Cuaca di kota Boston sedikit dingin, mungkin efek dari pergantian musim. Jaket berlapis dan syal terlihat dikenakan oleh warga Boston, tidak ada yang mengeluh, karena mereka sudah terbiasa dengan suasana sejuk bercampur dingin.
Walaupun sudah di tahun 2059, teknologi semacam pemanas ruangan tidak pernah hadir di tengah-tengah hiruk pikuk. Bahkan penggunaan pendingin ruangan pun juga jarang sekali di temukan pada tahun ini. Klise saja, para manusia bumi bersepakat tidak ingin terus merusak lapisan ozon yang bahkan sudah semakin parah. Demi kelangsungan hidup juga, maka keberadaan pendingin atau bahkan pemanas ruangan, sengaja di musnahkan walaupun pasti masih ada yang melanggar peraturan tersebut.
Hachim ...
Beberapa mata menatap sosok pemuda yang baru saja bersin. Hidung merahnya terlihat mengeluarkan ingus.
"Adam! Kau ini menjijikan sekali huh?!" sengak Rose, yang kebetulan sedang berjalan berdua dengan Adam.
"Hm—
Hachim ...
Bersin lagi.
"Dingin, Rose. Sial, gigiku sampai bergemelutuk," desah Adam, pasrah dengan keadaan dingin yang menderanya.
"Bukannya tadi Thanesa sudah buat jahe hangat? Kau tidak minum ya?"
Adam menggeleng, seraya mengeratkan matel dan membenarkan syal abu-abu miliknya. Rose menggelengkan kepalanya, tidak heran dengan tingkah keras kepala Adam. Cuaca semakin bertambah dingin seiring dengan embusan anila yang sejuk.
Pagi ini, merupakan pagi yang membuat ke lima remaja bimbang. Oke! Mereka semua bingung untuk menamai mesin buatan mereka sendiri, beberapa nama mereka sematkan tapi tidak ada yang sesuai. Serius, jika untuk pemberian nama jangan bertanya pada ke lima remaja tersebut. Karena mereka tidak akan bisa berpikir jauh. Paling-paling yang mereka pikirkan nama pendek, simple, dan mudah. Yah! Ciri khas memang.
Adam memasuki kelas dengan keadaan yang kacau, jangan tanyakan anak itu jika musim salju melanda Boston, Adam akan terlihat kacau. Hidung merah, telinga merah, bibir pucat, dan jangan lupakan kupluk maroon, matel, dan juga syal yang melekat pada tubuh Adam.
"Kau ini mengerikan sekali," cibir Ethan saat melihat kedatangan Adam di dalam kelas. Ethan celingukan, lalu berujar, "anak matematika sudah masuk kelas duluan?" tanyanya.
Adam mengangguk. "Tadi sempat bertemu di jalan menuju kampus," sahut Adam seraya mengusap ingusnya yang meler.
Ethan dengan sigap langsung melempar sapu tangan. "Pakailah, dan jangan menunjukan ingusmu lagi di depanku. Itu sangat menjijikan."
"Hm, thank you," ujar Adam.
"Hah, kau ini kenapa keras kepala sekali? Bukan kah Thanesa sudah membuat jahe hangat tadi, setidaknya minumlah sedikit saja. Dasar kau ini!" cetus Ethan.
"Buru-buru, tapi untung masih bisa di kejar."
Ethan menoleh kearah Adam. "Apanya?"
"Waktunya lah," jawab Adam. Kepala laki-laki itu memberat dan berakhir tergeletak di meja kelas. Mengenaskan.
Ethan yang melihat kelakuan teman satu perjuangannya hanya bisa menggelengkan kepalanya heran. Lalu tiba-tiba panggilan dari Prof Richard melalui jam tangan miliknya tersambung. Ethan berdecak, sungguh malas berurusan dengan tua bangka tersebut.
"Ya!" ujar Ethan malas.
"Apa waktu lalu, kau dan teman-temanmu masuk ke Universe Lab?"
"Heh, Kau menuduhku Profesor yang terhormat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Impostor In Paradox Time
Science FictionSebuah pertanyaan yang membuat satu dunia bertanya-tanya akan kebenarannya. "Apakah masa lalu dapat mempengaruhi masa depan?" Kehidupan manusia sendiri terdiri dari 3 masa. Masa lalu, masa sekarang, dan masa depan tapi kenapa semua orang justru han...