Tidak di pungkiri, semakin hari riwayat pasien di setiap negara bertambah. Bahkan saat ini sudah memasuki kloter ke dua tersebarnya virus menular tersebut. Tidak ada pilihan lain selain karantina besar-besar an lagi, walaupun keluhan di tujukan oleh setiap pemerintah negara, namun tetap saja karantina itu akan segera terlaksana juga.
Sayang beribu sayang, setelah ke lima mahasiswa itu berpisah secara tak langsung. Lagi-lagi Dr. Ai kembali di culik, entahlah apa yang di inginkan oleh orang yang menculiknya, yang pasti itu hanya untuk kepentingan pribadi. Sudah 5 bulan ini, Dr. Ai dinyatakan hilang, dan kelima mahasiswa itu tidak berniat lagi untuk mencarinya, lantaran sudah mengetahui vaksin dan beberapa ramuan. Licik? Memang itulah adanya.
Seakan bak dimakan bumi, berita Dr. Ai yang hilang pun juga semakin memudar, rakyat Tiongkok pun juga sekarang semakin acuh, bahkan dengan virus itu sendiri. Semakin banyak yang mengabaikan virus, dan semakin banyak pula yang terkena dampaknya. Semakin lama pun, pemerintah juga malas mengaturnya, lantaran selalu saja mengeluh yang bahkan tidak bisa mengurangi masalah.
Kepulangan mendadak ke lima mahasiswa yang kembali ke Wuhan, menjadi pembicaraan utama di Tiongkok. Siapa yang tidak tahu dengan lima otak jenius? Hampir semua tahu, bahkan wajah ke lima mahasiswa itu terpampang di setiap pamflet-pamflet. Terlalu heboh untuk menyambut lima manusia tersebut, namun Eser, Adam, Ethan, Rose, dan Thanesa sendiri tidak mengambil pusing akan hal itu. Terlau freak, katanya. Restoran yang dulu mereka singgahi, kembali di kunjungi setelah beberapa bulan bertugas di setiap wilayah Tiongkok. Tidak ada yang menyadari bahwa di antara kerumunan restoran tersebut terdapat lima otak jenius yang sedang menikmati selesainya tugas.
"Hot pot, please." Ethan mengawali pesanannya yang super jumbo.
"Samakan saja."
"Don't meat, vegetan only," ujar Thanesa, saat mendengar pesanan hot pot teman-temannya. Gadis itu tahu, bahwa daging-daging di pasar Wuhan sedikit tidak higeinis, dan ia mencoba untuk mencegah kejadian yang membuat kesehatan mereka turun. Sayuran tidak buruk jika di sandingkan dengan hot pot.
Adam mengangguk seraya berujar, "Atur saja."
"Kalian sudah meringkas vaksin-vaksinnya?" Ethan bertanya di sela-sela bermain ponsel.
Eser menoleh seraya mengangguk. "Done," ujarnya.
"Setelah ini pergi bagaimana?" tanya Ethan lagi.
"Dunia sedang gempar covid, Ethan. Untuk apa kita pergi lagi?" Thanesa balik bertanya.
"Maka dari itu kita bisa melihat situasi negara lain, rasanya hambar berinteraksi dengan warga Tiongkok," jawab Ethan seraya mendengus.
"Yakin? Kalau setuju, aku akan mengatur dokumen pals—
Ucapan Rose terpotong dengan pramusaji yang telah datang dan menyajikan makanan.
"Thank you," kata Thanesa seraya tersenyum tipis.
"Makan dulu saja," titah Eser, mengakhiri pembicaraan acara pindah 'tempat'.
Sesuai perkataan Eser, mereka semua menjeda topik dan fokus dengan makanan yang ada di depannya. Setelah selesai makan, ke lima mahasiswa itu langsung menyingkirkan alat makan dan menggantinya dengan handphone masing-masing yang di taruh di meja. Seraya memakai masker, topi mau pun jaket hoodie, sedikit penglabuan agar beberapa orang tidak terlalu curiga dengan rencana ke limanya.
"Brazil, India, Spanyol. Kemungkinan negara-negara besar lebih banyak penambahan kasus," ujar Adam seraya menatap gawai yang ada di meja.
Thanesa pun ikut mengangguk. "Terlalu berbahaya, apa lagi akhir-akhir ini sedang maraknya kasus di setiap negara. Um, you know lah ... something," sahut Thanesa dengan nada sedikit misterius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impostor In Paradox Time
Science FictionSebuah pertanyaan yang membuat satu dunia bertanya-tanya akan kebenarannya. "Apakah masa lalu dapat mempengaruhi masa depan?" Kehidupan manusia sendiri terdiri dari 3 masa. Masa lalu, masa sekarang, dan masa depan tapi kenapa semua orang justru han...