23. Labirin

191 21 4
                                    


Dirinya seperti terjebak di sebuah labirin waktu yang tidak tahu dimana arah keluarnya. Ini bukan terjebak tapi menjebak diri sendiri. Kembali lagi ke rumah itu sama saja dengan menyerahkan diri untuk kembali di sakiti.

Tidak ada rasa menyesal baginya, memang benar jika ia kembali ke rumah itu ia akan di sakiti lagi dan lagi. Namun apa boleh buat, ia hanya menginginkan terus berada di dekat keluarga di sisa hidupnya ini.

Pikirannya benar-benar aneh, seharusnya ia tidak menanti kematian itu ia sewajarnya berjuang melawan penyakitnya agar bisa sembuh dan terbebas dari kata-kata 'penyakitan' yang selalu di ucapkan oleh orang sekitar ketika mencacinya.

Sebenarnya bukan ingin menyerah, tapi hanya lelah dan ingin rehat sejenak. Itu lah alasannya setiap kali melewatkan jadwal kemoterapi.

Hati dan perasaannya seperti berbunga-bunga saat ini, ketika ia di temani untuk melakukan kemoterapi. Mungkin itu hal sepele bagi orang lain, ketika di temani ke rumah sakit. Bagi Sisi ini seperti suatu hal yang begitu luar biasa untuknya.

Rasa sakit dan senang bercampur menjadi satu. Ketika dokter sedang memasangkan infus, Sisi sedikit tersenyum ke arah Bima untuk menyakinkan jika ini semua tidak sakit dan dia baik-baik saja. Nyatanya ini semua terasa amat sakit dan nyeri.

Bima seperti kehabisan oksigen ketika melihat gadisnya tersenyum simpul. What gadisnya?

Kemoterapi berlangsung selama 2-3 jam, Bima menunggunya di luar ruangan hingga kemoterapi selesai.

Ketika selesai, mereka pergi menuju ke ruangan dokter.

"Bagaimana keadaannya belakangan ini?" tanya Dokter spesialis kanker darah yang mengobati Sisi.

"Mungkin cukup baik," ucap Sisi dengan berpikir sejenak.

"Namun saat ini keadaanmu tidak baik, bahkan sangat buruk." kata Dokter.

"Apa alasan kamu yang selalu meninggalkan jadwal kemoterapi berturut-turut belakangan ini?" tanya Dokter.

Mata Bima langsung terbelalak mendengarnya, telinganya memanas sesaat. Pasang mata langsung menghakimi wajah Sisi.

"Kenapa lo bohong sama gue Si, katanya lo nggak pernah ninggalin jadwal kemoterapi." suara Bima terdengar gemetar.

"Alasan aku sangat simpel, karena kemoterapi hanya menambahkan rasa sakit pada diri ini. Bukan hanya itu saja, aku sering kekurangan biaya." jawabnya.

"Saya harap kamu jangan meninggalkan jadwal kemoterapi lagi ya, karena bisa membuat kondisimu semakin memburuk." pesan Dokter.

Dokter menarik nafas sejenak kemudian melanjutkan pembicaraannya.

"Saya ingin menyampaikan suatu kabar yang tidak menyenangkan hati. Kanker darah Sisi saat ini sudah memasuki stadium akhir," ucap Dokter.

"Apa penyakitnya masih bisa di sembuhkan Dok?" tanya Bima yang tampak begitu khawatir.

"Kemungkinan untuk sembuh sangat kecil, tapi jika Sisi rajin mengikuti kemoterapi dan melakukan transplantasi sum-sum tulang belakang mungkin bisa kembali sehat, tapi jika kita sudah berusaha namun tidak ada hasil kita hanya bisa berserah diri kepada yang maha kuasa."

Sisi tahu biaya transplantasi sum-sum tulang belakang itu sangat besar dan mahal, makanya ia tidak ingin melakukannya. Kata Mamanya itu semua hanya bisa menghamburkan dan menghabisikan uang.

"Nanti saya akan memberikan resep obat untuk mengurangi rasa sakit yang di alami Sisi," ucap Dokter.

Setelah dari rumah sakit dan menebus obat, Sisi terus memaksa dan mengajak Bima untuk menuju ke suatu tempat yang mampu membuatnya menjadi tenang dan nyaman.

Sisi: Gadis Yang TersakitiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang