19

1.8K 247 55
                                    


Momen termenakutkan bagi perempuan yang berstatus istri adalah ketika ia tinggal bersama keluarga suami. Hari ini, setelah dua hari bermalam di rumah Ibu, keduanya memboyong diri ke rumah Abid. Meremas jemarinya sendiri, Asyiha merasakan kecanggungan ketika ia telah masuk rumah megah yang saat ini sedang ramai menyambutnya.

Ia disambut hangat. Semua keluarga besar Abid memberikan senyum padanya. Duduk melingkar, beralaskan karpet Turki di ruang tengah. Satu persatu mengenalkan diri, tentu harus dicermati olehnya. Aca, sepupu Alfath yang sudah beranak satu mendekatinya. Menyapanya dengan  sangat ramah, "Selamat datang di keluarga besar kami, ya." Asyiha mengangguk takjim.

Ia masih asing di tengah perkumpulan orang-orang yang bergurau ria. Sesekali meledekinya--sebagai pengantin baru yang masih merah jambu. Sedang Alfath, sedari tadi tak menggandeng Asyiha. Sibuk bercengkerama dengan saudara lelaki yang lain.

Kue basah yang disajikan mulai berkurang. Canda dan gurau semakin renyah. Saatnya mengisi perut, Asyiha digandeng Risel. "Sini, Mbak. Bantu nyiapin ya," pintanya lembut.

Makan di tempat yang sama, Asyiha membantu mengusung beberapa mangkuk berisi lauk pauk. Acara sederhana memang judulnya, tapi tetap saja menunya tidak biasa. Semua melahap dengan tenang, hanya denting sendok yang sesekali terdengar. Setelah selesai, baru ruangan kembali diisi oleh suara mereka.

Rumah yang hanya ditempati ketika weekend, kini harus sering ditempati. Kedatangan Asyiha sebagai anak menantu, tidak mungkin diboyong ke rumah asrama Abid sebab tidak muat. Yah, anak mereka banyak.

Menjelang larut malam, semua keluarga pamit. Tidak ada yang menginap, sebab Semarang-Magelang bukan jarak yang jauh. Saat seperti ini lah momen yang membuat Asyiha awkward. Berada di tengah delapan orang asing, termasuk suaminya sendiri.

Dua adik perempuan Alfath, Azah dan Atiyah menempel manja pada Asyiha. Mungkin mereka tak pernah merasakan memiliki kakak perempuan, maka ia mencoba untuk manja pada Asyiha. "Mbak, ngapa mau sama Kak Al? Dia kalau kentut nggak pernah ngomong!" celetuk Atiyah. Asyiha tersenyum mendengar jawaban Azah, "Atiyah selalu ngomongnya nggak jelas!"

"Mbak, sini Ammah tunjukin kamarnya. Tadi langsung kumpul, belum sempat masuk kamar kan?" Memang. Tak ada waktu untuknya istirahat tadi siang, sebab keluarga sudah berkumpul untuk menyambutnya. Asyiha berdiri, tentu saja diikuti dua adik iparnya. Masuk ke sebuah kamar yang pintunya warna cokelat polos. Begitu masuk, isinya polos. Hanya ada satu springbed, meja rias, dan dua lemari kayu.

"Ini kamar kalian di sini. Kalau kamar Alfath masih bujang di rumah asrama, Mbak. Nanti kalau kesana, Ammah kasih liat. Maklum, adiknya banyak. Jadi di rumah sana kurang memungkinkan." Asyiha membalasnya dengan senyum lagi.

"Oiya, Mah. Tadi kopernya ditaruh mana ya? Asyiha mau beresin."

"Eh, iya. Ini," Risel menunjukkan koper yang berada di samping lemari. "Besok aja, sekarang pasti capek. Tidur aja sekarang."

Risel duduk di tepi ranjang, kemudian diikuti oleh Asyiha. Dua adik perempuannya pun mengikuti. Asyiha tersentak, saat penggung tangannya ditimpa tangan lembut milik Risel. "Selamat datang ya, Asyiha. Ya inilah keluarga Alfath. Mulai hari ini dan seterusnya, kamu bakal melihat sisi lain dari keluarga ini. Kamu sekarang bagian dari keluarga ini. Jika ada yang tidak berkenan di hati Mbak Asyiha, mohon dimaafkan."

Jantung Asyiha berdetak kencang. "Alhamdulillah, Ammah. Semoga kehadiran Asyiha nggak membuat keharmonisan keluarga ini berkurang."

"Oiya, sabar sama Alfath ya. Dia kadang cuek banget, kadang juga hangat. Mirip sama Babanya. Kamu jangan sungkan ya, ini sekarang keluargamu. Kalau kamu butuh apa-apa, bilang sama Ammah. Kalau kamu butuh, Ammah siap dengerin semua keluh kesah Asyiha."

Al-FathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang