Semesta hanya mempertemukan bukan menyatukan.______________
Ini adalah hari dimana sosok Bima akan benar-benar pergi dari hidupnya.
Rasanya waktu berjalan dengan amat cepat, jika ia di berikan sebuah mesin waktu jelas saja ia akan memberhentikan waktu untuk sesaat, dan mengulang semua waktu berharga yang telah ia lalui.
Suasana pagi begitu menyejukkan hati. Sisi sudah bersiap untuk pergi ke bandara. Sebenarnya hatinya gaduh apakah nanti dirinya akan sekuat yang ia bayangkan atau malah selemah yang tak terduga.
Jalanan begitu macet dan di padati berbagai kendaraan. Jalanan padat, di karenakan sekarang sudah mulai memasuki libur sekolah.
Hanya kemacetan dan suara riuh dari kendaraan yang menjadi saksi bisu betapa cemasnya Sisi saat ini.
Wajah pilu yang di rundung kesedihan tersebut telah sampai di bandara.
Pupil mata yang membesar karena khawatir terus mencari Bima di tengah kerumunan.
"Bima?"
Langkah Bima terhenti ketika ada suara yang cukup familiar memanggil namanya, ia segera membalikkan tubuh. Tubuh pucat Sisi sudah berdiri di belakangnya.
Tanpa mengatakan apa pun Bima mendekati Sisi dan memperhatikan wajahnya secara lekat dan seksama. Dengan tatapan begitu dalam.
Tampak dari sudut kiri mata gadis itu akan menumpahkan bulir bening.
"Tolong tetap di sini aku masih sangat membutuhkanmu," mohon Sisi dengan mata yang berbinar. Tangannya menggenggam secara erat telapak tangan Bima.
Ingin sekali rasanya untuk mengiyakan permohonan gadis tersebut. Bibirnya seperti di kunci rapat dan terasa begitu sulit untuk berbicara sepatah kata pun.
Kedua matanya masih saling bertemu. Mata itu, mata yang akan Bima rindukan suatu hari nanti.
Sisi hanya bisa tersenyum membalas semua sikap Bima yang hanya diam.
"Itu akan menjadi sebuah senyuman yang amat gue rindukan nantinya." batin Bima.
"Bukan kah kamu sudah berjanji padaku, akan terus berada di sampingku hingga aku sembuh?" Tanya Sisi. "Kau bukan membantuku untuk sembuh, namun membuatku semakin sakit dan hancur."
Bima terdiam seribu bahasa, ucapan Sisi membuatnya semakin merasa bersalah.
"Kau seperti mempermainkanku, dan bodohnya aku mau saja mengikuti semua permainan aneh yang kau buat!" gerutu Sisi.
Bunda Bella ingin mendekati kedua remaja yang sedang melakukan perpisahan. Namun niatnya terulurkan saat melihat kelopak mata Sisi yang sudah di genangi air mata.
"Aku berharap kamu akan kembali nantinya," lirih Sisi.
Bima terus diam dengan mata yang memerah menahan tangisan.
"Kemarin kau bilang cinta padaku, lalu hari ini kau pergi meninggalkanku. Selucu ini kah hidup?" Sisi terus berceloteh.
"Terimakasih berkat kehadiranmu aku seperti kembali menemukan harapan untuk bangkit dan terimakasih juga atas kepergianmu membuatku semakin paham dan mengerti rasanya di tinggal pergi oleh orang yang benar-benar tulus dan sayang yang terhadap kita." Sisi mencoba mengatur nafasnya.
Dan akhirnya mulut Bima mulai terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu. Aku berusaha menebak apa yang ingin ia katakan. Aku yakin jika dirinya bisa merasakan detak jantungku yang memburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi: Gadis Yang Tersakiti
Novela JuvenilSisilia Mikaila, seorang gadis yang selalu di selimuti oleh rasa sedih dan sakit. Layaknya seperti Cinderella. Tapi ini bukan di siksa oleh Ibu tiri dan Kakak tiri. Melainkan oleh keluarga sendiri. Mungkin, kehidupannya tidak seberuntung saudara kem...