6. Hal Baru

633 110 23
                                    

.
..
...
..
.

Kepala Hinata terkulai lemas di atas bangku dengan kedua lengannya sebagai bantal darurat. Rencananya, dia ingin berdiam diri di toilet. Naasnya, semua toilet di sekolahnya adalah toilet laki-laki, tidak ada toilet perempuan barang satu saja. Wajar saja, sekolahnya adalah mantan sekolah kusus laki-laki jadi, toilet perempuan tak ada disini. Tapi, sekarang Hinata telah menjadi bagian dari sekolah ini dan dia juga membutuhkan yang namanya toilet. Desahan frustasi meluncur jelas dari celah bibir Hinata. Gadis itu memilih menyembunyikan wajahnya yang memerah. Sesekali gumaman terdengar samar dari mulutnya.

Hinata bukannya mengantuk dan susah tidur di bangkunya. Gumaman gelisah darinya bukan karena dua hal tersebut, melainkan karena hal lain yang membuatnya menyalahkan orang lain serta dirinya sendiri. Dia frustasi karena kelalaiannya dalam mengecek barang yang diterimanya.

Gadis itu terlalu fokus dengan kegelisahannya hingga tidak menyadari kini kelas hampir terisi penuh.

Tepukan pada bahunya membuat gadis itu tersentak hingga berteriak kecil. Bahkan kursi serta meja miliknya berderit akibat sentakan yang Hinata berikan.

"Ki-kiba-kun, kamu membuatku kaget."

Manik sewarna ametys itu menatap horor pada Kiba yang membalasnya dengan cengiran secerah matahari pagi ini.

"Kau yang terlalu fokus pada pikiranmu sendiri, Hinata. Aku hanya menepuk bahumu, tidak membuat suara keras hingga kau berujung pada penyakit jantung."

"Be-begitukah?"

"Memangnya apa sih yang kau pikirkan?"

"Tidak ada. Aku hanya be-berusaha fokus untuk tidur saja kok."

Alasan yang sia-sia karena Kiba tahu dengan jelas jika Hinata tengah berbohong.

"Kau tidak pandai berbohong, bakpao-chan."

Ledek Kiba.

Laki-laki bersurai coklat itu mencubit hidung mungil Hinata, sang empunya mengaduh karena serangan mendadak Kiba.

Penghuni kelas 1-A yang lain merasa mata mereka panas karena pagi-pagi seperti ini sudah disuguhi adegan romantis. Mata mereka bergulir ke arah Kiba, mengabaikan sejenak wajah merah-manis milik satu-satunya gadis di kelas itu. Mereka memberi tatapan membunuh yang tak dapat ditangkap dengan baik oleh Kiba.

.
..
...
..
.

Shino datang tepat setelah lima menit bel istirahat berdentang melegakan. Kiba yang menyadarinya berteriak nyaring hingga menarik perhatian. Shino melirik sekilas dan menghampiri bangku Hinata yang berada di pojok depan bersisihan dengan jendela. Kiba mencibir sikap Shino.

"Shino-kun?"

"Kau lupa? Kita berjanji untuk makan siang bersama hari ini?"

Beberapa siswa yang masih berada di dalam kelas tersebut terkejut bukan main mendengar penuturan laki-laki berkacamata hitam yang terlihat kaku itu.

"Hei hei hei, jangan lupakan aku juga, Shino!"

"Hn."

"Tck!"

"A-ano..."

.
..
...
..
.

Tobirama menjawab seadanya sapaan dari para murid yang dia temui di koridor. Tobirama sedari pagi memasang wajah menyeramkan sesudah keluar dari ruang kepala sekolah. Gelagat mencurigakan yang kakaknya lakukan membuatnya waspada, perasaannya tiba-tiba tak enak. Kakaknya terkenal pribadi jahil dan semaunya sendiri. Senyum merekah yang kakaknya tampakkan tadi pagi membuat Tobirama paham jika kakaknya tengah melakukan sesuatu.

Yang membuat laki-laki itu tak paham adalah apa yang kakaknya lakukan dan siapa yang menjadi korban. Tobirama tidak ingin ada orang lain yang dirugikan akibat tingkah jahil sang kakak, bukan hanya kakaknya yang akan malu jika ketahuan, dia pun juga. Tobirama menggelengkan kepalanya, tersenyum sinis dengan pikirannya sendiri. Mana mungkin kakaknya itu bisa merasakan yang namanya rasa malu.

Menghembuskan napas kasar, Tobirama memilih mengedarkan pandangangnya kesegala arah untuk menjernihkan pikirannya.

Tak lama berselang, laki-laki itu mulai tertarik dengan satu objek yang kini menjadi pusat atensi. Mengernyitkan dahi dan mulai menganalisis apa ada yang salah dengan sang objek.

1 detik...

2 detik....

3 detik.....

4 detik......

"Tsk! Baka-aniki sialan!"

Di tempat lain seorang Hashirama mengaduh kesakitan akibat kakinya kepentok kaki meja dengan keras.

.
..
...
..
.

"Ada apa?"

"Entahlah. Sepertinya mereka melihat sesuatu yang bagus."

Sasuke menjawab acuh pertanyaan Matsuoka Rin. Mereka berdua tengah menyusuri koridor lain yang akan membawa mereka ke tempat club renang berada.

Rin mengikuti arah pandang Sasuke. Laki-laki bergigi mirip hiu itu menyipitkan mata saat melihat wajah merona para siswa yang berhenti di koridor yang terhubung dengan kantin sekolah. Matanya semakin menyipit saat melihat seorang gadis yang tengah diseret oleh seorang laki-laki.

"Lho, bukankah itu satu-satunya siswi yang dimiliki sekolah ini? Dia sudah membuat masalah?"

Sasuke mengedikkan bahu. Kembali melangkah pergi meninggalkan Rin yang masih menerka-nerka apa yang terjadi.

"Kau mau tetap disana atau ikut aku?"

Sasuke bertanya tanpa mau susah-susah berhenti.

"O-oi! Tunggu aku, baka!"

.
..
...
..
.

"Ki-kiba-kun, to-tolong jangan menggandengku dengan langkah ce-cepat seperti ini."

"Kalau tidak begini kau akan tertinggal dan kita tidak akan dapat makanan. Kabarnya kantin sekolah akan penuh jika kita tidak cepat-cepat Hina-chan."

"Ta-tapi aku malu. To-tolong biarkan aku kembali ke kelas saja."

"Tidak-tidak. Kau sudah berjanji kemarin padaku dan Shino."

"Hn."

"A-aku akan tepati janji itu besok. Sekarang to-tolong biarkan aku kembali ke kelas."

Baik Kiba maupun Shino mengacuhkan rengekan Hinata. Rasa lapar yang mereka rasakan membuat ke duanya tidak jeli memikirkan alasan Hinata merengek ingin kembali ke kelas.

Sepanjang koridor, tangan Hinata sungguh sibuk. Sibuk melepaskan genggaman tangan Kiba juga sibuk membenahi rok seragamnya. Gadis itu benar-benar ingin bersembunyi di toilet. Dalam hati, Hinata menyumpahi sang kepala sekolah yang merekutnya tanpa fasilitas yang lengkap. Tak tahu kah kau Hinata, jika saat ini orang yang kau sumpah serapahi tengah kepentok kaki meja untuk kedua kalinya?

Wajah Hinata telah merah sempurna. Kepalanya menunduk, tak berani untuk melihat sekitarnya yang nyata-nyata memberinya tatapan dengan beragam makna. Lagi-lagi Hinata menyumpah serapahi sang kepala sekolah yang membuatnya harus mengalami kejadian seperti ini.

"Ki-kiba____"

Sraaak!

.
..
...
..
.

To be continue

That GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang