123. 69 Little bastard

34 9 3
                                    


Kanara dirawat kurang lebih dua hari di rumah sakit setelah kepulangannya dari Singapura. Dokter mengatakan bahwa Kanara drop karena kondisi pasca operasinya belum sepenuhnya pulih dan terlalu kelelahan.

Selama dua hari itu juga di ruang rawat Kanara hanya ada Tama, Nabastala dan juga sekertaris Kanara, Rakshan. Tidak ada teman temannya, mereka tidak tau, Kanara juga tidak ingin teman-temannya tau.

"Nara, Darren tuh."

Ya, kecuali cowok menyebalkan itu. Entah dapat informasi dari orang dalam yang mana sampai Darren tau kalau Kanara dirawat.

Kanara mendengus lalu menengokkan kepalanya dan menatap Darren dengan pandangan malas. "Ren, lo nggak ada kerjaan ya? Ngapain kek gitu anjir? Date gitu sama tunangan lo, perlakuin dia dengan cara yang baik dan benar."

"Gue udah nggak punya tunangan."

Kanara mendecak pelan lalu menatap Tama. "what a lie, what a lie, what a lie. Ya kan Tam?"

Tama mengambil tab nya yang ada di samping Kanara lalu menggelengkan kepalanya. "Yang barusan jujur Nar, udah selesai hubungan dia sama Luisa."

Kanara tampak terkejut lalu setelah itu mendengus, "bagus deh, Lui deserve better. Biar nggak makan hati terus sama cowok brengsek kayak Darren."

Dengusan Darren lolos, "gue nggak pernah suka Lui. Gue sukanya lo, dari awal pacaran sampai sekarang gue cuma suka lo."

"Tapi lo salah anjing, lo nggak seharusnya perlakuin Luisa kayak gitu."

"Biar dia jauh dari gue lebih cepet."

"Brengsek." Kanara membenarkan posisi kepalanya lalu menatap Darren. "Kita udah selesai lama Ren, sisa rasa yang ada di lo itu bukan rasa yang sama. Itu rasa bersalah karena lo ngerasa gagal pertahanin kita. Itu cuma rasa bersalah, dan itu buat lo nggak sadar kalau sebenernya lo udah suka sama Luisa."

Darren meletakkan nampan buah di atas meja kecil di depan Tama lalu balik menatap Kanara. "Gue nggak suka Luisa. Gue sukanya lo."

Kanara menghela napas lelah, "penyesalan selalu datang di akhir, tolong, tolong banget perbaikin sebelum makin runyam."

Darren menggelengkan kepalanya. "Udah hancur lebur Kana, semuanya udah gue selesaiin dengan sempurna."

-00-

Kanara meluruskan kakinya ke sofa, baru saja sekitar tiga puluh menit di rumah, dia sudah punya tamu reguler yang datang. Siapa lagi kalau bukan Haidar dan Harris. Dua laki-laki itu bahkan langsung protektif saat melihat muka Kanara yang masih pucat.

"Haus Na? Atau laper?"

"Tiga puluh satu dalam tiga puluh satu menit," Kanara tersenyum masam. "Gue nggak laper Harris, nggak haus juga. Lo sama Haidar aja yang makan. Tama sama Kak Bas masak tuh."

Haidar yang tengah merapikan sampah kulit buah menunjuk Tama dengan pisau buah di tangannya. "Tama nggak masak tuh, pasti diomelin Kak Bas soalnya ganggu."

Haidar dan Harris kompak tertawa jahil sementara Tama tampak sebal tapi berusaha tidak peduli. "Nabastala ngomel ngomel mulu, berisik. Yaudah gue kesini aja."

Keempatnya berhenti saling berbicara saat suara ketukan pintu keras beberapa kali dilayangkan pada pintu utama. Kanara beranjak dari posisi duduknya diikuti helaan napas.

Apalagi ini?

Tangan Kanara membuka kenop pintu, matanya menyambut sepasang mata lain yang terlihat penuh amarah meledak ledak.

"Ad--"

"Karena lo sekarang Aru masuk rumah sakit. Gara-gara lo, dia tau kebenaran yang nyakitin dia. Gara gara lo dia nggak mau dengerin penjelasan gue. Gara gara lo dia nggak mau makan dan nyalahin dirinya setiap hari. Semuanya gara gara lo. Sekarang puas?"

Tangan Kanara meremat erat kenop pintu, bibir pucatnya diam membisu, bukan merasa bersalah tapi merasa tidak habis pikir. Kanara menghela napas lirih, tidak punya tenaga untuk mendebat Candra.

"Dateng dateng salam, bukan nyalahin orang. Siapa dia sampe lo bela mati matian dibanding Kana yang nyatanya dia saudara kembar lo hah?" Harris mendebat tak kalah tajam. Ekspresinya keruh sekali.

Haidar masih diam, begitupun Tama yang tampak tak peduli tetapi jari tangannya sibuk mengetik ratusan makian pada layar ponsel.

"Lo diem ajalah bangsat nggak usah ikut campur, ini masalah gue bukan lo. Kenapa lo nggak urus masalah lo sendiri? Kenapa sok ikut campur padahal lo cuma memperkeruh? Benerin dulu hidup lo yang berantakan itu, jadi berguna dulu baru ikut campur urusan gue. Kalo kayak gini kesan lo jadi kayak sampah yang nyumbat selokan. Nggak guna. Udah nggak berguna dikeluarga ternyata nggak berguna juga di pertemanan. Sampah."

Kanara membulatkan mata, tidak habis pikir kata-kata tidak pantas itu keluar dari mulut Candra. Tangan Haidar terkepal erat, mati-matian menahan diri untuk tidak memukul Candra. Sementara Harris langsung terbungkam dengan ekspresi makin keruh.

"Can, jangan gitu anjing mulut lo--" ucapan Haidar terputus karena Candra kembali memotong dengan suara keras yang penuh amarah.

"Lo juga nggak usah ikut campur, nggak usah sok nasehatin gue disini. Mending lo urus bokap lo, urus surat ham nya, nggak usah ikut campur. Keluarga lo itu berantakan, lo juga berantakan, nggak layak perlu ikut campur masalah orang!" Mata nyalang Candra menatap Haidar dan Harris bergantian.

"Sok ngebelain Kana padahal hidup kalian sendiri kacau. Cuma sampah yang cari-cari validasi." Pandangan Candra beralih pada Haidar. "Lo urus orang tua lo aja nggak becus, mau sok ikut canpur."

Pandangan Candra berpindah lagi pada Harris. "Lo urus diri lo sendiri buat jadi berguna aja gagal, mau sok ngurusin urusan gue. Lo berdua itu gagal, manusia gagal yang nggak pernah diharapin hidup! Emang bener ternyata, orang yang mentalnya unstable kalau dihargai dikit makin nggak tau diri. Orang yang mentalnya unstable don't deserve love. Mati aja sana!"

Seorang yang baru saja berdiri dibelakang Tama langsung merangsek maju, meraih kerah baju Candra lalu memukul keras muka Candra beberapa kali sampai mimisan dan bibir berdarah.

"Sampah." Beberapa pukulan lebih keras menghantam muka Candra yang sudah berdarah. Haidar dan Harris dengan sigap menahan kedua tangan Nabastala karena jika dibiarkan, Candra bisa mati.

Haidar dan Harris memang benci dengan Candra, tapi keduanya tau jika Candra sedang dikuasai oleh emosi. Tama terkekeh geli, tidak ada yang lebih baik daripada Nabastala dan emosinya yang meluap luap.

Mata Nabastala menatap marah ke arah Candra yang sudah terduduk di lantai. Badannya memberontak diantara kukungan Harris dan Haidar yang mengerat. Nabastala menggeram marah, "mati lo anjing, gue bunuh lo bangsat! Maju anjing!"

Tangan Kanara dengan cepat mendorong pintu agar tertutup. Matanya menatap kakak sulungnya lalu tangannya tergerak mengelus pelan bahu Nabastala.

"Kak, udah ya?"

Nabastala mengerjap beberapa kali, tampak bingung sepersekian detik lalu melepaskan diri dari kukungan Haidar dan Harris kemudian melenggang tanpa sepatah kata. Tama menatap Nabastala penuh antusias lalu mengekori laki-laki itu ke dapur.

"Yang barusan Kak Bara ya?" Kana menganggukkan kepalanya lalu menatap Haidar dan Harris bergantian. Sebelum sempat berkata apapun, Harris bersuara terlebih dahulu.

"Jangan didengerin, dia kalau marah emang gitu, suka lepas kendali. Besok juga udah nyesel pernah bilang gitu meskipun mulutnya gengsi bilang minta maaf."

Kanara tersenyum tipis lalu mengangguk mengiyakan, "hubungan gue sama Candra udah rusak, nggak ada yang bisa gue perbaikin. Gue nyerah. Capek."

—00—

Tertanda,
Nalovzz
24-11-2022

Meredup [00line]✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang