Gedung kaca bertingkat terpampang jelas, sunyi senyap. Tidak ada satu pun orang yang terlihat bersliweran di sekitarnya, semua nampak kosong dan lenggang. Hanya suara deruman mobil yang memecah keheningan di kota mati itu. Bahkan ke lima mahasiswa tidak ada yang membuka suara dan hanya fokus dengan listrik yang ada pada mobil, terkadang bingung juga melanda mereka lantaran sepinya kota ini.
"Kita mau berkeliling dulu?" tanya Rose.
Kernyitan dahi Eser terlihat jelas. "Buat apa?"
Rose mengendikan bahu. "Jalan-jalan mungkin," sahutnya acuh.
"Kau saja sendiri," sambung Ethan tiba-tiba.
Rose mendelik, dan langsung mencibir, "Cewek tuh di jaga bukan di biarin."
Ethan yang mendengarnya hanya melengos ke belakang mobil, tidak ingin beradu argumen dengan Rose yang sudah jelas akan berakhir tidak sinkron. Ya memang seperti itulah Rose, tidak ingin mengalah. Sejenak tidak ada percakapan lagi, suara mesin masih mendominasi kesunyian. Hingga suara bedebum dari atas gedung membuat ke lima mahasiswa itu menoleh spontan dengan raut wajah yang beragam.
Kepulan asap membumbung tinggi disertai percikan api dan beberapa material yang jatuh ke bawah.
"Thanesa, Rose, berlindung!" seru Eser.
Material berupa kaca dan sebagainya berceceran membuat ke lima mahasiswa itu harus mengamankan kepalanya agar tidak terekana pecahan kaca yang terjatuh. Diseretnya Thanesa dan Rose menuju mobil oleh Ethan, pemuda itu langsung mengendarai mobil menuju tempat yang lebih aman.
"Tadi itu apa?" tanya Adam yang masih belum memahami situasi. Lelaki itu berada di belakang mobil bersama Eser dengan pintu yang terbuka karena rusak.
Ethan, Thanesa, dan Rose menoleh seraya mendelik tajam.
"Kau ingin mati hah?" tanya Thanesa, saat melihat Adam dan Eser yang bergelantung di belakang mobil. Thanesa dapat melihat itu karena memang posisinya yang dapat dijangkau untuk melihat ke belakng mobil yang sedikit peyok. "Padahal tadi baru saja di perbaiki," lanjutnya.
"Oh, tidak masalah. Kita baik-baik saja," sahut Eser kalem, dan diangguki oleh Adam.
Ethan mulai memelankan laju mobilnya, sedangkan penumpangnya mengamati setiap gedung-gedung yang mereka lewati. Benar saja kota itu memang seperti kota mati, tidak ada aktivitas, hanya ada bangunan yang terbengkalai tanpa penghuni. Kebingungan melanda, kenapa kota se elite ini tidak berpenghuni sama sekali. Pertanyaan berputar di kepala lima mahasiswa itu semua, masih tidak paham dengan situasi di tahun ini. Mereka pikir akan menemui peradaban hebat disini, namun hasilnya nihil, tidak ada apa-apa, kosong.
Selain bangunan yang terbengkalai, banyak juga hewan-hewan liar yang berjalan bebas di jalanan. Hanya ada beberapa spesies saja, mungkin saja sebagian memang sudah mengalami kepunahan. Tiba-tiba Ethan menghentikan laju mobil tepat di bangunan tinggi yang terlihat mengerikan, dan tertutupi oleh kerimbunan dedaunan, ranting, dan lebatnya lumut yang merayap di setiap tembok.
"Ada apa, Eth?" tanya Eser.
Ethan menoleh, seraya menunjuk pintu bangunan. "Pintunya tadi terbuka," ujarnya.
"Kau jangan bercanda." Thanesa berseru.
Ethan menghela napas. "Ayo lihat saja," usulnya.
"Sudahlah, lagian cuma pintu terbuka. Mungkin saja sistemnya rusak," cetus Adam, mencoba menghentikan tingkah teman-temannya yang mungkin saja akan nekad menghampiri gedung terbengkalai itu.
Ethan mengendikan bahunya. "Oke, lanjut saja ya," ujar Ethan.
Baru saja Ethan ingin melajukan kembali mobil, Rose berseru heboh. "Ayo lihat dulu," ujarnya, sedikit dengan nada merayunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impostor In Paradox Time
Science FictionSebuah pertanyaan yang membuat satu dunia bertanya-tanya akan kebenarannya. "Apakah masa lalu dapat mempengaruhi masa depan?" Kehidupan manusia sendiri terdiri dari 3 masa. Masa lalu, masa sekarang, dan masa depan tapi kenapa semua orang justru han...