Chapter 19

2.3K 177 3
                                    

           Aku terdiam untuk beberapa saat, mencoba mencerna seluruh ucapan Justin dengan benar seraya terus memandang dalam ke matanya. Apa yang baru saja dia bilang? Apa dia gila? Apa aku terlihat sebegitu menyedihkannya hingga dia berucap seperti itu? Dan sepertinya, Justin telah menyadari keheninganku, seluruh jejak humor yang tadinya ada kini menghilang dari wajah.

            “Cailsey...”

            “Kau tahu apa yang baru saja kau ucapkan?” kataku datar.

           Justin mengangguk, wajahnya mencerminkan keseriusan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. “Aku tahu. Sepenuhnya tahu. Dan aku tidak main-main dengan ucapanku.”

            “Justin, kau tidak perlu mengasihaniku. Aku hanya sedang-“

            “Aku tidak mengasihanimu.” Justin membantah dengan wajah bingung. “Bagaimana mungkin kau berpikir seperti itu?”

            “Mudah saja.” aku ingin menarik tanganku dari genggamannya namun Justin menolak. “Aku bertingkah menyedihkan, aku mengadu padamu dan kau berpikir untuk menghiburku karena aku adalah sahabatmu.”

            “Kau tidak menyedihkan, Cailsey! Kau tidak menangis ataupun meraung-raung, bagaimana bisa aku mengasihanimu? Aku serius, Cailsey, aku ingin kita bersama lagi.”

            “Kau baru saja memikirkan hal itu beberapa menit yang lalu. Kau akan menyesal.”

           Justin menggeleng kuat. “Aku tidak akan menyesal. Aku sadar akan apa yang kau lakukan. Mari kita mencobanya. Kau lajang dan akupun begitu, kita pernah saling jatuh cinta dan takkan sulit jika itu harus terjadi untuk kedua kalinya.”

            “Justin-“ Aku menarik napas  sambil memalingkan wajahku ke arah dinding. Apa dia ingin membuatku frustasi? Mengapa ini semua terlalu tiba-tiba? “Kita sudah pernah bersama dan gagal, aku tidak ingin menjalani hubungan yang sama lalu gagal untuk yang kedua kalinya.”

            “Itu sebabnya kita harus mencoba.”

           Ya Tuhan, dia sangat bersikeras!

            “Dulu adalah waktu yang berbeda, Cailsey. Dan kita belum pernah selesai.”

            “Kita sudah selesai. Sejak bertahun-tahun yang lalu.”

            “Kalau begitu mari kita memulai yang baru.” Katanya penuh tekad, namun hal itu malah membuatku gusar. Keseriusannya membuatku kesulitan untuk menolak sementara kami kini hanyalah sebatas sahabat dan aku ingin kami terus berlanjut seperti itu. Aku baru saja menemukan fakta bahwa mantan kekasihku dijodohkan dengan wanita lain dan aku hancur. Aku tak mau Justin hanya menjadi pengalihan atau pelampiasanku. Dia terlalu baik.

            “Kita tidak harus melakukan ini.” suaraku tiba-tiba menjadi lemah. Aku kembali ingat dengan insiden tadi malam. “Mungkin kau hanya merasa bersalah karena tidak sengaja tidur denganku tadi malam.”

            “Tidak. Aku memang merasa bersalah padamu tapi bukan hal itu yang membuatku melakukan ini.” Justin merengkuh pipiku dan membuatku kembali menatap wajahnya yang memancarkan kasih sayang yang tulus. Aku tahu dia menyayangiku sejak dulu, tapi kini itu hanya sebatas teman, kan? “Aku melakukan ini sebab aku tidak tahan melihatmu bersedih karena Louis.” Lanjutnya. “ Aku tahu kau tidak menangis dan tidak semenderita seperti kebanyakan orang, tapi aku mengenal hatimu, Cailsey. Aku tahu kau terluka dan aku ingin menyembuhkan luka itu. Aku ingin melihatmu seperti dulu lagi. Aku ingin membahagiakanmu.”

Perfect TemperatureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang