27. Aku, kamu & rindu

353 29 9
                                    

Semilir angin malam berembus dan menyelinap masuk melalui celah jendela, menyebarlah udara dingin ke dalam ruangan demi ruangan lain. Dinginya angin menusuk kedalam daging dan tulang.

Rasa rindu sudah menepati hatinya, belum juga genap sebulan mereka terpisahkan tapi rindu itu sudah singgah dan menepati ruang hati yang tertata rapi.

Entah sampai kapan ia harus menahan rasa rindu ini, sering kali ia kepikiran keadaan gadis itu.

"Apa kabar dia sekarang?"

"Gue merindukan semua sikap dinginnya," ucap Bima.

"Gue harap dia selalu dalam keadaan baik,"

Mungkin dia tak tahu, jika senyumnya yang begitu tulus mampu membuatku merasa bahagia seperti tanpa beban.

Jika akhirnya seperti ini mungkin ia tak akan mau untuk memasuki kehidupan Sisi, keraguan Sisi sejak awal benar jika kehadirannya cuman memberikan luka.

Hanya tinggal penyesalan dan rasa pilu untuk saat ini.

*****

Suara jarum jam yang berdetak telah memecahkan kesunyian.

Benang kusut sangat mewakili pikirannya, ia bingung apa yang sedang ia pikirkan saat ini. Karena kebanyakan pikiran, jadi bingung ingin mikirin yang mana lebih dulu.

Tatapannya lurus menghadap langsung ke gemerlap sebuah pusat kota pada waktu senja.

Berbagai luka membekas di batinnya, dengan berusaha ia menyembuhkannya. Yaitu hanya dengan melupakan dan mengikhlaskan cara yang terbaik.

Benaknya terlintas hal aneh, ia merindukan suara bariton yang begitu menggoda. Ia ingin mendengar suaranya, namun bagaimana caranya? Dia tidak memiliki sebuah telepon genggam ataupun nomor ponselnya.

Hanya dengan merapal do'a ia berharap agar dapat kembali dekat tanpa ada jarak yang menjadi penghadang.

"Aku merindukanmu Bim, merindukan semua momen yang telah kita lewati bersama."

"Ku pikir aku bisa melupakanmu, namun terasa sulit karena kamu telah menjerat semua pikiranku." Matanya telah sayup nafasnya terasa berat untuk keluar masuk.

Aku selalu menyukai semua hal sederhana darimu, baik itu dari caramu ataupun dari... Akh, mungkin aku suka pada cara kau mencintaiku.

Semoga seiring berjalannya waktu, tidak ada satu pun yang berubah dari keduanya.

Di sini, Sisi selalu menantikan kabar baik. Yaitu kabar kembalinya sang rembulan purnama yang entah kapan akan terjadi, mimpi saja dulu urusan kenyataan belakangan.

Ia mulai tak kuasa menahan perasaannya. Mulai letih dalam menahan rindu yang semakin bertambah tiap harinya.

Rambutnya terkibas di tiup angin petang, menurut lamaran cuaca malam ini akan turun hujan tapi rasanya beberapa menit yang lalu suasana senja sangat baik.

Tangannya menyelipkan rambut itu ke balik telinga.

*****

Lagi juga asik merasakan dinginnya idara malam di negara Amerika atau sering di juluki negeri Paman Sam, sambil di temani stelan musik klasik dan segelas cokelat panas.

Drtt..drtt...

Tiba-tiba saja handphonenya yang berada di dalam saku celananya terasa bergetar.

Terpampang jelas nama si penelpon di layar ponsel. Tanpa berlama-lama ia segera mengangkat telponnya.

"Hm ada apa nelpon gue?" langsung saja menanyakan tujuannya.

"Lo tau nggak, jika Sisi tadi di sekolah berhasil melawan semua perbuatan Amel dan ia juga dapat membuat Amel di skor."  Jawab seorang di seberang sana.

"Lo lagi nggak sedang berimajinasi membuat cerita fantasi 'kan?"

"Ya enggak lah buat apa juga gue ngarang cerita, sepertinya Sisi sudah mulai habis kesabaran dan tidak dapat lagi mengontrol emosi." Jelas Pria yang berada si telpon.

Baguslah, jika dia bisa melindungi dirinya sendiri. Guman Bima dari dalam hati. Setidaknya kegaduhan dalam hati ini cukup berkurang jika wanita licik itu sudah pergi, namun masalah hubungannya bersama keluarga bagaimana? Apa sampai saat ini ia masih tersakiti? Sambungnya.

"Hallo, kok lo malah diam?"

"Haa? Enggak ini tadi gue di panggil Bunda, thanks ya atas informasinya." bohong Bima.

"Udah ngomongnya? Ya udah gue tutup telponnya, gue mau tidur." Bima memutuskan telponnya secara sepihak.

"Eh udah di matiin telponnya, padahal gue belum selesai ngomong. Masih juga sore udah tidur aja nih anak, oh ya gue lupa kita kan beda alam." ucap Mario sang penelpon.

*****

Waktu di negara Indonesia sudah mulai menginjak malam.

Sepertinya ramalan cuaca yang telah di prediksi dan di siarkan oleh berita televisi benar akan terjadi.

Gerimis sudah mulai terjun ke tanah, pertanda bumi akan menangis. Suaranya mulai mengusik dan air terus menerus mengguyur seisi alam.

Hujan malam ini benar-benar mengundang kenangan. Seharusnya kenangan itu ia simpan dan ia ingat dalam otak dan hati bukan di kenang dan berujung di selimuti pilu seperti ini.

Memori itu berputar sendiri, mengenang semua kebersamaan dan kebahagian yang telah mereka lalui bersama.

Dirinya meringkuk di depan jendela, raganya seperti tak sanggup untuk kembali melanjutkan semua ini. Tiada bulan dan bintang yang menyapa malam ini. Di tambah dinginnya tiupan angin membuat ketenangan.

Berbicara di dalam kesendirian sering ia lakukan.

"Setiap kali bumi menangis, setiap itu juga aku kembali memutar semua memori. Menangis di temani hujan sedikit membuat hati ini terobati."

"Jika angin bisa menyampaikan pesan untuknya, katakan lah bahwa aku di sini amat menantinya kembali. Kita memang di halang oleh jarak, waktu, dan tempat, namun dengan do'a yang akan memperdekatkan kita kembali." lirihnya.

Dirinya harus lebih pandai dalam menghibur diri, karena siapa lagi yang akan menghiburnya kalau bukan dirinya sendiri.

Bersabarlah dalam menghadapi keadaan yang tidak menentu dan percayalah bahwa di dunia ini tidak ada yang mustahil, semuanya itu butuh proses. Di dunia ini tidak ada yang instant.

Jangan pernah bertindak gegabah, walau emosi telah berlambai untuk menjerat.

Aku menarik nafas panjang, menahan air mata dengan sekuat tenaga agar tak terus banjir membasahi wajah. Aku bangkit dari khayalan, membiarkansemua harapan buyar.

Aku bangkit dari duduk, kakiku melangkah gontai menuju tempat tidur. Tubuhku langsung rebah begitu saja di atas kasur, indra penglihatan ini sepertinya mulai mengantuk dan lelah.

Mungkin khayalannya cukup sampai di sini saja, waktunya sekarang ia untuk tidur dan beristirahat. Karena masih ada hari esok yang menanti sambil membawa berjuta dan beraneka ragam permasalahan.

Suara gemuruh terus meraung, suaranya menggema  dalam Bumi. Gadis rapuh itu berusaha agar dapat tidur dengan tenang. Berbgai posisi ia coba namun masih saja tidak dapat tidur. Ketika hujan mulai mereda, gemuruh mulai terdiam, baru ia dapat tidur secara tenang.

*****

Sisi: Gadis Yang TersakitiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang