4

1.8K 197 14
                                    

Suasana tampak sepi. Alfath duduk diam di depan komputer yang masih menyala. Ia resah, tapi tak tahu apa yang membuatnya begitu.

Risel sudah ditelepon, tapi tak ada kabar buruk. Fadila apalagi, dia sedang di butik dalam kondisi sehat dan baik-baik saja.

Tapi rasanya seperti ada yang lain dalam diri Alfath. Ia merasa tak tenang siang ini.

"Oy!"

Sapaan Akmal tak digubris. Padahal biasanya dia membalas dengan jitakan.

"Asek! Galau nih Si Datar!" Si Datar, panggilan khusus dari Akmal.

Alfath menarik kursi ke belakang, lalu berdiri. "Makan luar yuk!" Akmal riang. Dia langsung menyahut kontak motor di atas mejanya, lalu berlari ke parkir motor.

Siang ini, mereka menerjang jalan raya. Ia susuri sampai menemukan warteg. Akmal dengan segala gayanya berkata, "Wew! Makan di sini? Gratisin lah!"

Gayanya seperti ogah-ogahan, tapi akhirnya minta gratis.

"Mbak-Mbak!" Gadis yang baru saja menerima kembalian, menengok pada Akmal. Matanya sempat terbelalak melirik Alfath, tapi segera netral.

"Apa, Om?"

Akmal langsung pucat. Pertama kali dia disapa dengan 'Om'. Maklum, wajahnya garang mirip om-om.

Alfath menahan tawa melihat temannya memerah dipanggil begitu.

"Saya bukan Om-Om kali, Tante!"

Sang Gadis terbelalak lagi. Ia mencoba untuk menetralkan degub jantungnya yang tak biasa. Ingin ia teriak, tapi malu.

Doanya terkabul lagi siang ini. Berharap dipertemukan kembali, setelah pertemuan di parkir rumah sakit malam itu.

"Mbak, maaf. Teman saya gila!" Mendengar suara Alfath, gadis itu grogi. Ia tiba-tiba lari, membuat Alfath dan Akmal terheran-heran.

"Aneh orang itu."

"Kamu ngapa manggil dia?" Akmal menggaruk tengkuknya. Ia juga bingung kenapa memanggil perempuan itu. "Ah, iya. Tadi mau nanya pesan apa? Terus enak nggak? Kalau enak, gue mau cobain."

Alfath mendesis. Malu sekali jalan dengan Akmal, segala ketidakjelasannya tak pernah ia tutupi.

"Perempuan itu kalau lepas masker cantik, Fath."

Ada-ada saja. Mata lelaki memang suka begitu.

"Belum tau aja dalemnya, sapa tau bimoli!"

Akmal tertawa keras. Mendengar Alfath melontarkan kalimat candaan yang jarang ia dengar. "Eh, tapi matanya bagus!"

Alfath mengelus dada, tangan kanannya menyuap nasi ke dalam mulut.

Setelah tertelan, ia bilang, "lo ini yang dilihat begituan. Jaga mata, kasian pacar lo."

"Ayy, mana ada pacar saya, Pak? Jomblo. Tadi alasan tersirat manggil perempuan itu ya biar kenal, sapa tau jodoh."

Di tepi jalan, sebelum menyeberang, Asyiha masih mencoba menenangkan degub jantunya yang cepat. Melihat Alfath saja mampu membuatnya hilang kendali, apalagi memilikinya? Ah, terlalu halusinasi.

Asyiha Restina. Gadis yang baru saja mendapat gelar sarjana pendidikan yang belum menyalurkan di dunia kerja. Menjadi sarjana sangat ia impikan dari dulu. Tapi, menjadi guru bukan mimpinya.

Ia bermimpi menjadi jurnalis yang hebat, juga menjadi novelis yang karyanya terus dikenang meski dia sudah mati. Tapi takdir bergerak, mengantarnya ke fakultas Ilmu Pendidikan. Pendidikan Guru Sekolah Dasar, ia terjebak. Mimpinya bukan guru, tapi ia harus tetap menjalani demi titah Sang Ibu.

Al-FathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang