Sesaat mendengar berita yang di sampaikan Thanesa, dan sedikit provokator dari Eser. Ke lima mahasiswa itu akhirnya bergegas menuju gedung Capitol Hill, dan benar saja, keadaan di sekitar gedung ricuh bahkan aparat negara sendiri di buat kewalahan. Entah apa maksud Daniel Trump dengan mengadakan aksi bodoh ini, jawabannya pun belum pasti. Ke lima mahasiswa itu pun akhirnya masuk lebih dalam ke area gedung.
"Omong kosong apa yang di sampaikan pak tua itu?" cibir Adam di tengah-tengah ricuhnya suasana.
"Kenapa tidak ada yang menghentikannya?" sahut Rose sedikit berteriak.
"Dengarkan saja dulu." Eser pun angkat bicara, tatapannya tidak lepas dari sosok pria paruh baya yang sedang berkoar-koar entah apa tujuannya.
Berbalik menatap sekitar, Ethan yang baru saja menyadari sekitarnya semakin ricuh langsung menarik mundur teman-temannya. Lelaki itu masih waras, dan peka lantaran banyak pendemo yang membawa senjata tajam.
"Kita minggir dulu, terlalu beresiko," tutur Ethan.
Benar juga apa yang di katakan mahasiswa fisika tersebut, suasana sangat beresiko untuk berjalan-jalan di sekitar gedung, dimana banyak warga yang terus saja berteriak ricuh hingga memekakkan telinga. Belum lagi suara letupan pistol yang sengaja aparat lepaskan demi membuat warga tenang, tapi justru membuatnya semakin ricuh. Berdekatan dengan para pendemo seperti ini bisa membuat stres seketika.
"Balik lagi saja, kalau semakin tidak terkendali seperti ini." Thanesa menggerutu di samping Ethan yang menggandengnya.
"Jangan. Lihat situasi dulu, barangkali ada beberapa hal yang dapat kita manfaatkan," sahut Adam, mewakili Eser yang akan menjawab.
"Keadaan seperti ini apa yang mau di manfaatkan." Rose memekik, seraya mengipasi wajahnya dengan tangan. Benar saja walaupun suasana menjelang sore, matahari tidak juga malu menyorot bumi belahan barat ini.
Eser dan Adam saling bertatapan, jika bersangkutan politik seperti ini, Ethan hanya bisa mengangkat tangan dan menyerahkannya pada ke dua teman lelakinya. Dirinya akan menjadi tim hore saja.
"Kantor pusat pasti sepi, ayo kesana saja. Ada berkas yang harus aku ambil," ujar Adam pelan.
Kernyitan heran tercetak jelas di wajah teman-temannya, membuat Adam memutar bola matanya jengah.
"Sok-sok an rahasia, sok misterius," cibir Ethan.
"Data negara, aku mau ambil 50% saham negara."
"Buat apa?!" Okay, Eser benar-benar terkejut untuk masalah yang satu ini.
"2059 sudah tidak membutuhkan hal kuno seperti itu Adam, untuk apa data-data itu?" tanya Thanesa yang juga ikut terheran.
Sudah Adam duga sebelumnya, ya mungkin ini memang terdengar kuno bagi makhluk dari masa depan seperti teman-temannya. Akan tetapi, entah kenapa ada hal yang terlintas di otaknya bahwa hal itu memang harus ia lakukan, terlepas dari hebohnya pemilihan presiden. Namun jika kericuhan ini dapat membuat dirinya semakin cepat mencapai tujuan, kenapa tidak di laksanakn dengan cepat juga?
"Hanya perasaan, kurasa kita akan membutuhkannya. Ingat juga bahwa kita warga asli negara ini." Hanya itu yang mampu Adam katakan, membuat keheningan sejenak menghampiri.
Saat ini, ke lima mahasiswa itu sudah menjauh dari kekacauan demo yang berada di gedung Capitol Hill. Tidak perlu menebak apa yang terjadi, yang pastinya Daniel Trump tidak terima dengan angka votenya yang lebih rendah dari Josh Biden. Sudah bisa tertebak bagi mereka yang dengan mudah membaca raut tak suka Daniel Trumps. Politik memang membawa bencana.
Sasaran Adam untuk mengambil berkas negara saat ini berada di gedung putih, ah ... sepertinya ini terlalu mudah, tidak seperti saat dimana ia dan teman-temannya mencuri bintang mati di Universe Lab. Tidak kehabisan akal, ke lima mahasiswa itu pun langsung merujuk ke kota paling aktif—Washington D.C, gedung-gedung tinggi menjulang menjadi saksi bisu kelakuan ke lima mahasiswa yang sedang membobol data negara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impostor In Paradox Time
Fiksi IlmiahSebuah pertanyaan yang membuat satu dunia bertanya-tanya akan kebenarannya. "Apakah masa lalu dapat mempengaruhi masa depan?" Kehidupan manusia sendiri terdiri dari 3 masa. Masa lalu, masa sekarang, dan masa depan tapi kenapa semua orang justru han...