9

1.8K 176 0
                                    

...

"Permisi tuan, aku ingin mengajukan proposal yang minggu kemarin." ucap Jisung ketika sudah diperbolehkan masuk oleh Chenle.

"Iya, nanti aku akan periksa." ucap Chenle masih berusaha menormalkan keadaan. "Oh iya, untuk minggu ini aku minta kau urus semua keperluan kantor."

"Memangnya ada apa tuan?" tanya Jisung.

"Aku akan pergi ke China lusa." jawab Chenle sambil mengecek berkas-berkas yang diberikan Jisung.

"B-baik tuan."

"Yasudah terima kasih." ucap Chenle.

"Kalau begitu aku permisi dulu tuan." Chenle mengangguk dan Jisung keluar dari ruangannya.

Chenle menghela nafasnya, sedari tadi jantungnya berdetak sangat cepat. Ia berharap perasaan ini akan ilang secepatnya supaya dia bisa hidup tenang.

...

"Sungchan." panggil Mark pada sekertarisnya itu.

"Ya tuan?" sahut Sungchan.

"Aku ingin bicara." ucap Mark lalu berjalan mendahului Sungchan.

Sungchan mengikuti Mark dari belakang, pikirannya sudah tidak jelas. Apa ia akan dipecat karna berani-beraninya menyuruh Chenle yang notabennya adik dari bossnya membungkus kado?

Oh, ayolah ini tidak logis.

Mark duduk dikursi kebesarannya sedangkan Sungchan berdiri disebrangnya.

"Duduk lah." perintah Mark yang dituruti Sungchan.

Puk.

Mark menyodorkan amplop coklat yang isinya terlihat lumayan banyak.

"Buat mu." ucap Mark.

"Apa aku dipecat?" tanya Sungchan yang sudah panas dingin.

Mark tertawa melihat ekspresi Sungchan.

"Tidak, aku menyuruhmu untuk ikut adik ku ke China. Aku tidak bisa menemaninya karna masih banyak pekerjaan disini, tiketnya juga sudah aku gabungkan didalam sana." jelas Mark.

Sungchan menghela nafasnya, lega. Tapi mengapa harus dirinya?

"Maaf sebelumnya tuan, kenapa aku?"

"Karna aku lihat kau sangat dekat dengan adik ku dan aku percaya dengan mu, aku khawatir jika membiarkan dia pergi bersama orang lain yang tak aku percaya."

Sungchan menangguk paham. Tanpa pikir panjang ia langsung menerima tawaran itu.

Setelah selesai ia langsung keluar dari ruangan Mark dan kembali ke ruangannya. Dia ingin mengabari tunangannya di Jepang sana.

"Tidak perlu cemburu sayang, dia berbeda dengan kita." ucap Sungchan meyakinkan.

"Berbeda bagaimana?"

"Dia tak mungkin menyukai ku, karna aku tau siapa yang disukainya."

"Apa dia memiliki kekasih?"

"Tidak, kemarin ia melihat pujaan hatinya sedang berduaan dengan wanita lain. Aku prihatin."

"Kasian sekali, aku jadi ingin ketemu."

"Cepatlah pulang agar aku bisa cepat-cepat menikahi mu."

Terdengar suara kekehan dari sebrang sana.

"Sabarlah Sungchan, masih ada beberapa bulan lagi."

"Iya, aku selalu sabar kok menunggu mu."

"Lebay sekali."

"Bagaimana apakah kado ku sudah sampai?"

"Kado apa?"

"Ah, ternyata belum sampai. Yasudah tunggu saja, aku akan kembali kerja. Pai pai."

"Buatku penasaran saja. Bye."

Sungchan tertawa lalu mematikan telfonnya, lalu dia beralih memencet nomer telfon Chenle.

"Halo, lumba." panggil Sungchan saat telfonnya sudah tersambung.

"Ada apa, Jung? Tumben sekali kau menelfonku."

"Aku diminta gege mu untuk ikut ke China, jadi besok berangkat lah denganku."

"Hah?! Kau akan ikut denganku ke China?"

Sungchan tertawa saat mendengar suara Chenle yang kaget.

"Tak usah kaget seperti itu, Zhong. Bukankah harusnya kau senang bisa pergi denganku?"

"Mati saja kau, tuan Jung yang terhormat."

Sungchan terlihat sangat senang menggoda Chenle.

Telfon dimatikan sepihak oleh Chenle dan Sungchan langsung melanjutkan kerjanya.

...

Diruangan Jisung, ia sedang mati-matian untuk fokus bekerja tapi lagi-lagi pikirannya dikuasai oleh seseorang yang seharusnya tidak pantas Jisung pikirkan.

"Haish! Apa benar mereka akan pergi berdua? Tapi kan marga seperti itu tidak hanya satu di Korea." ucap Jisung mulai jengah.

Saat sibuk memikirkan itu semua tiba-tiba telfonnya berbunyi menandakan seseorang menelfonnya.

Wony is calling.

Jisung menjawab panggilan tersebut.

"Ada apa?"

"Apa kau sibuk Jisungie?"

"Ya, kenapa?"

"Aku ingin mengajak mu makan siang bersama."

"Dimana?"

"Didekat kantor mu saja, bagaimana?"

"Baiklah nanti aku kesana."

"See u Jisungie."

Jisung mematikan telfonnya berharap jika bertemu dengan gadis itu semua bebannya akan menghilang.

...

Jisung keluar dari ruangannya berbarengan dengan Chenle. Mereka saling menatap sebentar lalu Chenle lebih dulu memutuskan kontak mata tersebut.

Chenle berjalan mendahului Jisung dan Jisung langsung berjalan menuju tempat tujuannya.

Tentang mengendarai Jisung sudah lumayan lancar tapi ia masih takut mengendari sendiri jadilah sekarang ia masih menggunakan bus untuk pulang pergi bekerja.

Sekarang Jisung sudah duduk didepan Wony ia juga sudah memesan makanan. Dan dia sempat bertemu Chenle juga yang sedang makan bersama Sungchan.

"Jisungie, ayo pergi jalan-jalan diakhir pekan." ajak Wony membuyarkan lamunan Jisung.

"Aku sibuk." sahut Jisung acuh tak acuh.

"Bukan kah kau libur?" tanya Wony memastikan.

"Tapi aku ada kegiatan lain." jawab Jisung.

"Biarkan aku ikut dengan mu." pinta Wony.

"Diamlah aku sedang pusing."

Wony mencibir Jisung, kesal dengan lelaki didepannya. Dulu saja mengejar-ngejar tapi sekarang sok jual mahal.

"Mereka romantis ya, padahal itu tidak normal." Jisung mengikuti arah pandang Wony.

Itu Chenle dan Sungchan yang sedang asik bercanda, Jisung melihat senyum Chenle yang sangat mengembang. Ada perasaan tak suka didalam dirinya tapi ia berakting seolah tak ada apa-apa.

"Aku pikir boss mu seorang yang suci tapi ternyata dia sangat menjijikan." sarkas Wony.

Jisung melirik Wony tak suka. "Diamlah, aku tak ingin terkena masalah karna mu."

Mood makannya seketika menghilang, akhirnya Jisung memutuskan untuk pergi dari sana. Ia melewatkan meja Chenle dan Sungchan yang masih asik bercanda, Jisung melirik kearah mereka dengan sinis.

...

My Secretary |ChenJi|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang