27

1.3K 243 68
                                    

Selamat malam, bintang hatiku. Ingin kupeluk dirimu erat seperti dulu. Bahkan, mencium keningmu saja sudah sukar untuk kulakukan.

Kutatap kakinya yang membengkak. Mirip kaki gajah, begitu orang-orang menyebutnya. Malam ini, dia sangat ayu dan tenang. Meski kutahu, ia tengah remuk saat ini.

Katai aku bajingan, aku tak akan marah. Katai aku lelaki biadab, aku hanya bisa diam.

Dia tak pernah membosankan. Aku saja yang menuntut lebih, sampai akhirnya menemukan pelengkap pada orang lain.

Pertemuan yang tak sengaja, menenangkanku untuk terus tenang menjalani hidup. Mengisi kehampaan diriku, yang entah sejak kapan merasa hampa. Dia hadir, tanpa sengaja dan tanpa sebab. Lalu setan membawaku sampai ke titik ini.

Aku salah. Aku sadar aku salah.

Tapi hati ini dipenuhi dilema. Aku mencintai Asyiha, sangat. Tapi Tia tiba-tiba bermain peran di kehidupanku.

Aku akan mengakhiri semuanya. Kembali kepada cinta abadiku, istriku. Jujur, aku tak begitu mencintai Tia. Mungkin, Tia hanya mengisi celah kosong di hatiku. Ia datang dengan empati, membawaku sampai ke persimpangan ini.

Iya. Aku lemah. Penampilanku memang garang, banyak yang segan padaku. Siapa yang tau kalau aku sebenarnya tak cukup kuat untuk kehilangan. Kehilangan ammah tentu saja membuatku stress.

Aku kasihan pada Asyiha, hingga aku memilih untuk tak menceritakan keadaanku saat itu. Namun, aku malah membiarkan Tia mendengarkan keluhku. Berakhir masuk dalam naskah hidup rumah tanggaku.

Asyiha dalam keadaan hamil muda, sangat berat jika harus menerima ceritaku. Aku tak mau ia ambil pusing tentang kesehatan mentalku saat itu.

Bodoh.

Apa yang kubuat, malah membuatnya terluka sepanjang kehamilannya.

Benar katanya, godaan terberat pria adalah wanita. Sialan!

Tidak munafik, Tia memang selalu membuatku tenang. Tapi ini salah. Aku mencari ketenangan pada orang yang salah. Aku ingin tenang agar bisa melindungi istriku, tapi nyatanya malah ketenanganku menyayat hatinya.

Tidak kusangka, sejauh itu Tia mengenalkanku pada orang tuanya. Aku ini bukan bujangan, tak bisa meminangnya semau dia.

Sorot mata orang tuanya penuh harap. Berharap agar anaknya menerima pinanganku. Berkali-kali kuyakinkan aku tak bisa, tetap saja matanya mengintimidasi.

Tak mau menjadi pecundang lagi, aku berusaha untuk menyelesaikan ini sesegera mungkin.

Sudah hampir selesai, Baba malah membuatku semakin pening. Entah kabar dari mana, baba mengetahui masalah ini. Habis-habisan aku dimaki, ditampar berulang kali.

Aku tidak mungkin meninggalkan istriku, sangat tidak mungkin. Tetapi, untuk saat ini sulit melepas Tia. Orang tuanya. Karena orang tuanya, bukan karena diriku yang menginginkannya.

Dari awal, aku hanya berteman dengannya. Lalu kedekatan kami yang tak wajar, membuatnya merasakan getaran cinta.

"Nikah siri dengan anakku."

Kalimat dari Ayahnya yang selalu terngiang di kepalaku. Tidak mungkin. Aku tidak mungkin melakukan itu.

Aku memang bajingan. Tapi aku tak tega menduakan Asyiha. Yah, meskipun saat ini aku sudah termasuk menduakannya.

"Daripada nikah siri, Mas nikah sah negara aja."

Aku terkejut.

Tubuh yang tertidur menghadap tembok itu bersuara. Seolah dia tau isi kepalaku saat ini.

Al-FathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang