8

1.7K 189 5
                                    

Menyalahkan diri sendiri di depan cermin malah membuat diri terkurung dalam kesedihan. Ditatapnya cermin meja rias yang tepinya ditempel lampu, bibirnya melengkung memandang wajah yang sembab. Satu tarikan napas, lalu dihembus pelan. Menyisir anak rambut, ditarik ke belakang telinga. Lingkaran hitam di bawah mata ia gosok dengan kulit telunjuk.

Hhhh. Menyedihkan. Muka yang selalu dirawat dengan skincare mahal itu terlihat kusam hanya dalam semalam. Sebelum membenahi semuanya, lebih baik mandi.

Berlama-lama mengguyur tubuh di bawah shower sepertinya mampu mendinginkan kepala. Melerai semua penat dan patah, meski hanya sementara.

Shamo aroma redvelvet, manis dan lembut, tercampur sedikit dengan aroma cokelat. Menenangkan. Lulur yang dibalur di seluruh tubuh sudah hempas terbawa air. Badan menjadi lebih segar, semoga siap menghadapi kejutan dari semesta.

Dress abu muda se mata kaki, dengan lengan simpel sampai pergelangan tangan. Duduk di meja rias, menatap wajahnya yang lebih segar setelah di treatment mandiri. Ia poles krim dari botol, merata di seluruh wajah. Dilanjut dengan menyemprotkan sunblock dengan mata terpejam. Lipstik merah muda, diusap tipis. Lalu mengetapkan bibirnya.

"Fadila, kamu cantik. Semangat!"

Ia pasang pashmina navy, dililit di kepala menyisakan ujungnya. Memasukkan ponsel ke dalam tas jinjing, lalu bergerak memakai kaos kaki dan flatshoes krem.

Semoga hari ini lebih baik. Kalaupun tidak, semoga mampu menghadapi apapun yang akan terjadi nanti.

Mengeluarkan mobil ayla putihnya. sembari mendengar musik, menginjak rem dan melaju membelah jalanan.

Selesai sudah drama. Semalam ia buang jauh-jauh dari catatan hariannya. Cukup. Ia lebih baik sakit karena tak bisa bersama, daripada sakit karena bersama tapi tak dihargai.

Pesan terakhir yang ia baca, membuatnya bungkam. Memutuskan, tapi tetap berharap bersama. Aneh!

Memasuki butik, ia disambut dengan senyum. Mulai mengecek semuanya satu persatu. Meneliti barang yang sudah tak layak dipasarkan, ditarik mundur untuk ditukar.

Biarlah hubungannya kandas. Tapi niat menjadi baik takkan pernah berhenti. Bukan Alfath tujuannya untuk menjadi baik, tapi karena Allah. Selama ini ia tak hanya diam, namun selalu berusaha dan berproses. Meski prosesnya mungkin tak berprogres--itu anggapan Alfath.

Ia menertawai. Perempuan memang dilihat baik hanya dari cover. Siapa yang sangka kalau yang tertutup rapih bisa saja membuka bagian bawahnya untuk semua lelaki? Tetap saja. Yang dinilai buruk adalah yang membuka, padahal belum tentu attitudenya buruk.

Dengan bismillah, karena Allah, bukan karena Alfath. Fadila memantapkan diri untuk mencoba istiqomah dalam menutupi rambutnya. Dasar hatinya juga menginginkan demikian, tapi kesiapan lama sekali menghampirinya.

Asyiha yang menutup aurat sempurna itu pun masih sering berbuat salah. Sering stalking lelaki yang bukan mahram--Alfath. Meski ia tahu, bisa saja matanya berzina hanya dengan memandang foto lelaki. Kendati di tengah kegiatannya ia langsung tersadar dan memohon ampun.

Wanita memang unik. Dengan segala aturan, yang kadang ditolak logika oleh kaumnya sendiri.

Diistimewakan, tapi seringnya tak sadar dan malah merasa dikekang.

Diberi kelebihan dengan segala kelembutannya, malah terika ingin bebas dan sedikit anarkis.

Hidup di bumi memang begini. Semua sudah diatur. Bahkan jauh sebelum Allah menciptakan HambaNya.

Berarti, dengan siapa Alfath berlabuh nanti, sudah diatur oleh Sang Kuasa?

"Dek, Mas rencana mau ngenalin Kakak ke anaknya teman."

Al-FathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang