"Dan bagaimanapun, masa lalu adalah masalah yang paling sulit dihadapi dan tidak ada solusi lain, kecuali mengikhlaskannya."
- Echa -
*****
Pak Rezky bersama Mary berjalan menuju ruang rapat kecil yang berada tidak jauh dari ruang kerjanya. Ketika sampai di sana, tak didapatinya Tuan Lian di sana.
"Mary, ke mana Tuan Lian? Apa dia sudah pulang?" tanya Pak Rezky pada sekretarisnya itu.
"Sepertinya belum, Pak. Tadi saya menyuruh Tuan Lian untuk menunggu karena Bapak sedang ada rapat penting. Mungkin beliau sedang ke toilet, Pak." jelasnya.
Pak Rezky mengangguk. "Baiklah, Mary. Kamu kembali saja ke ruanganmu, saya akan menunggu Tuan Lian di sini."
"Baik, Pak. Saya permisi." Mary pun keluar dari ruangan rapat. Pak Rezky duduk di kursi putarnya, dan menunggu Tuan Lian sambil membaca beberapa berkas di hadapannya.
Pintu diketuk. Sosok Ali memasuki ruangan tersebut dengan senyum khasnya yang ramah dan mempesona. "Maaf, saya terlambat, ya?" ujarnya dengan menjulurkan tangan untuk menjabat Pak Rezky.
Pak Rezky membalas jabatan tangan Ali dengan tegas. "Tidak, Tuan Lian. Saya yang seharusnya minta maaf karena sudah membuat Anda begitu lama menunggu. Mari, silakan duduk!" ia mempersilakan Ali duduk.
"Ah, tidak apa-apa, Pak. Saya tadi keluar sebentar untuk merokok. Tadi saya sempat ditegur untuk tidak merokok di sini." jelas Ali dengan tubuh yang bersandar santai di kursi putarnya.
Kening Pak Rezky berkerut. "Ditegur oleh siapa? Padahal saya sudah bilang ke seluruh karyawan untuk mengijinkan Tuan Lian merokok di ruangan manapun."
Ali tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Pak Rezky. Saya sangat menghargai teguran dari wanita itu. Sepertinya dia tidak bekerja di sini, karena saya lihat penampilannya sangat berantakan dan cuek sekali."
"Mungkin dia tamu, Tuan Lian." ujar Pak Rezky setelah cukup lama menimbang siapa gerangan yang dimaksud Ali.
Ali mengangguk. "Mungkin juga, Pak Rezky. Oh ya, karena yang akan kita bahas saat ini adalah gathering, mungkin sebaiknya kita bisa berbicara agak santai, Pak? Pak Rezky cukup panggil saya Ali saja, jangan Tuan Lian sebab saya mau kekeluargaan di antar perusahaan kita akan semakin terjalin baik, Pak."
Pak Rezky tertawa. "Baik, baik, Ali. Kalau begitu mari kita mulai!"
Rapat pun terjalin dengan santai. Karena terlalu santai, Ali seolah sedang meeting dengan seorang teman lama dan bukan seorang yang lebih tua darinya. Mengingat Pak Rezky masih muda untuk ukuran seorang orang tua, Ali lebih leluasa dengan memanggilnya 'Om Rezky'.
Setelah menghabiskan waktu hampir satu jam, akhirnya pembicaraan entang rapat itu selesai, dan kini beralih pada obrolan santai di antara keduanya.
Ali meneguk kopi yang ada di hadapannya. "Semoga acara kita minggu depan sukses ya, Om. Oh ya, boleh aku lihat daftar perusahaan yang akan hadir di acara itu?" tanyanya sambil memajukan duduknya.
"Tentu! Ini dia, Li." Pak Rezky memberikan selembar kertas pada Ali. Ia menerimanya dan mulai memeriksa satu persatu dengan teliti. "Ali, boleh saya bertanya sesuatu? Tentang pribadi kamu, mugkin?" tanyanya yang memang duduk berhadapan dengan Ali.
Sejenak ia beralih dari kertas itu dan menatap Pak Rezky. Lantas ia tersenyum. "Tentu, Om. Silakan."
"Usia kamu begitu muda dan sudah begitu sukses seperti ini. Kamu tidak berpikir untuk menikah, Li?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONE | AP STORY (HIATUS)
Hayran KurguPrilly, wanita pendiam dan penyendiri. Terlahir sebagai anak serba berkecukupan, tapi ternyata ia tumbuh menjadi wanita kuat dan mandiri. Ia lebih suka menutup diri, dan tidak ingin ada seorang pun yang masuk lebih dalam tentang dirinya. Hingga pada...