.
..
...
..
.Piip piip...
shino menggerakkan tangan kanannya untuk meraba meja kecil di sebelah tempat tidur, dia tengah mencari benda pipih yang baru saja mengeluarkan bunyi mengganggu. Manik hitamnya yang belum sepenuhnya terbuka mulai melihat siapa gerangan yang mengiriminya notifikasi di pagi yang masih dini ini.
"Hinata?"
Buru-buru kesadaran Shino terkumpul. Laki-laki penggemar serangga itu bangun dan membaca pesan dari sang sahabat manis pengisi asupan perut bergizi. Tak lama, helaan napas lega meluncur lolos dari celah bibirnya.
Laki-laki penggemar serangga itu menyunggingkan seulas senyuman yang sangat langka sebelum kembali tidur. Masih ada dua puluh tujuh menit sebelum alarmnya berbunyi jadi, Shino enggan menyia-nyiakan sedikit waktu tidurnya yang berharga. Setidaknya, mendengar kabar Hinata telah diperbolehkan pulang dapat menambah kepulasan dalam tidurnya. Shino tahu dengan pasti, sang sahabat guguknya juga mendapatkan pesan yang sama, itu pun jika laki-laki bersurai coklat tersebut bangun saat mendengar notifikasi dari smartphone miliknya.
.
..
...
..
.Pukul menunjuk angka sembilan lebih tujuh belas menit saat Hinata tiba di depan pagar sebuah rumah sederhana berukuran sedang.
Gadis itu terdiam. Maniknya mengamati rumah tersebut dengan seksama. Dua puluh menit berlalu tanpa pergerakan yang berarti, terlihat jelas keraguan, rasa bersalah, dan takut menghinggapi wajah Ayu Hinata.
Helaan napas panjang terdengar, Hinata membulatkan tekadnya untuk menekan bel bewarna coklat yang terpasang di sebelah pagar besi.
Sekelebat ingatan percakapannya dengan sang ayah memasuki pikirannya.
Flashback on.
"Ayah, boleh aku menanyakan sesuatu? Ada yang mengganjal di kepalaku."
Hinata bertanya setelah duduk di depan sofa ruang keluarga bersama sang ayah. Kedua lengan Hinata menjepit lengan kiri sang ayah dan menjadikan bahu ayahnya sebagai tempat menaruh kepala. Tak lupa, Hinata juga bermain-main dengan telapak tangan sang ayah yang terasa kasar dan besar di tangannya.
"Hm,,, memangnya kepalamu terganjal apa? Cinnamon roll atau telur puyuh?" Respon Hiashi dengan wajah jahil meski nadanya datar.
"Tou-chan~~~!"
Hinata yang menjadi korban kejahilan sang ayah pun tak pelak manyun dan menepuk telapak tangan sang ayah.
"Bercanda, sayang." Hiashi terkekeh.
"Jadi, boleh tanya apa tidak ini?" Hinata masih cemberut.
"Boleh, tentu saja. Awas saja kalau kau bertanya yang tidak jelas seperti kenapa Neji tidak terlahir sebagai betina padahal rambutnya bagaikan model shampoo terkenal. Ayah akan menggetok kepalamu jika kau bertanya semacam itu."
"Ught... Tou-chan, itu memang pertanyaan yang mengganjal di kepalaku. Tapi, ada hal lain yang lebih ingin aku tahu dari pada misteri rambut nii-chan."
KAMU SEDANG MEMBACA
That Girl
FanfictionTeiko Senior High School merupakan sekolah unggulan yang menciptakan banyak lulusan menakjubkan. Bukan hanya bidang akademiknya saja, melainkan dalam bidang apa saja. Bertahun-tahun sistem didalam sekolah terebut dijalankan dengan baik, akan tetapi...