123.65 So?

31 10 0
                                    

Hari ini hari terakhir acara study tour yang melibatkan laporan sebagai tugas karena besok adalah free day sebelum esok harinya lagi kembali pulang ke tanah air.

Kanara mendudukkan diri disamping Tama yang sibuk makan dan ngobrol bersama yang lain. Kanara mengunyah makanannya seraya mendengarkan percakapan teman-temannya yang tumpang tindih dengan keramaian sekitar.

"Baik, tema debat singkat kali ini adalah, lebih baik menjadi kejam tapi terkenal atau menjadi baik tetapi nggak dianggap" Ujar Sena yang kali ini berpura-pura menjadi moderator debat.

Candra mengerutkan dahi samar, "Terkenal gimana? Jadi buronan?" Sena menggelengkan kepalanya. "Dikenal. Dihargai."

Aksa menusuk-nusuk kornet di nampan makannya lalu menatap Sena. "Gue pilih yang pertama, popularitas saat ini diatas segala untuk memanjat sosial."

Haidar menggeleng. "Nggak ada yang bagus, gue nggak ikut." Kanara menatap Aksa sekilas lalu menatap Haidar. Sepertinya Haidar belum tau, Karin sepertinya tidak bilang pada Aksa. Syukurlah.

"Yaudah lo moderator aja. Gue satu tim sama Aksa, Tama, Harris sama El." Putus Sena setelah memilih kandidat hebat dalam berdebat untuk satu tim dengannya. Kanara menatap Candra, laki-laki itu sibuk mengobrol dengan yang lainnya termasuk Arunika, kecuali dirinya.

"Nama gue ngapain disebut sebut segala?" Tama menyisihkan bawang putih dari nampan makanannya lalu menatap Kanara, "sayurnya habisin, jangan sisa."

"Nama gue juga, ngapain sih anjir debat pagi-pagi?" El ikut bertanya seraya mendorong dorong badan Candra agar tidak menempel pada Arunika.

"Biar braincell mereka kepakek." Darren berujar singkat seraya mengambil makanan yang Luisa sisihkan karena tidak suka lalu menyodorkan suapannya pada Luisa. Aksa menatap Darren tidak habis pikir, ternyata Darren proplayer dalam mematahkan dan membangun harapan palsu.

"I don't get it, maksud lo terkenal itu dihargai dan disini maksudnya kejam dan dihargai? Apanya yang dihargai?" Raka bertanya dengan raut bingung. Sena menjentikkan jari, tetapi bukan untuk menjawab pertanyaan Sena melainkan memutuskan secara sepihak. "Oke, Raka ikut tim Harris berarti Darren ikut tim gue."

Raka menatap malas Sena."Gue tanya, bukan mengajukan ikut."

Kanara tersenyum geli lalu menatap Harris dan membantu laki-laki itu menyingkirkan terong dari nampannya. Pantas saja dari tadi laki-laki itu diam, ternyata sibuk memilah terong diantara daging sapi.

"Gue nggak ikut, tema perdebatan kalian nggak bermutu." Darren memutuskan seraya mendekatkan susu stoberi pada Luisa.

Harris merengek pada Kanara, "banyak banget terong nya Na, nyebelinnn." Kanara tersenyum geli,"iya iya, sebentar ini gue bantu nyingkirin nih."

"Yang dihargai ya usahanya."

"Usaha yang kayak gimana? Orang kejam dihargai lewat sudut pandang mana?"

"Sudut pandang pembunuh." Ucap Tama, laki-laki itu selesai makan bersamaan dengan Segara. Tama menatap Kanara sekilas lalu saling pandang dengan El dan Sena beberapa saat.

"Terus gimana cara kalian nyampein sudut pandang mereka sementara diantara kita nggak ada pembunuh?" Felix menatap Raka yang sibuk mendebat Sena, Aksa dan Tama lalu tersenyum kecil. "Biarin mereka Ka, mereka mau mikir pagi-pagi mungkin."

Haidar menunjuk Candra yang sibuk mengobrol dengan Arunika. "Ya harusnya dia dong di kelompok kalian, ini babi kan suka banget bunuh mental orang." Yang ditunjuk menatap Haidar tidak terima. "Apa-apaan? Kapan gue bunuh mental orang?"

Haidar mendengus lalu ikut menjawab dengan ketus bersama dengan Aksa dan Harris. "TIAP HARI!"

Kanara menatap Harris lalu tersenyum kecil. "Tuh udah gue hilangin semua terong nya, udah jangan berantem. Makan aja."

Meredup [00line]✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang