9

1.7K 204 35
                                    

Masih menjadi misteri. Nama Ayu yang disebut Nenek.

Kenapa nama Mama disebut. Itu yang menjadi pertanyaan Laura. Seolah-olah Nenek memang sedang melihat Ayu.

Tertidur di samping Nenek, bangun-bangun sudah kelewat subuh. Ia cepat-cepat melaksanakan shalat.

Asyiha si keras kepala itu nekat datang kendati kepalanya masih pusing. Berjalan cepat, menuju pintu masuk ruangan Nenek. Di ujung, ruangan paling ujung, sosok yang membuatnya cemburu muncul. Keluar sambil membenarkan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya. "Pacarnya Alfath," lirih Asyiha.

Tak peduli! Ia langsung masuk, mendapati Laura sedang menyuap nasi ke dalam mulut.

Nasi uduk yang dibeli di depan rumah sakit, terkenal sambal merahnya yang sangat mantap. Sederhana. Cuma dihias timun dengan suwiran telur dadar.

"Eh? Sarapan udah?"

Asyiha mengangguk. Nggak bohong. Ia sarapan satu tangkup roti tawar selai cokelat.

Beralih pada Nenek, yang memejamkan mata.

"Tidur," Informasi Laura.

Dipandangnya Imah yang sedang terbaring. Betapa sedihnya melihat Nenek kesayangan harus menahan sakit.

"Eh, Syi! Gue kemarin liat siapa pacarnya Alfath itu, lupa gue."

"Fadila,"

"Nah iya. Sumpah, emang orangnya begitu ya? Baik banget!"

Asyiha tersenyum pahit. Sudah terbukti 'kan kalau Fadila sudah sempurna untuk Alfath. Tinggal selangkah lagi naik pelaminan, membiarkan Asyiha menangis kehilangan diam-diam.

Nanti. Nanti kalau Alfath sudah menikah, ia berjanji akan mebg-unfollow instagram Alfath. Ia janji.

"Iya, baik. Cantik, fashionable, ramah, nggak gengsian. Waktu itu dia mau loh makan ayam yang awalnya dibeli untukku."

Fadila berdecak kagum. Tak disangka-sangka perempuan yang ia kira sombong sejagad itu sebaik itu.

Asyiha dibuat semakin menciut. Tak ada sela di hati Alfath untuknya. Bagai langit dan bumi, mimpi saja bisa berjodoh dengan Alfath.

Ia menyesal. Mengapa baru menyadari saat hatinya sudah telampau jauh jatuh pada Alfath. Kalau belum, mungkin tak akan sesulit ini untuk berhenti.

"Eh, maaf, Syi."

Laura lupa kalau Fadila adalah sosok yang membuat Asyiha cemburu. Ia lupa, sungguh.

"Santai aja kali. Aku sadar diri, Ra. Aku percikan air dari steam mobil. Kalau Fadilla itu mobilnya--yang mengkilat."

Perumpamaan receh membuat Laura tertawa. Ia yang dulu menertawakan Asyiha yang mencintai lelaki di dunia maya, kini bisa merasakan betapa sedihnya. Sudah bertemu langsung dengan Alfath, pasti hatinya bahagia dan rasa cintanya bertambah. Tapi akhirnya terjungkal karena kenyataan Sang Pangeran sudah punya Puteri.

"Jodoh nggak kemana. Siapa tau kamu dapatnya Kapten, lah Si Alfath masih Letnan Dua."

Dia pikir Asyiha gila pangkat. Tak pandang bulu, ia tetap cinta Alfath. Sebelum tahu Alfath adalah seorang Taruna, ia sudah jatuh hati.

Siapapun Alfath, ia yakin akan tetap mencintai. Sekalipun Alfath adalah pedagang cendol.

"Dia pedagang cendol juga aku tetep cinta."

Laura tertawa. Mana mungkin setampan itu jualan cendol. Kalaupun bukan tentara, masih laku jadi model.

"Udah, Kapten lebih menawan! Apalagi yang masih bujang, beuh!"

Al-FathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang