Chapter 14

2.2K 374 33
                                    

"Jungkook?"

"Jungkook?"

"Jungkook!"

Jungkook tersentak kaget manakala temannya memanggilnya. "Oh, apa?"

Kawannya tersenyum. "Memikirkan apa, sih? Kekasih?" tanyanya duduk di depan Jungkook. "Kita memerlukan komputer untuk menyelesaikan tugas ini. Bisakah nanti kau ke rumahku? Tugas ini harus diserahkan besok."

"Maaf, aku tidak bisa. Aku harus merawat seseorang. Kecelakaan." ujar Jungkook menyesal. "Tapi aku membawa laptop. Kita bisa menyelesaikannya sekarang, 'kan?" Jungkook mengeluarkan laptop dari tasnya. "Kita bisa mengerjakannya. Tapi aku harus pulang sebelum jam empat." ujar Jungkook.

"Wah, kau punya laptop baru, ya?"

Jungkook tersenyum tipis. "Yeah, hasil menabung selama beberapa bulan."

Mereka pun akhirnya menyelesaikan deadline yang akan mereka kumpulkan besok.

Sementara itu di rumah, Taehyung menyelesaikan tugasnya mengajar secara online. Memang agak susah karena harus membuat grup kelompok, lalu mengumpulkan satu per satu mahasiswa-mahasiswanya, lalu memulai penjelasan. Bahkan terkadang gangguan sinyal, lalu mati lampu, dan sebagainya.

Jungkook sampai di apartemennya ketika Taehyung mematikan komputernya. Kamar terbuka dan Jungkook masuk dengan membawa senampan makanan untuknya. Taehyung sendiri berjinjit-jinjit saat berjalan ke atas kasurnya, kemudian mengambil duduk di pinggir kasur.

"Hyung, dimakan dulu, ya?"

Mata Taehyung melebar. "Aku baru mendengar kau memanggilku hyung." ujarnya tertawa, membuat Jungkook terkekeh pelan.

"Kau tahu? Aku masih mempertanyakan status kita." Jungkook berbicara. "Semenjak kau mengatakan bahwa kau bermimpi bercinta padaku, seharian ini aku tidak fokus untuk menjalankan aktivitas." ujarnya menyerahkan piring ke Taehyung. "Ini seperti permainan."

"Lalu apa yang harus aku tunjukkan jika aku serius?" tanya Taehyung.

Kening Jungkook mengernyit. Dia tidak paham dengan pemikiran Taehyung. "Serius? Maksudmu apa?" Jungkook menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hyung, apa kau pernah berpikir seperti ini pada akhirnya?" tanya Jungkook. "Kau membenciku saat itu, tapi setelah kau berkata bahwa kau membutuhkanku, memintaku untuk kembali, dan akhirnya bercerita bahwa kau memimpikan kita bercinta, rasanya aneh saja. Kau seperti mengharapkan aku ada dan nyata untuk kepuasanmu." Jungkook menundukkan kepalanya. "Ini seperti tidak adil."

"Apakah aku pernah berkata seperti itu? Aku menginginkanmu kembali karena aku membutuhkanmu. Aku baru satu kali bermimpi dan aku merasakannya. Aku memang bukan orang baik tapi aku tidak bisa dikatakan sebagai orang jahat." Taehyung menaruh piringnya kemudian memegang bahu Jungkook. "Apa yang harus aku lakukan? Kau masih sakit hati padaku. Aku mengerti."

Jungkook mengangguk. "Tentu saja. Aku memilih keputusan yang berat supaya bisa kembali padamu. Tapi tahukah jika aku harus mengorbankan perasaanku lagi? Aku tidak bisa menghilangkan perasaan ini."

"Jika begitu jangan dihilangkan. Bukankah kau bisa menggunakannya untuk menarikku?" Taehyung tersenyum.

Jungkook mendesah. Dia menatap piring Taehyung kemudian berkata, "makan dulu saja, Hyung."

"Nanti." jawab Taehyung. "Aku ingin berkata sesuatu. Apa kau meminta jaminan perkara ini?"

Jungkook terdiam. Matanya menatap iris Taehyung kemudian menghela napas. Dia memiliki satu permintaan, termasuk harapan.

"Kau boleh mengatakannya."

Jungkook mengembuskan napasnya pelan. Diraihnya tangan besar Taehyung kemudian menggenggamnya. "Hanya satu. Jika kau mencintai seseorang, jangan pernah membagi cintamu kepada orang lain."

"Itu berarti?"

"Aku ingin memilikimu seutuhnya."

Taehyung menyeringai. Dia menarik laci nakasnya kemudian menyerahkan sebuah kertas berisikan surat perceraian. "Kau bisa menjadi saksi nantinya saat aku dan Naeul menandatangani ini."

Jungkook terpaku. Itu adalah sebuah surat pernyataan resmi yang dibuat oleh Taehyung. Sejak kapan Taehyung memilikinya?

"Kau bertanya-tanya kapan aku memiliki ini?" tunjuk Taehyung pada surat itu. "Aku memiliki teman yang bekerja di pengadilan. Aku memintanya mengurus semuanya."

"Lalu bagaimana dengan keluargamu? Keluarga Nyonya juga?" tanya Jungkook. "Apa kau tidak berpikir matang-matang?"

"Orangtua yang baik yang mengerti anaknya. Orangtua Naeul mengerti jika Naeul tidak putus harapan pada kekasihnya hingga saat ini. Mereka bahkan memaksaku untuk bercerai akan tetapi aku yang bersikeras untuk tetap bertahan. Hanya saja aku sudah lelah, Jungkook. Mereka pasti akan mengerti." Taehyung menjelaskan panjang lebar. "Untuk orangtuaku, mereka mendukungku apapun yang menjadi keputusanku."

Jungkook tersenyum. "Sungguh mulus jalan hidupmu, Hyung."

"Jangan menyerah. Kau sudah mendapatkan dorongan sekarang. Jika lelah, beristirahat. Kau memiliki pundak untuk bersandar sekarang." ujar Taehyung tersenyum lembut.

Jungkook tertawa. Dia memeluk Taehyung dengan kencang. "Benar, ya? Apa yang akan kudapatkan nantinya?" tanya Jungkook.

"Benar. Kau akan mendapatkanku. Seutuhnya. Aku tidak akan pergi. Terima kasih."

~•~

Jungkook mendapatkan telepon dari Naeul.

"Halo? Nyonya?" sapanya.

Naeul terdengar mendengus di sana. "Jungkook, apa kau kembali bekerja di rumah Taehyung?" tanya Naeul.

Jungkook mengangguk walaupun dia tahu Naeul tidak melihatnya. "Ya, aku memutuskan kembali, Nyonya."

"Aku menghabiskan banyak sekali uang untuk pria itu. Tetek-bengeknya segala macam dan urusan dengan kepolisian. Beberapa dari mereka juga ingin dibayar lebih untuk menangani kasus yang tak seberapa. Untuk bengkelnya, suruh dia membayarnya saja, ya? Masih baik dia tidak dijebloskan ke penjara. Mengapa kau tidak melaporkan saja supaya dia jera atas apa yang telah dia lakukan padamu?" tanya Naeul panjang kali lebar kali tinggi.

"Aku masih memiliki perasaan, Nyonya." jawab Jungkook. "Hanya kecelakaan kecil. Dia yang memiliki luka terparah di kakinya, bahkan lukanya masih basah dan terus mengeluarkan darah." cerita Jungkook.

"Aku tidak tertarik dengan apa yang terjadi dengan pria itu. Rencananya pulang dari sini, aku akan bercerai dengannya. Aku sudah muak." Naeul menjelaskan. "Aku bahkan sudah memanggil pengacara supaya sidang ini berlanjut dengan baik dan lancar."

Jungkook mengulum bibirnya. Dia merasa sedikit tidak enak. Apakah bisa dikatakan jika dirinya merusak hubungan orang? Atau itu hanya pikirannya saja? Mengenyahkan hal itu, Jungkook berusaha tenang. "Apakah kau yakin dengan keputusanmu, Nyonya?" tanya Jungkook.

"Tentu saja yakin. Aku bahkan ingin dia menikah dengan orang lain. Apa kau berminat dengannya? Kau single, 'kan? Mau kujodohkan dengannya? Tenang saja! Dia tidak pernah menyentuhku. Kau mau?"

Jungkook terperangah. Dia menoleh ke belakang dimana tidak ada Taehyung atau siapapun selain dirinya. "Nyonya ... apa maksudmu?" Jungkook merasa syok, tentunya. Bagaimana bisa majikannya memiliki pemikiran seperti itu?

Naeul tertawa. "Tidak apa. Aku bahkan tidak akan mengataimu sebagai perusak rumah tangga orang. Lagipula memang aku tidak mencintainya. Kau mau? Jika mau, aku akan mengurus perceraian secepatnya dan aku bisa membantumu mengurus pernikahan dengan Taehyung. Bagaimana?"



To Be Continued...

BELAMOUR [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang