5 TAHUN KEMUDIAN...
Jika ada yang bertanya apakah aku bahagia sekarang, jawabannya adalah: tidak! Aku memang tidak punya masalah hidup yang terlalu berat, aku juga tidak mengidap penyakit mematikan dan sedang menunggu ajal. Hanya saja, menjadi dewasa tidak menyenangkan. Sungguh. Aku harus merubah sikapku, aku harus memakai topeng di wajahku dan menjadi munafik. Sama seperti orang dewasa kebanyakan. Seperti saat ini, aku harus berpura-pura ramah, memasang senyum palsu dan menatap lawan bicaraku seolah-olah aku tertarik dengan ceritanya.
“Andai saja kau ikut, aku akan mempromosikan kinerjamu di depan orang-orang. Mungkin kau bisa menggantikan tempat Sarah.”
Sarah adalah kepala staff keuangan, dan secara otomatis dia adalah bosku. Dan Neil baru saja menceritakan pesta yang di hadirinya tadi malam. Neil memintaku untuk menemaninya, namun aku menolak. Selain karena aku membenci pesta yang di hadiri banyak konglomerat itu, aku juga tak yakin bahwa pacarku akan mengijinkanku ikut. Lagipula aku tidak terlalu menyukai Neil. Dia terlalu agresif dan menunjukkan bahwa dia tertarik padaku. Terkutuklah Carlos yang telah memperkenalkan pria ini kepadaku.
“Maaf, tapi sayangnya aku tidak bisa hadir.” Kataku memelas. Oh, aku benci ini! Andai saja Neil bukan Direktur perusahaan tempatku bekerja, aku sudah pasti tidak akan berpura-pura manis di depannya.
“Mungkin kau bisa menemaniku di minggu berikutnya, aku punya jadwal pesta amal dengan para dewan.”
Aku tersenyum kecut, sambil memaki dalam hati. Sampai kapanpun aku tidak mau pergi berdua dengannya. “Akan ku lihat apakah aku punya jadwal kosong.” jawabku sopan. Neil mengangguk, ingin berbasa-basi lagi ketika Connor tiba-tiba menyerukan namaku dari arah lobi. Aku langsung memutar kepala melihatnya, tapi Connor malah tampak meringis karena sadar telah mengganggu obrolanku dengan Neil. Tapi percayalah, aku menganggap itu sebuah anugrah dari tuhan.
Mataku kembali menemukan Neil, wajahnya sedikit jengkel karena kelakuan Connor. Ya, Neil pastinya iri karena Connor lebih dekat denganku di banding dirinya. “Umm...kurasa Connor takkan mau menungguku, aku harus pulang.”
“Aku bisa mengantarmu jika kau mau tinggal lebih lama.”
Oh, sadaralah bahwa aku tidak menyukaimu! “Tidak perlu, Neil.” Aku tersenyum sopan. “Aku punya janji makan malam dengan pacarku.” Aku menekankan kata terakhir, sekedar mengingatkan pada Neil bahwa hatiku sudah dimiliki pria lain. Tapi sialnya, ia seolah tak peduli.
“Baiklah. Sampai ketemu besok, Cailsey!” Neil maju dan memelukku sembarangan, jika saja lobi kantor sedang tidak ramai, aku akan dengan senang hati mendorongnya menjauh dan menyerukan kata-kata kotor di depan wajahnya.
Aku akhirnya hanya memutar mata jijik dan segera menjauh dengan gerakan senatural mungkin. “Selamat sore, Neil.” Kataku segera berbalik menghampiri Connor yang menungguku di depan pintu lift. Wajahku langsung berubah kaku, dingin dan tanpa ekspresi. Aku tahu Neil masih memandangi punggungku, tapi aku tidak peduli. Aku sangat tidak menyukai pria itu.
Connor tersenyum mengejek, tentunya ia tahu apa yang baru saja terjadi.
“Jangan membuatku marah, Jessup!” kataku dingin. Pintu lift terbuka dan kami dan para karyawan lainnya berbondong-bondong memasuki lift. Aku dan Connor memang bekerja di perusahaan yang sama, ini karena kakak tercintaku Carlos dan pengaruhnya terhadap beberapa perusahaan besar di Ottawa. Karena relasinya, aku dan Connor mendapatkan pekerjaan yang bagus dan gaji yang berlebih dari apa yang kami butuhkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Temperature
FanfictionSequel of Coldest Temperature Book One : https://www.wattpad.com/myworks/31259503-coldest-temperature