Bisnis yang Kejam

8K 451 12
                                    

Ali menemukan ponselnya di atas meja kecil samping tempat tidur, Ali membukanya. Beberapa foto telah dikirimkan ke ponselnya, dan dengan kesal, ia menggenggam ponselnya penuh amarah.

"SIALAN!!!"

Sebuah panggilan masuk ke ponsel Ali. Ali mengangkatnya dengan amarah yang sudah sampai di puncak kepalanya, dan siap untuk diledakkan.

"Hai, Tuan Lian yang terhormat. Selamat pagi."

"Mau lo apa? Gue udah suruh lo lenyap dari hadapan gue! Jangan ganggu kehidupan gue lagi! Lo udah bosen hidup, hah?" Ali mulai menggeram.

Di seberang sana seseorang berdecak. "Seorang Keyla Kertanama akan selalu punya cara untuk menghancurkan orang lain, Tuan Lian."

"Jadi, lo kembali hanya untuk menghancurkan gue, Key?! Lo nggak akan berhasil!" bentak Ali marah.

"Oh, ya? Anda yakin, Tuan Lian? Apa jadinya jika saya mengirimkan foto-foto itu kepada Ayah dari tunangan Anda sekarang? Bukankah Anda akan dihentikan menjadi calon menantu? Anda akan dicap sebagai pria yang tidak bertanggung jawab, mungkin? Atau saya harus mengirimnya ke media? Seorang pengusaha muda tidak sabar ingin malam pertama?" ia tertawa puas.

"Lo dengerin gue, Keyla! Sebelum o melakukan semua itu, gue akan lebih dulu menangkap lo, Key! Lo nggak akan lepas dari gue! Ngerti lo?" klik! Telepon ditutup dengan kasar oleh Ali.

Tanpa menunggu, ia segera membuat panggilan lain. "Cari  Keyla Kertanama! Dapatkan dia dalam 24 jam! Bawa dia hidup-hidup ke hadapan saya!" setelah mematikan telepon, Ali terduduk di tepi ranjang. "BRENGSEK!"

Jam tangan Ali menunjuk angka 7.30. Prilly sudah berada di dalam kamar mandi sekitar satu jam. Ali  mulai khawatir.

"Sayang, lo mau sampai kapan di dalam? Nanti lo sakit." Ia berdiri di depan pintu kamar mandinya.

"Lo pergi! Jangan ganggu gue!"

Ali mendengus kesal. "Anak ini keterlaluan kerasnya!" ujarnya kesal. "Sayang, lo harus keluar sekarang. Gue perlu jelasin ke lo tentang kita semalam. Kalau lo nggak mau keluar, gue juga nggak akan bisa jelasin apa-apa." tegasnya menunggu jawaban.

Hening. "Sayang, lo masih nggak mau keluar? Atau mau gue dobrak pintu ini dan gue nggak peduli kondisi lo di dalem?"

"Gue butuh baju!"

"Iya, nanti kita cari baju. Lo pake kimono aja dulu. Cepet keluar atau gue dobrak! Gue tunggu lima detik!" Ali beranjak dari sana.

Tak sampai lima detik Prilly keluar dari kamar mandi dengan wajah segar, namun tetap kusut. Ia mengenakan kimono yang disarankan Ali.

"Udah selesai? Kita ngobrol di sana." Ali mengajak Prilly duduk di sofa kamar.

Prilly duduk di sofa panjang, sedangkan Ali duduk di sofa sebelahnya yang cukup untuknya sendiri. Prilly bahkan tak menatap Ali, pikirannya masih melayang setiap melihat ranjang dan dress yang tergeletak di lantai.

"Terserah lo mau percaya atau nggak sama gue, tapi semalem kita beneran nggak ngapa-ngapain." jelas Ali serius.

"Nggak ngapa-ngapain gimana? Lo sendiri--"

"Please, dengerin penjelasan gue dulu, bisa? Gue nggak suka omongan gue dipotong! Oke?" tukas Ali.

Prilly menatap tajam Ali.

Ali menarik nafas, raut wajahnya nampak serius. "Gue yakin kita nggak ngelakuin apa-apa semalem. Gue pikir pasti ada yang ngejebak kita. Ini bisa jadi rival gue, atau mungkin juga rival bokap lo?"

"Rival?" Prilly memegang kepalanya.

Ali kembali khawatir. "Kenapa? Kepala lo sakit?"

Prilly menggeleng. "Gue lagi berusaha inget-inget kejadian semalem. Tapi gue bener-bener nggak bisa mengingat apapun tentang kita. Bahkan terakhir yang gue lakuin setelah pertunangan kita pun, gue nggak inget!"

ALONE | AP STORY (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang