123.35 terimakasih

74 21 0
                                    

"Punten," Haidar dan Felix menegakkan kepalanya lalu menatap ke arah pintu yang terbuka dan menampilkan Sena, dan Matthew.

"Habis tawuran dimana lo?" Sena buka suara begitu ketiganya masuk dalam ruang rawat Kanara. Haidar mendengus. "Dalam mimpi."

Sena mendecih, "greget juga gue lama-lama sama kalian berempat. Elo, Kanara, Harris sama Candra. Ngeles mulu kayak bajaj."

"Bodo amat Sen."

"Ini gue mencoba perhatian ke temen sendiri loh babi." Haidar mendengus, "iya udah iya, terserah lo aja. Umur gak ada yang tau."

"Lo doa in gue mati?!"

"Shhh, jaga volume suaranya, Sena." Felix berkata dengan nada suaranya yang berat.

"Kenapa Kanara ternyata?" Haidar menguap lalu mengendikkan bahu, "tanya Felix, gue tadi ngurus administrasi nya."

Matthew menatap Felix, meminta jawaban atas pertanyaannya. "Kecapekan, dia kan juga nggak makan beberapa hari."

"Na nggak mau makan sejak kapan?"

"Kehitung tiga hari sama hari ini."

Haidar mengalihkan perhatiannya dari Matthew begitu merasakan pergerakan dari tangan Kanara.

"Na?"

Mata Kanara terbuka perlahan menampilkan jelaga hitam yang redup. Tangannya bergerak pelan memegang leher yang langsung dapat Haidar artikan bahwa perempuan itu haus.

Felix melangkah maju, membenarkan brankar rumah sakit agar posisi kepala Kanara lebih tinggi dari badannya sementara Haidar menyodorkan segelas air putih yang sudah diberi sedotan.

"Lo kenapa luka?" tanya Kanara dengan parau. Haidar tersenyum. "Bukan masalah besar, ini nggak apa-apa. Lo mau apa? Atau ada yang sakit?"

"Kenapa gue disini?" Kanara mengerjap sekali sementara Haidar menjawab sembari meletakkan gelas pada tempatnya.

"Lo pingsan, yang bawa lo kesini Harris. Lo disini karena lo nggak mau makan sama minum. Soal Harris, dia nggak ada disini waktu gue selesai ngabari yang lain kalo lo disini. Dipesan yang dia kirim, dia bilang ada urusan. Sekarang, lo butuh sesuatu? Makan? Atau ada yang sakit?"

"Haidar kalo perhatian gini kenapa gue geli ya?"

Kanara terkekeh pelan mendengar ucapan Sena lalu tangannya yang tertancapi infus terangkat untuk menepuk kepala Haidar sekali. "Lo belum tidur berapa hari? Tidur gih."

"Tangannya jangan diangkat, nanti darahnya naik. Tenang, gue enggak ngantuk kok. Beneran, gue enggak ngan--hoaam!"

"Ngeles mulu kan kayak bajaj. Udah sih sana tidur biar kita yang jaga Kanara." Sena mendorong single sofa agar dekat pada brankar Kanara dan Matthew langsung duduk disana.

"Apa-apaan!"

"Na, gue minta maaf." Dahi Kanara mengerut samar. "Buat apa? Kakak nggak ada salah kok."

"Gue udah tau kalo Candra tiba-tiba lost contact sama nomornya nggak bisa dihubungi. Kalo soal Harris gue yakin dia nggak di Indonesia tapi di negara lain. Tapi buat Candra, gue nggak yakin." Kanara mendengarkan saja, sebab belum waktunya untuk menyela dengan sebuah pertanyaan tentang dimana pastinya Harris dan Candra sekarang.

"Gue sebenernya berasumsi kalo Candra nggak akan pergi jauh. Jadi destinasi pertama gue itu, gue coba cari dia di rumah Arunika."

"Wah wah! Ngapain tuh!"

"Diem dulu ya Sena. Diem atau gue tabok pake vas kaca?" Haidar berkata seraya menunjuk vas kaca yang tak jauh dari jangkauannya. "Tidur sana! Gak usah ngikut ngedengerin!"

Meredup [00line]✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang