Faith

6.9K 427 9
                                    

Ali dan Prilly berada dalam mobil. Ali tak banyak bicara setelah sarapan tadi. Prilly juga tidak ingin bertanya kemana ia akan dibawa oleh pria itu. Hingga akhirnya mobil berhenti di depan sebuah rumah dengan pagar yang cukup tinggi menjulang menutupi bagian depan rumah. Pintu terbuka lebar secara otomatis menyambut mereka. Dapat terlihat dengan jelas seperti apa pemandangan rumah megah itu yang sama sekali tidak terlihat dari luar karena agak masuk ke dalam.

"Sekaya inikah Tuan Lian? Pantas saja dia begitu angkuh dan memamerkan kekayaannya! Dan merasa berkuasa, tentunya! Cih!" komentar Prilly dalam hati.

Yang dilihat Prilly saat ini adalah rumah seperti istana, yang bahkan jauh lebih megah dari miliknya. Rumah miliknya saja sudah dibilang istana, bagaimana dengan rumah Ali ini? Rumah itu memiliki halaman luas yang sangat hijau dengan pohon-pohon yang tinggi menutupi sekitar rumah, bahkan seharusnya bisa dijadikan sebagai lapangan bola. Pilar-pilar rumahnya menjulang sangat tinggi, menunjukkan betapa mewah rumah tersebut. Rumah itu memiliki dua sayap di kanan dan di kiri, dan di tengah-tengahnya dihubungkan dengan semacam koridor yang belum diketahui Prilly secara jelas.

Dapat dilihat oleh Prilly barisan mobil mewah seperti Ferrari, Lamborghini, BMW, Mercedes-Benz, terparkir rapi di sudut sebelah kanan yang sepertinya memang dibuat khusus. Belum lagi ada dua buah Harley Davidson dan sebuah motor sport yang tidak Prilly ketahui merknya, yang juga 'dikandangi' tak jauh dari garasi mobil mewahnya.

Saat mobil memasuki basement, Prilly geleng kepala. "Astaga, bahkan rumah ini punya basement! Ini rumah atau hotel sih?" batinnya.

Ali berdeham. "Kayaknya udah cukup deh mengagumi rumah gue. Lo kan nggak perlu sekaget itu untuk melihat semua kekayaan ini?"

"Gue nggak kaget! Cuma heran aja sama lo, rumah begini megah, mobil dan motor mewah berderet, semua itu buat apa? Memamerkan diri lo yang punya kuasa dan punya harta?" jawab Prilly dengan lantang. Mobil telah berhenti, dan supir membukakan pintu Ali. Pintu Prilly juga dibukakan oleh seorang pria muda.

"Terima kasih." ucap Prilly kepada pria yang membukakan pintunya.  Lalu langkahnya menyusul Ali yang sudah menaiki tangga. "Hey, Ali! Jawab gue!"

"Nggak sama sekali, Sayang. Gue melakukan semua itu karena kepuasan."

"Kepuasan? Kepuasan apa?"

Ali berhenti melangkah. Ia berbalik menatap Prilly yang ada di belakangnya. "Lo bekerja, lo menghasilkan uang, lalu uang itu hanya didiamkan saja tanpa digunakan? Jadi, uang itu gue gunakan buat beli semua itu, Sayang. Itu bukti hasil jerih payah gue dalam bekerja selama beberapa tahun ini. Oke? Bisa dipahami?" ia kembali naik.

"Ya, tapi harusnya lo nggak pemborosan kayak gitu! Banyak hal yang bisa lo gunakan dengan uang itu! Misalnya menyumbangkan dana ke panti, membuat kegiatan-kegiatan yang lebih banyak manfaatnya dari pada harus membeli barang-barang nggak guna kayak gitu!" ujar Prilly menggebu-gebu. Entah kenapa ia selalu begitu emosi jika ada orang yang melakukan hal yang tidak disukainya seperti itu.

Ali sampai di depan pintu penghubung antara basement dan bagian dalam rumah. Ia berbalik lagi menatap Prilly dan tersenyum. "Semua hal yang lo bilang tadi bisa gue pertimbangkan, Sayang. Sekarang gue ucapin selamat datang di rumah lo. This is your house." ia membuka pintu itu dan mempersilakan Prilly memasukinya lebih dulu.

Prilly terdiam. Kakinya tak mau melangkah. "This is not my house!" tegasnya dengan tangan yang melipat di depan dada.

"Oh, ya? Tapi sebentar lagi lo akan menjadi Nyonya Mardiansyah, Sayang. Semua ini akan jadi milik lo. Come on!" Ali akhirnya menarik masuk Prilly ke dalam rumah megahnya.

Dan... Rumah itu benar-benar membuat Prilly harus terpana. Segala kemewahan benar-benar ditunjukkan dalam rumah ini. Desain rumah yang sangat indah di sana-sini. Prilly benar-benar terperangah.

ALONE | AP STORY (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang