14. Tak Menyangka

667 104 33
                                    

.
..
...
..
.

Hiashi melirik Neji yang tengah mengaduk-aduk sarapan paginya. Neji masih saja beraura tak mengenakkan. Keinginan kuat Hinata yang tetap ingin melanjutkan sekolah di tempat Hashirama membuat perasaan Neji tak karu-karuan, apalagi saat tahu jika Hinata tinggal di apartemen biasa dan bersikeras ingin belajar hidup mandiri, bertambah campur-aduklah perasaan sang kakak overprotektif itu.

"Otou-san tenang sekali."

Sindir Neji.

Neji tak habis pikir, bagaimana bisa otou-sannya tenang-tenang saja saat Putri satu-satunya memilih tinggal di apartemen dan bekerja paruh waktu begitu? Neji sudah cukup shock dengan kenyataan jika Hinata menjadi siswi paling cantik di sekolahnya dan kini adiknya yang paling dia sayangi kembali membuatnya hampir kena serangan jantung dengan pilihan hidup mandiri. Sungguh, Neji bersyukur dirinya tidak mati berdiri.

"Hinata tidak kabur, Neji. Dia meminta izin _tidak_ lebih tepatnya memaksa secara halus pada otou-san agar mengizinkannya hidup mandiri saat masuk sekolah menengah atas."

"Dan otou-san mengijinkannya begitu saja?"

Hiashi menghela napas lelah, meletakkan sumpit dengan pelan lalu menatap Neji yang bermood buruk.

"Adikmu itu lebih keras kepala dari pada dirimu. Harusnya kau sudah tahu itu. Jika sudah berkemauan otou-san bisa apa? Bahkan kau juga kalah kan?"

Neji manyun, dia bergumam tak jelas dan semakin bernafsu mengaduk-aduk apa saja yang ada di piringnya.

"Mau kau manyunkan bibirmu hingga mirip bebek tetangga pun adikmu tak akan mengubah keinginannya. Lebih baik kau bantu-bantu membersihkan rumah bersama temanmu itu."

"Haaa?"

"Itu!"

Neji mengikuti arah telunjuk Hiashi dan mood Neji semakin memburuk.

"Hehehe... Selamat pagi paman, Neji juga."

.
..
...
..
.

"Ught, lapar sekali!"

Keluh Naruto. Laki-laki bersurai pirang itu memegangi perutnya yang terus menerus berbunyi nyaring minta diisi.

Kiba dan Lee mendengus sebelum tertawa.

"Tentu saja kau lapar, Naruto. Semangatmu benar-benar meluap-luap tadi. Tapi itu Bagus, semangat muda itu memang harus membara seperti itu. Membara sebara-baranya."

Mendengar celotehan Lee yang tak dia pahami membuat perutnya semakin terasa lapar.

"Senpai sih tadi semangat sekali melawan Uchiha-senpai. Kalian punya dendam ya?"

Tanya Kiba tak habis pikir.

"Dendam sih enggak punya. Tapi wajah kesal Sasuke yang memang lebih tampan dariku -meski aku tidak mau mengakuinya sih- membuat aku sebal berkali-kali lipat. Apalagi saat dia tiba-tiba menendang bola yang kau operkan padaku tanpa izin tadi dan sialnya dia malah berada di tim lawan dengan alasan melepas stres dengan melawanku. itu membuatku tambah murka!"

Sungut Naruto dengan semangatnya. Lee menganggukkan kepalanya tanda setuju.

"Sepertinya Uchiha-senpai tengah kesal pada sesuatu."

"Hm. Sepertinya sih begitu. Jarang-jarang lho Sasuke yang bermuka tembok kesal blak-blakan macam begitu."

Tambah Lee.

That GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang