Tentang Prilly

36.7K 1.1K 25
                                    

"Jika saja hidup bisa seperti cerita dalam novel yang selalu sempurna,
pastinya setiap orang akan mendapatkan kebahagiaannya sendiri-sendiri.
Jika saja segala masalah bisa dipecahkan dengan mudah,
pastinya tidak akan ada kesedihan.
Dan jika saja cinta itu mudah ditemukan,
pastinya banyak orang yang tidak perlu mencari jodohnya masing-masing."

- Echa -

***

Aprillia Angelica Reyfana, wanita berusia hampir 23 tahun yang menjalani kehidupan sempurna layaknya seorang Putri Kerajaan. Di lingkungan keluarga, ia lebih sering dipanggil Illy, namun di lingkungan para sahabat lebih dikenal dengan Prilly.

Kehidupannya sangat berlimpah materi. Rumah seperti istana, fasilitas lengkap seperti hotel, kendaraan serba mewah, dan yang terpenting adalah keluarga yang sangat mapan.

Ayahnya bernama Rezky Aditya, seorang pengusaha tambang yang cukup sukses, handal dan terkenal di kalangan bisnis. Bisnisnya berkembang sangat pesat, dengan orang-orang yang dipekerjakan olehnya adalah orang-orang berpendidikan dan ulet. Beliau termasuk orang yang tegas dan disiplin di kantor. Akan tetapi, bila kembali ke rumah, beliau adalah orang yang sangat menyayangi keluarga terutama Prilly, yang merupakan anak kesayangannya.

Bundanya bernama Syafa Annisa, yakni seorang dokter umum yang membuka praktek di rumah dan juga di Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta. Beliau praktek di setiap Senin sampai dengan Jumat dari pagi hingga sore hari. Malam hari dimanfaatkan sebagai waktu bersama keluarga, sebab ia mencintai keluarga kecilnya. Meski disibukkan dengan kegiatan prakteknya, Bunda tidak pernah lupa melakukan kewajiban rumah tangganya baik sebagai istri dan juga sebagai Bunda bagi anak-anaknya.

Kakaknya adalah Maxime Aditya, yang juga merupakan seorang dokter umum. Ia mengikuti jejak sang Bunda dengan membuka praktek di rumah dan Rumah Sakit Pondok Indah. Ia sengaja mengambil praktek yang berbeda dengan Sang Bunda. Max praktek setiap Senin sampai Jumat di rumah sakit, sementara di rumah hanya Kamis dan Jumat pukul tujuh hingga sembilan malam. Usia Max dan Prilly terpaut tiga tahun, sehingga hubungan mereka sangatlah dekat. Max pun sebagai kakak selalu memanjakan adik perempuan semata wayangnya itu. Segala kasih sayang dicurahkannya lebih dulu pada adiknya dibanding pada pacarnya.

Prilly sendiri sedang menekuni dunia bisnisnya dalam bidang kuliner dan bacaan. Dua tahun yang lalu, Prilly resmi membuka sebuah Reading House yang dilengkapi dengan kafe di dalamnya. Keinginannya terhadap usaha ini sangatlah besar dan keluarga pun sangat mendukung.

Semua berawal sejak kelulusan SMA, di mana ia berniat membangun sebuah bisnis dengan hasil jerih payahnya. Ia pun memutuskan untuk bekerja pada sebuah kafe milik sebagai salah satu bentuk upayanya untuk mengumpulkan dana membangun bisnis impiannya. Setelah bekerja dua tahun dan mendapatkan ilmu, Prilly pun meminta bantuan kepada bosnya untuk membantunya membangun bisnisnya. Meski ia tahu bahwa dana yang dikumpulkannya masih kurang, Prilly pun berniat meminjamnya kepada sang Ayah sebab ia memang bukan tipe anak yang senang meminta kepada orangtua. Oleh karena itu, Prilly membuat perjanjian dengan sang Ayah saat itu.

"Illy, kamu itu anak kesayangan Ayah, loh. Kamu minta apa aja pasti Ayah kabulkan, kenapa harus pakai surat perjanjian? Ayah nggak mau tanda tangan." Tolak Ayah menatap sebuah map di atas mejanya. "Atau begini saja, anggap aja permintaan konyol kamu itu Ayah jadikan hadiah ulang tahun kamu, ya?" ia terdengar sedikit memohon.

Prilly yang duduk di hadapan Ayah mulai terkekeh geli. "Ayah Sayang, dukung Illy dong! Illy 'kan pengen mandiri. Illy pengen merintis usaha ini dengan hasil keringat Illy, Yah, walaupun Illy harus minjem uang Ayah dulu. Ayah ngerti 'kan kalo Illy itu nggak suka cuma duduk ongkang-ongkang kaki aja menikmati semua ini?" ia merentangkan tangannya sembari memutar bola matanya.

"Illy, anak kesayangan Ayah yang paling cantik setelah Bunda, ini hal gila yang pernah Ayah dengar. Oke? Sekali lagi Ayah bilang, kalau kamu itu anak kesayangan Ayah. Ayah senang kalau kamu memang berencana untuk mandiri dan merintis usaha. Tapi, ini 'kan Ayah, Ly? Kamu itu minjem modal bukan sama orang lain, masa harus pakai perjanjian begini? Yang bener aja, Ly?" Ayah menyodorkan kembali map di depannya itu kepada Prilly.

Prilly melipat kedua tangannya di depan dada. "Oke, kalo Ayah nggak mau terima perjanjian itu, aku akan berhenti jadi anak Ayah. Titik!"

Ayah mendelik. "Loh, loh, loh? Apa-apaan sih, Ly? Kok jadi ngancem Ayah begitu?"

"Ya makanya Ayah bantu Illy dong. Ayah tinggal tanda tangan surat perjanjian itu aja kok. Illy janji tahun depan pasti modalnya udah balik, dan uangnya akan segera Illy kembaliin sama Ayah." Prilly memohon lagi kepada Ayah.

Ayah menghela nafas. "Illy Sayang, begini loh, semua yang Ayah lakukan ini adalah untuk Bunda, kamu, dan juga Max. Kalau kamu tidak mau menggunakan semua fasilitas yang Ayah kasih, jadi siapa yang akan menggunakannya?"

"Gunakan untuk yang lebih membutuhkan aja kan bisa, Yah." Jawabnya tenang. Prilly memajukan duduknya. "Jadi gimana, Yah? Tanda tangan ya, Yah? Please! Dukung Illy 'kan, Yah?" pintanya dengan mata berbinar.

Ayah menatap anak perempuan di hadapannya ini, antara kesal dan juga senang. "Ya sudah, Ayah ngalah deh. Ayah akan tanda tangan, dan kamu tetap jadi anak Ayah! Titik!" putusnya.

Prilly tertawa. "Ya iyalah, Illy tetep jadi anak Ayah. Mana mungkin putus cuma gara-gara hal ini?"

Ayah meletakkan lagi pulpen yang sudah dipegangnya. "Ya udah, kalo gitu nggak jadi Ayah tanda tangan deh."

"Ih, Ayah, Illy serius!" protes Prilly.

Diambilnya map tersebut. "Iya, nih Ayah tanda tangan. Tapi Ayah mau kamu dengerin kata-kata Ayah!" jeda sebentar dari Ayah. Matanya menatap lurus pada Prilly. "Cukup sekali kamu minta hal konyol kayak begini, ya! Ayah nggak mau lagi! Ngerti?"

Prilly tersenyum, kemudian ia berlari memeluk sang Ayah. "Makasih ya, Yah. Ayah emang yang terbaik." ujarnya bahagia.

Seperti itulah Prilly di mata keluarga. Mandiri, tapi juga paling manja dengan Ayah dan Bunda-nya. Akan tetapi, di kehidupan luar, Prilly hanyalah sosok pendiam, pemalu, juga tertutup, bahkan penyendiri.

Di kampus, tidak ada yang mengetahui identitas aslinya sebagai anak pengusaha, kecuali beberapa sahabatnya. Ia menciptakan image di kampus sebagai anak culun yang hanya mengerti kuliah, belajar, dan pulang. Prilly tak ingin menanggapi hinaan dari orang di sekitarnya, tetapi ia hanya mengumbar senyum kecil dan menikmatinya. Menurutnya, orang yang telah menghinanya itu hanya mampu menilai materi dan menggunakan kedudukan orangtua mereka untuk pamer.

Kini Prilly dapat terbilang sebagai wanita yang mapan, dengan penghasilan tetap dari bisnis yang ia rakit sendiri dari nol. Kuliahnya juga tetap lancar, bahkan ia selalu mendapatkan nilai terbaik. Dengan bisnis yang dijalaninya, kini membuat Prilly semakin mandiri.

"Menjadi pribadi yang mandiri itu benar-benar menyenangkan," batin Prilly merasa puas dengan hasil kerjanya.


ALONE | AP STORY (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang