Ini adalah bulan ke sembilan aku menjadi penghuni University of Ottawa. Awalnya memang terasa berbeda, tapi sekarang aku mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan baruku.
Begitu banyak yang berubah sejak aku lulus dari Cobham Hall School. Teman-temanku menyebar ke berbagai kota dan negara untuk melanjutkan studinya. Aku sendiri mengikuti Connor, Carlos dan Calis ke kota ini. Sama seperti Elise, Si Idiot Connor Jessup dan Skandar. Namun aku sendiri begitu jarang bertemu Connor atau Skandar. Mungkin karena kami berkuliah di kampus yang berbeda.
Dan untuk Justin, ia lebih memilih menetap di Dycrest bersama Pattie. Setiap pagi ia harus berkendara jauh untuk mencapai Toronto. Ya. Kami memang memutuskan untuk mencoba hubungan jarak jauh. Setiap akhir pekan Justin akan mengunjungiku ke Ottawa. Awalnya memang cukup sulit, bahkan hingga kini hubungan kami terasa sulit untukku. Tapi apa boleh buat? Aku mencintai lelaki itu sama seperti aku mencintai hidupku.
Mengenai keluargaku sendiri, semuanya semakin baik. Calis sedang menjalani tahun-tahun terakhirnya di Lewast. Ia tumbuh menjadi gadis yang berbeda. Lebih terbuka dan lebih aktif. Meskipun ia tetap diam dan tampak sombong kepada orang-orang yang tidak dikenalnya. Connor sendiri sedang gencar-gencarnya berbisnis. Usahanya sangat maju akhir-akhir ini. Begitupun Carlos. Mungkin itu juga yang membuat mereka tidak ragu menguliahkanku di Universitas Ottawa.
“Cailsey!!!”
Suara itu terdengar, bersamaan dengan pintu kamarku yang di ketuk dari luar. Itu pasti Merry, istri Connor yang sedang hamil lima bulan. Ia wanita yang cantik, lembut dan sangat baik. Aku bahkan heran bagaimana mungkin ia bisa bersabar dalam menghadapi kakakku Connor yang pemarah?
“Ya?” Aku menyahut dari meja belajarku.
“Aku memasak spagetti, kau ingin aku menyisihkannya untukmu?”
Itu terdengar lezat. Tak ada satu orangpun yang bisa memasak lebih baik dari Merry. Tapi...
“Tidak. Aku sedang diet,” seruku lebih kuat. Setelahnya, aku hanya mendengar langkah kaki yang menjauhi pintu kamarku. Aku menghela napas panjang, menatap buku-buku di depanku dengan jengah. Tak lama setelahnya, ponsel di sampingku bergetar. Aku menatap layarnya, dan tak mampu menahan senyum saat tahu siapa yang meneleponku.
Aku segera bangkit dan berjalan menuju balkon. Setelahnya, barulah aku menjawab panggilan Justin.
“Hai.” Suaranya di ujung sana terdengar lelah. Aku yakin dia baru pulang dan kelelahan karena berkendara jauh dari Toronto ke Dycrest.
“Kau baru pulang?” aku bertanya meskipun aku sudah tahu apa jawabannya.
“Ya. Kelas terakhirku berlangsung lebih lama.”
“Apa kau sudah makan?”
Justin diam sesaat, lalu akhirnya berkata,”Belum.”
Aku menghembuskan napas panjang. Sudah semalam ini dan dia lebih memilih untuk meneleponku dari pada mengisi perutnya terlebih dahulu?
“Makanlah. Aku akan menunggumu hingga selesai. Kita bisa mengobrol lagi setelah itu.”
“Tidak, tidak. Aku akan makan nanti. Saat ini aku hanya butuh mendengar suaramu. Aku merindukanmu, Cailsey.”
Mau tak mau aku tersenyum, mataku menatap jauh pada kelap kelip lampu kota yang indah. Aku suka kota ini. Lebih ramai dari Toronto. Walaupun terkadang aku merindukan suasana pedesaan di Dycrest. Pertokoan kunonya, udara lembabnya, juga halaman belakang sekolah tempat aku dan Justin selalu menghabiskan waktu bersama. Tempat itu adalah tempat yang bersejarah untukku. Tidak, lebih tepatnya, Cobham Hall School merupakan tempat paling bersejarah dalam hidupku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Temperature
FanfictionSequel of Coldest Temperature Book One : https://www.wattpad.com/myworks/31259503-coldest-temperature