya berpangku dagu.
Sementara, Ailin merasa muak dan geram. Sebab, Nadila sama sekali tak mau melawan. Tak adakah motivasi dalam dirinya agar tak diinjak-injak seperti itu?
"Ah, bener,'' seloroh Audri sambil mengambil spidol dari tangan Elva lalu mencoret-coret wajah Nadila.
"Nah sekarang kan, keliatan cantik banget,'' pungkas Elva sambil cekikikan.
"Hah.'' Ailin mendengkus kesal lalu mengutuk Nadila dalam hatinya, benar-benar bodoh dan terlalu pengecut.
Tangisan Nadila semakin deras, ia pun semakin tertunduk dengan seiring Audri beranjak. Kemudian ia mengambil boneka buatan ayahnya itu.
"Ah ... mau diambil, ya?'' tandas Audri yang dikira Nadila benar-benar telah pergi. "Ayo ambil! Ambil sama mulut kamu, biar ayah kamu bangga kalau anaknya bener-bener menghargai boneka buatannya.'' Ia memasukkan kepala Nadila ke dalam tong sampah sehingga sesak dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tahun Kabisat (New Version) -End-
Terror"Gelap itu kematian. Tersiksa itu kesepian. Ketidakadilan itu luka. Penyesalan itu tangisan. Oleh karena itu, carilah jawaban untuk menciptakan kisah yang indah. Lalu hati-hatilah, jangan sampai kamu sendirian." Pada setiap tahun kabisat selalu ada...