24. Permainan Takdir

181 22 5
                                    


S E L A M A T
M  E  M  B  A  C  A

________________

Hari demi hari telah berlalu, saat ini Sisi telah menyelesaikan ujian semesternya. Hanya tinggal beberapa bulan lagi ia akan bersekolah di sini, ia harap kedepannya nanti kehidupannya menjadi lebih baik.

Kakinya berjalan gontai, Sisi menatap nanar sebuah lembar hasil perjuangannya selama ini, semua nilainya nyaris sempurna. Namun ini tiada artinya.

Bima mendekati Sisi yang berjalan sendiri menelusuri jalan.

"Gimana sama nilai lo Si?" tanya Bima dengan wajah yang berseri.

"Sangat buruk dari yang aku bayangkan," ucap Sisi tanpa mengubah pandangan awal.

Bima sedikit tidak percaya, setahunya Sisi salah satu murid pintar.

Bima langsung merampas lembar nilai Sisi dan membaca setiap deretan angka dan huruf yang tertulis di sana.

Benar-benar luar biasa, semua nilainya sangat memuaskan.

"Perfect," ucap Bima. "Nilai setinggi dan sebagus ini lo bilang buruk?"

"Bagi Mama sama Papa ini nggak berarti, nilaiku setinggi ini saja di bilangnya hasil nyontek dan nggak sempurna. Sedangkan nilai Sasa yang merah saja di bilang Mama sempurna dan mereka bangga."

Bima paham dengan itu semua.

Entah dri arah mana, tiba-tiba saja Amel dan Mira datang menghampiri mereka.

"Eh ada si anak pintar nih," ucap Amel mengelus puncak kepala Sisi.

"Nilainya paling tinggi di kelas ya?" tanya Mira dan langsung merampas lembar nilai itu dari tangan Bima dan ia serahkan pada Amel.

"Uwahhh nilainya cukup sempurna, ternyata lo pandai juga ya ngambil hati guru. Gue pikir selama ini lo hanya bisa bersandiwara dengan tampang polos."

Amel menjatuhkan kertas itu lalu ia injak menggunakan sepatunya.

"Nah ini baru sempurna," ucap Amel menatap kertas yang menjadi lusuh karena perbuatannya.

Bima dengan kuat menahan pergelangan tangan Amel dan Mira.

"Maksud lo apa berbuat seperti ini?" murka Bima.

"Gue itu benci sama dia!" jawab Amel dengan jari telunjuk di arahkan pada wajah Sisi.

"Lo harus minta maaf sama Sisi sekarang juga!" paksa Bima

"Nggak mau!" Amel dan Mira menolak bersamaan.

Tangan Bima ingin melayang ke wajah Amel, namun Sisi dengan sigap langsung menahannya.

Sisi menatap Bima seraya menggeleng kecil. Mengisyaratkan untuk jangan berprilaku kasar.

Akhirnya mereka membiarkan si biang keributan pergi begitu saja.

"Kenapa lo tahan tangan gue? Padahal perbuatan mereka itu sudah keterlaluan." omel Bima sedikit emosi.

"Tidak ada gunanya berurusan bersama manusia seperti mereka, lihat saja ujungnya mereka pasti akan merasa menang sendiri."

Sisi begitu sabar dengan setiap perlakuan orang lain padanya.

"Seharusnya kalau lo di sakiti itu ngelawan jangan diam aja," gerutu Bima.

"Akan ada nanti masanya ketika yang di sakiti akan bangkit, semua orang punya batas kesabaran."

"Kamu tahu apa yang mengerikan?" lanjut Sisi.

"Apa?" Matanya sedikit menyipit alisnya sedikit ingin menyatu.

Sisi: Gadis Yang TersakitiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang