Ketika kita berharap waktu berjalan lambat, maka waktu akan berjalan dengan sangat cepat. Hari ini adalah jadwalnya Sisi melakukan kemoterapi, sebenarnya Sisi merasa enggan untuk pergi ke rumah sakit. Namun harus bagaimana lagi, ini adalah kunci satu-satunya untuk menuju kesembuhannya.Setelah melakukan kemoterapi, Sisi merasa tubuhnya lemas. Dokter menganjurkan dirinya untuk melakukan rawat-inap sampai dirinya benar-benar pulih. Namun Sisi menolak, di mana ia akan mendapatkan uang untuk membayar biaya rumah sakit nantinya.
Sesampainya di rumah, Sisi tidak menemukan anggota keluarganya, ia hanya menemukan Bik Asih.
"Mama, Papa dan Sasa pada kemana Bik?" tanya Sisi.
"Mereka bilang tadi pergi ke acara keluarganya Tuan, Non." jawab Bik Asih.
Mendengar jawaban dari Bik Asih, membuat hati Sisi sakit seperti di hantam oleh ribuan ton baja.
Apakah mereka sudah tidak lagi menganggap aku ini keluarganya? Apa aku hanya seorang benalu yang mampu membuat mereka rugi? Apakah mereka tidak bisa mengganggap dan sayang kepada aku sedikit saja? Akh, itu semua tidak akan terjadi, mungkin hanya di dalam mimpi mereka akan sayang kepada ku. Mungkin aku sudah tidak lagi di harapkan di keluarga ini. Aku hanya menjadi sebuah beban untuk mereka, mungkin hidup ku ini sudah tiada gunanya lagi.
Pikiran Sisi terus di serang oleh pertanyaan dan pikiran yang negatif.
Setelah mengobrol singkat, Sisi langsung menuju kamarnya.
Lagi dan lagi, butiran air mata mengalir dengan sendirinya. Air mata Sisi sudah tidak ada gunanya lagi, air matanya keluar hanya untuk mengasihani dirinya sendiri.
Menangis di dalam kesendirian dan kesepian adalah salah satu cara Sisi menutupi masalah dan meluapkan emosi.
Hidupnya selalu di selimuti oleh kesedihan, dirinya sendiri saja lupa bagaimana caranya tersenyum dan tertawa.
Perlahan Sisi melangkah ke dekat jendela kamar dan duduk di sana, dengan mata yang menatap langit biru dan awan putih.
"Tuhan, Kenapa hidup Sisi sepahit ini. Apakah takdir Sisi tidak seberuntung manusia lain,"
"Sisi tahu, Sisi hanya lah parasit yang mampu merugikan manusia sekitar." guman Sisi dengan bulir air mata yang sudah membasahi pipi.
Terdengar dengan jelas derapan langkah kaki yang menuju ke arah kamarnya.
Pintu kamar Sisi telah terbuka lebar, terlihat lah Mama dan Papa yang masih memakai pakaian rapi waktu pergi ke acara keluarga tadi. Mereka tengah berdiri di ambang pintu dengan sorot mata tajam.
Selangkah, dua langkah, tiga langkah, dan beberapa langkah mereka maju mendekati Sisi.
Sisi masih terduduk diam dan mendongakkan wajahnya ke atas melihat raut wajah orang tuanya.
Mama Sisi langsung meraih tangan Sisi dan menyeretnya. Entah kemana Mama akan membawa dirinya.
Sisi hanya bisa diam tanpa bisa memberontak atau melawan. Jika melawan Mama dan Papanya akan memberikan hukuman yang lebih berat.
Ternyata Mama dan Papa membawanya ke kamar mandi. Kedua mata Sasa hanya melihat Sisi yang di hukum.
Tanpa sebab dan akibat mereka menyakiti Sisi.
Mamanya menyiram Sisi dengan seember air dingin, keliatannya Sisi kedinginan dan gemetar.
"Ma...Si..si ke..napa di siram..., di..nginn Ma," suara lirih Sisi tidak mampu membuat hati mereka luluh dan kasihan.
"Kamu tadi pergi ke dokter kan? Kamu melakukan kemoterapi." ucap Papa.
"Dapat uang dari mana kamu? Kamu itu nggak usah lagi melakukan kemoterapi. Percuma saja jika kamu kemoterapi, kalau ujung-ujungnya kamu bakalan mati!" bentak Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi: Gadis Yang Tersakiti
Teen FictionSisilia Mikaila, seorang gadis yang selalu di selimuti oleh rasa sedih dan sakit. Layaknya seperti Cinderella. Tapi ini bukan di siksa oleh Ibu tiri dan Kakak tiri. Melainkan oleh keluarga sendiri. Mungkin, kehidupannya tidak seberuntung saudara kem...