28

1.5K 246 55
                                    

Ghazi, anakku. Kelak kau akan menjadi lelaki dewasa yang mengerti semuanya. Nanti, ketika kamu dihadapkan oleh kenikmatan semu, semoga kamu bisa bijak dalam menghadapinya.

Ghazi, jagoanku. Kutitipkan di pundakmu, Mama dan segala rasa yang ada padanya. Jangan tambah luka Mama. Jadilah pahlawan yang selalu melindungi Mama.

Ghazi, kamu terlahir dari wanita luar biasa. Wanita yang sangat Papa cintai, tak pernah tergantikan oleh siapapun. Tapi sialnya, papa melukainya. Satu kesalahan yang berdampak besar.

Ghazi, papamu adalah prajurit. Tapi jiwanya tidak mencerminkan seorang prajurit. Maaf, Nak.

Dalam gendonganku, matanya terpejam. Bibir mungilnya sesekali gerak, dijilat oleh lidahnya sendiri. Ah, gemas sekali bayi kecil ini.

Hanya sebentar, tangisnya langsung mengudara. Naluri ibu, Asyiha langsung menyambar dari gendonganku. Dibawa masuk ke kamar, tapi ketika kuikuti, ia menghadang. "Mas, maaf ya. Ghazi mau minum ASI."

Aku langsung kaku. Bagaimana bisa dia mengusirku secara tersirat? Bukankah semua yang ada pada dirinya halal untuk kulihat?

"Loh?"

"Mas, jangan bahas ini sekarang ya. Nanti."

Aku mengangguk pasrah. Aku terjebak dalam ulahku sendiri. Mungkin, sebentar lagi aku akan tinggal dalam lubang penyesalan. Entahlah, aku cemen.

Semua rasa ada di kepalaku. Jika kepala ini bukan buatan Allah, bisa saja langsung hancur berkeping. Pusing!

Tak ada lelaki yang mau melepas wanita seperti Asyiha. Dan hanya lelaki tolol yang berani menghianatinya. Dan sialnya, lelaki itu adalah aku.

Egois kah jika aku menahan Asyiha untuk tetap di sini?

"Kak, ada tamu." Azzah, yang menemani istriku di sini.

Perempuan, teman Asyiha. Laura. Dia datang, membawa satu plastik berwarna putih. Entah isinya apa.

Kupersilahkan masuk setelah basa-basi mengatakan lama tak jumpa. Dengan kerudung hitam, ia terlihat elegan dari yang dulu.

Kuketuk pelan pintu kamar, disahut pelan pula. "Ada Laura," kataku memintanya untuk keluar.

Wah, begini ternyata dua perempuan yang sudah lama tak bertemu. Heboh. Sampai Ghazi terbangun kembali, segera disusul oleh Azzah untuk menenangkan.

"Wah, ini jagoannya Syiha." Laura mengelus pipi Ghazi ketika sudah berada di pangkuan Sang Mama.

"Jagoan saya juga," sahutku. Laura tertawa, dan Asyiha hanya tersenyum menghormati.

Laura datang membawa cerita bahagianya setelah membangun rumah tangga dengan lelaki pilihannya. Berbanding dengan Asyiha, dengan segala cerita perih karena dikhianati oleh suami pilihannya.

Ya. Sepertinya aku salah memilih. Salah memilih wanita baik, yang pada akhirnya hanya kusakiti.

Fadila ataupun Asyiha, adalah dua wanita baik yang berakhir kulukai.

Demi Tuhan, aku sangat jahat.

"Kamu masih di Tangerang, 'kan? " Laura menanggapi pertanyaan Asyiha dengan anggukkan. "Baguslah," lanjut Asyiha.

Aku merasakan ada sesuatu di balik pertanyaannya itu. Mungkinkah dia akan kembali di Tangerang membawa anakku?

***

"Aku mau izin, selama kamu urus perceraian, aku mau balik ke rumah di Tangerang."

Aku yang sedang lelah, usai latihan tembak dan mengantar Azzah pulang ke Semarang. Tentu saja emosiku meletup ketika mendengar pernyataannya.

Al-FathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang