11

1.8K 216 58
                                    

Hanya tatapan sengit yang didapati. Setelah menyempatkan waktunya untuk Ke Depok malam-malam begini.

Ia tak mau terus terpikirkan. Semua harus selesai dalam semalam.

Tapi bunyi rintik hujan seperti menangisi dirinya. Tertohok dengan sebuah penolakan.

Bersama Ustadz Ayub beserta istri. Ia belah jalanan, menuju rumah yang menjadi tempat tinggal Asyiha. Berbekal niat dan tekad, dan sedikit memaksa.

"Nggak bisa dilanjutkan kalau ada pemaksaan." Final Ustadz Ayub menatap Alfath yang rahangnya mengeras.

Perempuan itu terlalu berlian, susah untuk digenggam.

"Sebelumnya, boleh saya tau apa yang membuat kamu menolak?"

Satu remasan di jari Laura rasakan, Asyiha benar-benar takut untuk berbicara. Anggukan dari Ustadzah Lupi menginterupsi.

"Maaf, saya nggak bisa menikah dengan lelaki yang punya kekasih. Bukannya kamu punya kekasih?"

Ustadz Ayub dan Ustadzah Lupi sontak menatap Alfath. Setaunya, lelaki yang datang minta dipertemukan dengan Asyiha ini berstatus lajang hingga berniatan untuk menikahi Asyiha.

Merasa ditatap seperti dikuliti, Alfath membela diri. "Itu sebelum saya berniat menikahi kamu. Saya nggak ada hubungan dengan siapapun."

"Tapi nggak menjamin hati kamu bersih dari namanya."

Mau mengelak, tapi memang itu benar adanya. Nama Fadila masih duduk di singgasana hatinya.

Pertemuan lima kepala ini sukses memakan waktu. Pukul sembilan, Ustadz Ayub memohon undur diri. Sepertinya masalah ini selesai. Tak ada yang perlu dilanjutkan.

Satu tatapan aneh diberikan pada Asyiha sebelum kaki Alfath menjauh.

"Syi, Lo serius nolak? Bukannya ini impian Lo?"

Kembali duduk di sofa. Mengibas tangan di depan muka. Sehabis hujan masih saja terasa panas.

"Impian. Tapi kalau jalannya salah, aku juga nggak mau."

"Salah gimana?"

"Fadila. Aku nggak mau semua bilang kalau aku perebut di sini. Toh, aku juga nggak tau apa maksud dari ini semua. Berasa aneh, tiba-tiba ngajak menikah."

"Mungkin memang dia cocok sama kamu, merasa kalau kamu memang jodohnya."

Asyiha tetap mengelak. Tak ada satu  pun yang bisa membuatnya yakin kalau ini baik-baik saja. "Nggak. Aku nggak yakin, lebih baik nggak dilanjutkan. Umurku masih muda, masih panjang untuk urusan itu."

Mengeram sebelum memejamkan mata. Keputusan konyolnya tak bisa masuk di akal Asyiha. Ia telah melakukan kesalahan sepertinya. Keputusan mendadak yang tak tau darimana asalnya, menyebut asal nama Asyiha sebagai perempuan yang ingin ia nikahi. Berujung penolakan, atas keputusan yang patut ditertawakan.

"Ditolak. Gue ditolak."

Rasanya mata enggan terpejam. Niat baik yang ingin ia langsungkan tertahan karena sebuah penolakan. Berusaha sebisa mungkin memenangkan kejuaraan, sampai mendapat hadiah satu balok emas yang menambah gagah di bahu. Satu tingkat ia lewati, mengubah gelar di depan namanya menjadi Letnan Satu Alfath El-Farabi Abdullah. Seharusnya dirayakan dengan sebuah pesta pernikahan, tapi kenyataan membuatnya mengurungkan niat.

Mari kita tertawakan.

Dipikir mudah mengajak asal gadis untuk diajak menikah?

Kalau pun ada, seharusnya itu Fadila. Yang sampai sekarang masih menyebut namanya dalam doa agar bisa bersama.

Al-FathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang