Hujan tidak lagi turun, hanya saja, aku bisa merasakan hawa udara saat ini terlalu dingin. Lenguhan samar keluar dari mulutku, merasa sangat enggan untuk beranjak bangkit dari tempat tidur. Tubuhku seolah memiliki pikirannya sendiri untuk merapat ke arah Justin dan membenamkan wajahku di bahunya. Ini terlalu nyaman, dan kondisinya sangat mendukung niatku untuk terus bergelung di tempat tidur dan tinggal sepanjang hari.
"Kau selalu mempunyai kebiasaan buruk untuk membangunkanku." Gumaman serak terdengar, seiring dengan lengan Justin yang memelukku lebih erat.
"Udaranya sangat dingin. Aku tidak bermaksud membangunkanmu."
"Kau tidak bisa berhenti bergerak, Cailsey..." Justin menghembuskan napas panjang, masih memelukku dan sepertinya, kami akan bertahan seperti ini dalam waktu yang cukup lama.
Aku menggerakkan wajahku ke atas, masuk ke dalam lekukan lehernya dan merasakan kulitnya yang hangat di hidungku, aku bernapas dan menghirup aromanya.
"Berhenti bergerak, Cailsey." Justin kembali bergumam, namun ia menekan dagunya ke sisi wajahku, membuatku merasa semakin hangat dan nyaman. Ya Tuhan, apakah waktu bisa terhenti disaat ini?
"Aku kedinginan." Gerutuku.
"Maka diamlah dan kembali tidur. Aku akan membuatmu hangat." Justin menggerakkan tangannya untuk menarik selimut dan menutupi seluruh tubuh dan kepala kami, kemudian lengannya kembali mendekapku.
Mataku masih terpejam, namun aku bisa merasakan sudut bibirku terangkat membentuk senyuman tipis. "Bagaimana demammu?" Aku bertanya, sama sekali tidak bergerak.
"Aku merasa sehat seperti terlahir kembali."
"Omong kosong!"
Justin tertawa kecil, dan napas hangatnya membaur di antara kami karena ruang udara yang terhalang oleh selimut tebalku sangatlah minim. "Aku serius. Kau merawatku dengan baik tadi malam."
"Aku hanya memberimu pil penurun panas."
"Juga memelukku dan menjagaku hingga tertidur." Justin menambahkan, lalu ia mengecup puncak kepalaku.
"Aku senang melakukannya. Kita saling menguntungkan dalam hal itu."
"Oh ya, benar sekali!" Dia lalu menurunkan selimut yang menutupi wajah kami, kurasa Justin mulai kesulitan bernapas.
"Apa kau sudah membuka matamu?"
"Mengapa kau tidak memastikannya sendiri?"
Aku menggeleng pelan, tidak ingin bergerak dari posisiku saat ini walaupun itu hanya sekedar membuka mata dan mendongakkan kepala untuk melihat wajahnya. "Aku hanya ingin kau melihat jam. Kita tidak bisa bermalas-malasan sepanjang hari."
Otot leher Justin bergerak, pertanda bahwa ia menuruti permintaanku. "Masih pukul setengah enam. Kau bangun terlalu cepat."
"Jangan salahkan aku! Aku menggigil dan itulah yang membuatku terbangun!"
"Hampir memasuki musim gugur, Cailsey, wajar jika suhunya menjadi lebih dingin."
"Benar sekali." Aku menggerutu sembari menenggelamkan wajahku lebih dalam. "Aku akan terbangun dalam kondisi kedinginan setiap pagi."
Justin kembali tertawa kecil dan merapatkan selimut kami, seolah aku adalah seorang bayi yang sedang ia jaga untuk tetap hangat. "Apa kau ingin aku menginap setiap hari dan memelukmu di saat kau kedinginan seperti sekarang?" Tanya Justin pelan, suaranya tidak lagi serak dan ia sudah sepenuhnya terbangun. Kurasa, kami memang sudah sepenuhnya terbangun, namun masih terlalu dini untuk keluar dari ranjang.
"Aku akan senang. Hanya saja, itu tidak mungkin. Itu akan nyaris seperti kita tinggal bersama."
"Kau keberatan untuk tinggal bersamaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Temperature
FanficSequel of Coldest Temperature Book One : https://www.wattpad.com/myworks/31259503-coldest-temperature