Cailsey’s View
Aku terbangun saat merasakan hembusan napas yang teratur di tengkukku. Aku mencoba mengerjap, dan tidak membutuhkan waktu yang lama bagiku untuk sepenuhnya sadar bahwa ada orang lain yang berbaring di sebelahku. Menghimpit pinggangku dengan lengan kokohnya. Aku melihat ke belakang, dan menemukan Justin yang masih terpejam. Mengapa dia disini? Aku tahu bahwa kami mabuk, tapi biasanya Skandar akan mengurusku dengan baik.
Setelah menghabiskan waktu beberapa detik untuk berpikir, aku mulai menggeliat pelan, dan disaat itulah aku sadar bahwa tubuhku dan Justin sepenuhnya bersentuhan. Dari kulit ke kulit. Sontak aku menjauh dan mendorong Justin hingga ia mengerang namun tidak terbangun. Jantungku berpacu cepat, bahkan sangat cepat hingga aku berpikir aku telah mengalami gangguan jantung.
Apa yang telah terjadi?
Aku melihat ke segala arah, merasa takut, cemas, dan bingung di saat yang bersamaan. Kemudian aku mendapati diriku menunduk, memijat kepalaku yang berdenyut sambil memejamkan mata. Aku hampir melupakan apa yang terjadi tadi malam, tapi aku cukup pintar untuk mengetahuinya. Sialan! Ini bukanlah hal yang ingin aku lewati dalam hidupku! Aku tidak mungkin tidur dengan Justin, kan? Kami tidak bisa melakukan itu!
Disaat semuanya menjadi jelas, barulah aku menarik napas panjang, mencoba untuk tenang walaupun dadaku bergemuruh. Aku telah kehilangan harta yang selama ini kujaga dengan sepenuh hati. Aku kehilangannya dalam waktu satu malam! Bisakah aku membunuh diriku sendiri sekarang?
Dering ponselku berbunyi, dan itu mengejutkanku. Aku segera turun dari ranjang, tak peduli dengan ketelanjanganku, serta rasa nyeri di bagian intiku. Kepalaku terputar dengan linglung, mencari sumber suara berisik yang bisa saja membuat Justin terbangun. Aku tidak mau dia terbangun. Dan ketika aku meraih rok yang kukenakan tadi malam di lantai, aku mengeluarkan ponselku dari sana. Sebuah pengingat untuk pertemuan pagi ini. Hancurlah sudah!
Hariku akan menjadi sangat buruk!
Aku segera berjalan ke kamar mandi, membayangkan omelan Sarah dan kemungkinan kehilangan pekerjaan membuatku lebih sigap dan memiliki alasan untuk melupaka hal sial ini sejenak. Aku mengunci pintu dan berdiri di wastafel. Meraih sikat gigi dan odol sambil memperhatikan wajah dan tubuhku. Aku terlihat sangat buruk, dan aku berusaha untuk tidak menjerit dan mengumpat saat menemukan begitu banyak tanda-tanda kemerahan di tubuhku. Aku tahu tanda apa itu, hanya saja aku alam bawah sadarku bertanya dengan marah, ‘apa yang telah Justin perbuat dengan mulutnya?’
Aku harus mencari cara untuk menyembunyikan bercak merah di pangkal leherku. Adakah yang lebih buruk dari ini?
Setelah aku menyikat gigi dan berkumur, aku kembali menatapi cermin. Mengamati wajahku dengan seluruh saraf otak yang bekerja cepat. Aku benar-benar tidak menginginkan hal ini terjadi! Tatapanku lantas tertuju pada purity ring yang kugunakan, dan aku dilanda kekecewaan yang mendalam.
Ini benar-benar konyol! Justinlah yang membuatku memakai cincin ini selama bertahun-tahun, dan pada akhirnya dia juga yang menjadi alasanku untuk melepaskannya.
Dengan jemari yang gemetar, aku meloloskan cincin perak dari jari manisku dan meletakkannya di pinggir wastafel. Aku sudah tidak membutuhkannya lagi!
Aku berusaha bergerak cepat untuk membersihkan tubuhku, tapi dengan beban pikiran yang seberat ini, aku gagal. Aku berkali-kali melamun dan menghabiskan banyak waktu untuk membasuh tubuhku. Aku memikirkan pertemuan pagi ini dan semakin menyalahkan takdir karena aku belum membaca ulang salinan laporan yang Sarah berikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Temperature
FanficSequel of Coldest Temperature Book One : https://www.wattpad.com/myworks/31259503-coldest-temperature