8. Perhatian

673 118 7
                                    

.
..
...
..
.

Hembusan napas lega meluncur mulus diantara celah bibir ranum Hinata. Sekolahnya telah berakhir setengah jam yang lalu. Kelasnya kini sepi, tidak ada seorang pun kecuali dirinya. Hinata memang sengaja mengulur waktu kepulangannya. Alasannya sederhana, dia tidak ingin menjadi pusat perhatian dengan seragam ketat ala remaja jaman now. Sudah cukup baginya perhatian yang dia dapat dari awal masuk hingga bel pulang nyaring berdentang.

Rasa menyesal menghantam Hinata saat ingatannya kembali memutar kejadian dirinya yang menolak untuk pulang bersama dua sahabatnya. Rasanya sepi pulang tanpa kehadiran keduanya. Hinata masih belum terbiasa dengan daerah tempatnya tinggal. Ada beberapa jalanan sepi yang membuat Hinata mawas diri. Bukan masalah besar sebenarnya, gadis itu hanya takut akan sesuatu saja.

Mengenyahkan pikiran tersebut, Hinata segera beranjak meninggalkan kelasnya. Berjalan cepat menyusuri koridor yang terasa amat panjang baginya. Mungkin karena kini dirinya tengah sendiri diantara kesunyian sekolahan.

Langkah Hinata kian cepat saat dirinya merasa tengah diawasi. Gadis itu tidak berani menoleh kemanapun, dia hanya menunduk dan berharap semoga gerbang sekolah segera terlihat.

.
..
...
..
.

"Aku tidak menyangka jika sensei galak berambut putih itu mau melindungi gadis Hyuga."

"Menurutku tidak ada yang salah dengan itu, nanodayo."

"Aku heran saja. Setahuku, Tobirama-sensei itu orangnya kaku meski berhadapan dengan wanita sekalipun."

"Insting seorang sensei. Aku juga akan melakukan hal yang sama jika satu-satunya siswi perempuan di sekolahku tengah dipandang dengan tatapan lapar seperti itu, nanodayo."

"Hei hei hei, tak biasanya kau berkata panjang seperti itu, Shintaro."

Ledek Daiki.

"Itu bukan urusanmu, nanodayo."

"Kau tertarik dengan sensei galak itu atau dengan Hyuga?"

"Tidak dua-duanya, nanodayo."

"Oh, ayolah! Mengaku saja, Shintaro."

Shintaro mendengus, dia jengkel dengan sikap Daiki yang menurutnya tidak penting.

"Tidak ada yang salah jika tertarik dengan gadis Hyuga itu. Menurutku itu normal."

Taiga menimpali.

Perkataan Taiga tersebut mendapat atensi lebih dari Daiki maupun Shintaro.

"Apa aku tak salah dengar?"

"Baka. Hanya laki-laki tak normal saja yang tidak tertarik dengan gadis itu. Apalagi dia adalah satu-satunya siswi yang dimiliki sekolah ini. Lagi pula, wajahnya lumayan manis."

Diakhir ucapannya, Taiga menurunkan nada suaranya hingga membentuk sebuah gumaman. Jangan lupakan semburat merah jambu yang bertengger manis di kedua pipinya.

Baik Daiki maupun Shintaro tidak bisa berkata apa-apa. Mereka membenarkan apa yang Taiga ucapkan, hal yang mengejutkan bagi keduanya adalah seorang Kagami Taiga mengatakan 'manis' yang ditujukan untuk seorang gadis, bukan untuk sebuah makanan. Apalagi, semburat merah jambu yang terlihat malu-malu saat laki-laki tersebut mengatakannya.

That GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang